TERNATE, NUANSA – Kafilah Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-XXX Tingkat Provinsi Maluku Utara mengeluh terkait ketiadaan tenaga medis dan obat-obatan di lokasi kegiatan yang bertempat di Asrama Haji Ternate. Keluhan itu disampaikan kafilah perwakilan Kabupaten Halmahera Barat.
Kabag Kesra Setda Halbar, Iksan Dagasuly, mengatakan kegiatan MTQ yang menghadirkan peserta dari 10 kabupaten kota se-Malut ini seharusnya menyiapkan pelayanan prima. Sebab, acara ini melibatkan peserta, pelatih, dan ofisial.
“Ini pengalaman, kondisi seperti ini kabupaten kota harus turut serta membawa tenaga medis. Karena sungguh disayangkan kegiatan yang begitu besar namun setingkat tenaga medis saja tidak ada, lalu bagaimana dengan keadaan kesehatan peserta,” ujar Iksan, Minggu (23/6).
Menurut Iksan, kegiatan seperti ini seharusnya melibatkan tenaga medis untuk melakukan chek up kesehatan peserta. Hal ini perlu dilakukan oleh panitia untuk mengetahui kondisi terkini dari kesehatan peserta sebelum tampil.
Lantaran ketiadaan tenaga medis dan obat-obatan di tempat kegiatan, pihaknya terpaksa membeli obat di apotek.
“Memang di sini tempat penjualan obat dekat, tetapi kesediaan tenaga medis dan obat di lokasi harus ada, agar terus pantau kondisi peserta. Miris juga panitia seperti ini,” kesalnya.
Menurutnya, informasi yang diterima di lokasi acara, seorang pelatih pengajian dan sejumlah peserta jatuh sakit. Adapun gejala sakit yang dialami bervariasi.
“Kalau pelatih pengajian itu demam, flu, dan batuk. Sedangkan peserta MTQ mengalami sakit perut, sakit tenggorokan, batuk dan juga demam,” jelasnya.
Terpisah, Plt Karo Kesra Maluku Utara, Fadly Muhamad, mengaku ketiadaan tenaga medis dan obat-obatan di lokasi acara sesuai kesepakatan bersama panitia.
“MoU itu terjadi pembagian tugas, jadi ketika diambilalih panitia dari Tidore, tidak ada kesepakatan tanggung jawab tenaga medis, karena ini tidak dituangkan dalam perjanjian. Jadi Pemprov hanya menangani terkait dengan penyelenggara,” timpalnya.
“Jadi MTQ dan STQ itu kegiatan kabupaten/kota dengan provinsi biasanya begitu, satu tahun sebelum kegiatan itu mulai biasa di-SK-kan tuan rumah. Jadi kemarin tuan rumah itu Kota Tidore, dengan keterbatasan anggaran Kota Tidore belum bersedia untuk menjadi tuan rumah,” sambungnya.
Ia mengatakan, setiap panitia penyelenggara tentu ada sharing anggaran dengan tim kerja, namun panitia Kota Tidore menolak karena ketidaktersediaan anggaran.
“Lalu kami ambilalih sesuai arahan gubernur dan melihat berbagai konsekuensi anggaran. Provinsi ini ketika nanti bertanding di event nasional di Kalimantan, baru peserta yang menang itu kami tanggung jawab,” ujarnya.
Sebagai penyelenggara kegiatan selama ajang MTQ, pihaknya hanya mengurus penyelenggara untuk pertandingan, sedangkan kafilah adalah urusan kabupaten kota masing-masing.
“Saya ambil contoh di Haltim, tenaga medis yang pernah masuk dalam kegiatan itu tanggung jawabnya kabupaten. Sebab tenaga medis bukan ranahnya provinsi,” tandasnya. (adi/tan)