Oleh: Khaizuran
_____
GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) bertebaran dimana-mana. Ini sekaligus menunjukan bahwa kondisi perekonomian Indonesia tengah menghadapi tantangan yang sulit. Pemutusan hubungan kerja atau PHK bertebaran di mana-mana. Mulai dari buruh, perkantoran dan karyawan pabrik.
Seperti dilansir dalam CNBC.com “Teranyar, perusahan hasil penggabungan Tokopedia dan Tiktok shop di bawah pengelolaan ByteDance mengumumkan kebijakan PHK. Namun, perusahan enggan mempublikasikan jumlah pekerja yang terkena PHK. Jumlah korban PHK-nya sebatas dilaporkan media asing, Bloomberg, yang mengungkap PHK dilakukan terhadap 450 orang dari total karyawan ByteDance di Indonesia yang sebanyak 5.000 orang.
Sementara itu, di pabrik-pabrik PHK sudah terjadi banyak di sektor tekstil, gamen, hingga alas kaki karena operasionalnya berhenti alias tutup. Gelombang PHK pun tak terelakan lagi. Sudah salah satunya pabrik gamen di daerah Cileungsi. ada 3.000 buruh yang terpaksa harus kehilangan pekerjaannya. Akibat dari pemberhentian pabrik gamen ini. (cnbcindonesia.com)
Buruknya ekonomi kapitalisme dan gagapnya peran negara
Menurut Menaker Ida Fauziyah, badai PHK tidak akan selesai dalam waktu dekat. Ia memprediksi, selain industri tekstil, perusahaan lain juga berpotensi-PHK pekerjanya. “Perusahaan-perusahaan yang produksi berkurang karena ekspor berkurang, karena kondisi ekonomi global enggak bisa dihindarkan, dan ada pengaruh juga isu tentang Palestina Israel mengurangi produksi perusahaan,” ungkapnya. (CNBC Indonesia, 15/6/2024)
Gelombang PHK yang terjadi telah mengindikasikan bahwa betapa rapuhnya sistem ekonomi kapitalisme. Sebab dalam sistem ekonomi kapitalisme memiliki prinsip jika adanya produksi yang dipengaruhi oleh permintaan tinggi, industri akan memproduksi barang banyak dan untuk itu akan menambah jam kerja atau pekerja. Namun sebaliknya jika permintaan rendah produksi, jam kerja dan pekerja pun harus dikurangi. Padahal pengeluaran lain masih tetap. Jadi, mereka mengurangi pekerja untuk menghemat biaya. Artinya konsep ini rapuh dan tidak berpihak bagi para pekerja justru mereka dipekerjakan sesuai kepentingan industri.
Sejatinya buruh dalam sistem kapitalisme yaitu sebagai bagian dari faktor produksi, pandangan ini membuat mereka terus menjadi korban PHK dengan alasan efisiensi perusahaan dengan menekan biaya produksi. Mereka terzalimi namun tidak dianggap oleh negara. Selain itu, pemerintah juga sangat tidak sigap untuk mengatasi bahkan memiliki langkah prefentif agar masalah ini tertangani. Padahal acap kali janji manis sewaktu kampanye sering digaungkan yakni menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya, nyatanya hanya isapan jempol semata.
Ditambah lagi dengan pengesahan Undang-undang Cipta kerja baru yang melegalkan mekanisme alih daya (outsourcing) menambah suram dan membebani rakyat. Gelombang PHK dan sikap penguasa saat ini semakin memperlihatkan kezaliman sistem kapitalisme yang dianut negeri ini.
Sebab dalam sistem kapitalisme telah mengerdilkan peran negara, adanya campur tangan negara dianggap menggangu mekanisme pasar. Alhasil peran negara dalam sistem ini hanyalah sebagai regulator dan vasilitator bagi pemilik modal. Para kapitalis inilah yang memegang kuasa dan bisa mengendaliakn segalanya, itulah kenapa terjadinya iklim bisnis yang tidak sehat dan akhirnya berujung pada PHK massal.
Islam solusi mengatasi masalah buruh
Jika sistem kapitalisme menjadi biang persoalan umat manusia termasuk PHK, maka tidak dengan Islam. Islam bukan agama ritual belaka ,Islam juga memiliki konsep aturan hidup bagi umat manusia. Sebab agama Islam hadir sebagai sebuah sistem/ideologi yang sempurna. Allah Swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah: 208)
Kesejahteraan bagi masyarakat adalah suatu hal yang utama dan menjadi jaminan bagi negara untuk menunaikannya. Bahkan kesejahteraan ini dijamin secara orang per orang. Sebab Islam mendudukan posisi negara sebagai pengurus (raa’in) dan penanggung jawab (mas’ul). Negara yang menerapkan ideologi Islam atau disebut khilafah, akan menerapkan undang-undang berdasarkan perintah syariat Islam, salah satunya adalah UU ketenagakerjaan. Syariat Islam memiliki seperangkat aturan yang membentuk politik ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi individu masyarakat.
Islam juga memiliki konsep politik ekonomi Islam, sistem ekonomi ini mewajibkan negara menjamin terciptanya iklim usaha yang sehat agar gelombang PHK dapat teratasi. Jaminan ini dapat diwujudkan melalui undang-undang (qonun) yang ditetapkan negara, salah satunya adalah qonun mua’malah. Dalam UU ini menetapkan bahwa harga barang atau jasa mengikuti mekanisme pasar, pengharaman praktik monopoli, kebijakan ekspor impor sesuai syariat dan sejenisnya.
Penerapan sistem ekonomi Islam juga membuat masyarakat akan dipenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan bekerja. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya hingga tidak ada satu pun laki-laki yang tidak bekerja. Sebab jaminan ini sangat karena dengan bekerja laki-laki bisa memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya.
Menyediakan lapangan pekerjaan bukan hanya omong kosong belaka, tetapi akan diwujudkan. Negara bisa membuka pekerjaan dari sektor industri milik negara, pengelolaan harta milik umum tanpa intervensi pihak lain karena di dalam Islam diharamkan harta milik umum dikelola oleh pihak lain/swasta. Selain itu, negara memberikan iqtha’ (tanah milik negara yang diberikan kepada individu rakyat untuk dikelola) dan sebagainya.
Khilafah juga akan memenuhi kebutuhan mendasar yang dianggap Islam sebagai kebutuhan yang wajib dipenuhi oleh negara seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Kebutuhan inilah yang akan difasilitasi oleh khilafah dan tidak dibebankan bahkan secara gratis diberikan. Sebab sumber pendapatan khilafah juga jelas, yaitu bersumber dari harta milik umum, fa’i, kharaj, ghanimah, dll. Maka masyarakat tidak terlalu dibebankan dengan masalah sandang pangan pendidikan, dan kesehatan karena sudah diatasi oleh negara.
Demikianlah lowongan pekerjaan yang disediakan oleh negara bukanlah isapan jempol semata. Di sisi lain, sistem ekonomi Islam juga menciptakan iklim yang kondusif dengan mengharamkan sektor ekonomi non riil (seperti saham, investasi, pasar modal dan sejenisnya).
Para pendistorsi pasar seperti mafia, spekulan dan kroni-kroninya akan diberikan sanksi yang tegas yakni ta’zir oleh negara. Akad antara perusahan dan buruh diatur berdasarkan akad ijarah sehingga tidak ada yang terzalimi di antara keduanya. Selain itu, ekspor impor juga diatur berdasarkan prinsip syariah, sehingga dengan kebijakan ini dapat menumbuhkan sektor riil yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja secara terus menerus. Semua kebijakan negara ini terwujud ketika syariat Islam diterapkan dalam sebuah negara yakni khilafah. Wallahu’alam. (*)