Oleh: Abdul Kadir Bubu
_____
DUGAAN maladminitrasi Penjabat Bupati Halmahera Tengah, Ikram Malan Sangaji, mengenai pengajuan administrasi pengunduran diri dari jabatan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam rangka mencalonkan diri sebagai Bupati Halmahera Tengah menarik untuk dicermati, terlebih masalah ini banyak dikomentari akademisi bahkan menjadi tema podcast yang belakangan ramai diperbincangkan.
Ihwal polemik mengenai posisi Penjabat Bupati Halmahera Tengah bermula dariĀ penyampaian administrasi pengunduran dirinya yang disampaikan langsung kepada Menteri Dalam Negari tanpa melalui DPRD dengan menggunakan dasar edaran Mendagri nomor 100.2.1/2314/SJ poin 4 (empat). Penyampaian administrasi dimaksud masih dalam tenggang waktu sebagaimana diatur dalam permendagri tersebut. Dengan demikian, maka Penjabat Bupati Halteng saat ini telah memenuhi syarat administrasi yang dipersyaratkan oleh pejabat atasan yang memberinya wewenang.
Jika demikian keadaan hukumnya, maka Penjabat Bupati Halmahera Tengah baru dinyatakan berhenti dari jabatan manakala pejabat yang memberinya wewenang menerbitkan keputusan baru mengenai pemberhentian dari jabatan Penjabat Bupati Halmahera Tengah dan mengangkat penjabat baru sebagai pengganti penjabat yang diberhentikan.
Dalam hal berhenti atau pemberhentian dari jabatan dan dari aparatur sipil negeri sipil (ASN) dalam hukum adminstrasi negara berlaku asas contrarius actus yang berarti bahwa badan atau penjabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan dengan sendiri berwewenang juga membatalkannya. Dengan demikian, penyampaian administrasi pengunduran diri Penjabat Bupati kepada badan atau pejabat yang memberinya wewenang dalam hal ini Menteri Dalam Negari adalah bentuk pemenuhan administrasi yang dipersyaratkan agar yang bersangkutan diberhentikan dari jabatan dengan maksud dapat mencalonkan diri menjadi Bupati Halmahera Tengah.
Dengan demikian, maka sepanjang belum ada keputusan baru dari badan atau pejabat mengenai pemberhentian dan pengangkatan penjabat baru, maka sepanjang itu pula yang bersangkutan tetap menjalankan wewenang dan menggunakan segala fasilitas yang berhubungan dengan jabatan yang diembannya.
Mengundurkan diri dari jabatan adalah syarat calon kepala daerah yang dipersyarat dalam pasal 7 undang-undang nomor 10 tahun 2016. Namun, yang mesti dipahami oleh penyelenggara pemilu dan kelompok kepentingan lainnya adalah kuasa atau wewenang memberhentikan dari jabatan bagi seorang Penjabat Bupati maupun ASN untuk memenuhi syarat administrasi sebagai calon kepala daerah ada pada badan atau pejabat administrasi lain.
Oleh sebab itu, jika ada Penjabat Bupati atau ASN yang telah menyampaikan administrasi pengunduran diri dari jabatan dengan maksud untuk mencalon diri sebagai kepala daerah akan tetapi belum disetujui oleh badan atau pejabat yang berwewenang, namun pada saat yang sama yang bersangkutan mendapat rekomendasi partai politik untuk menjadi bakal calon kepala daerah maka tidak bisa secara gegabah disimpulkan yang bersangkutan telah melanggar netralitas ASN, apalagi menyalahgunakan wewenang atau jabatan oleh karena bakal calon kepala daerah tidak bisa dipersamakan atau diartikan sama dengan calon kepala daerah. Di titik inilah para penyelenggara pemilu perlu pemahaman mendalam mengenai hukum administrasi sehingga tidak salah kaprah dalam mengambil keputusan.
Adapun dalil mengenai maladminstrasi oleh karena Penjabat Bupati tidak menyampaikan adminstrasi pengunduran dirinya kepada DPRD sebagaimana disuarakan sebagian akademisi, sungguh tidak beralasan karena administrasi pengunduran diri yang dimaksudkan dalam edaran Mendagri adalah dari penjabat kepala daerah kepada Menteri Dalam Negari selaku pejabat yang mengeluarkan keputusan. Dengan demikian, maka sifat imperatif mengenai penyampaian administasi pengunduran diri hanya berlaku untuk Mendagri, sementara untuk DPRD hanya bersifat pilihan. Oleh sebab itu, menyatakan telah terjadi maladministrasi dengan dasar edaran Mendagri karena Penjabat Kepala Daerah tidak menyampaikan pemberitahuan pengunduran dirinya kepada DPRD adalah kesimpulan yang salah. (*)