Oleh: Rifan Basahona
_______
KEPEMIMPINAN merupakan satu tonggak penting dalam suatu bangsa maupun negara, tidak bisa dinafikan bahwa suatu bangsa atau negara tanpa ada yang memimpin. Hal ini sudah menjadi sebuah keharusan dalam ranah sosial masyarakat, dan terus berjalan turun temurun dari zaman dulu hingga sekarang, menunjukan bahwa secara lahiriah manusia diciptakan ke muka bumi membawa hasrat memimpin dan dipimpin.
Secara saksama dapat kita saksikan realitas sosial manusia abad ini menunjukan bahwa hasrat untuk berkuasa atau memimpin sangat tinggi. Orang-orang berlomba-lomba untuk merebut kursi kekuasaan bagaikan berebut suatu hidangan lezat, atau harta karung yang sangat berharga bagi mereka, sehingga menghalalkan segala cara dan mengarahkan seluruh tenaga, pikiran, harta, serta benda untuk menggapai kekuasaan atau menjadi seorang pemimpin.
Berbicara tentang bangsa dan negara tentunya tidak bisa terlepas dari yang namanya kepemimpinan, karena pada hakikatnya dalam sebuah bangsa atau negara perlu adanya proses pengangkatan suatu individu dalam masyarakat tersebut untuk menjadi mesin agar dapat mengarahkan mereka. Tentunya proses yang dimaksud di sini adalah tidak secara pragmatis atau semena-mena, namun perlu adanya kriteria atau aturan yang mengikat agar tidak melenceng dari norma-norma sosial yang ada sehingga dapat melahirkan figur pemimpin yang baik secara sehat.
Dalam pengangkatan seorang pemimpin tujuan tertingginya adalah bagaimana ia mampu mengakomodir segala urusan dan persoalan tentang kelompok yang ia pimpin, ia tidak bertindak secara individualistik yang mementingkan nasibnya sendiri atau kelompok tertentu dan mengabaikan kepentingan orang banyak, sehingga harus ada sistem yang jelas untuk menjadi patokannya. Olehnya itu dalam negara, kita telah mengambil konsep kepemimpinan demokratis yang menghendaki bahwa puncak tertinggi dalam sebuah kebijakan negara harus bermuara pada kepentingan rakyat.
Konsep kepemimpinan ini dalam segi teoritis sebagian kalangan menganggap sebagai sebuah konsep yang sangat relevan dengan kondisi manusia abad ini, apalagi bangsa Indonesia yang memiliki corak yang plural dalam semua sektor, namun secara operasional masih banyak kita temukan berbagai perdebatan-perdebatan soal eksistensi dari demokrasi, namun dalam hal ini penulis tidak lebih jauh mengarah kepada hal tersebut.
Perdebatan dan kritikan tentunya menjadi hal yang lumrah dalam sebuah kepemimpinan, demokrasi pun sendiri menghendaki hal yang demikian dan dianggap sebagai fungsi kontrol bagi sebuah kepemimpinan agar dapat berjalan pada porosnya.
Sebagai representasi dari demokrasi, pemilu menjadi satu langkah objektif dalam mengganti seorang pemimpin pada suatu bangsa atau negara, dan beberapa bulan kemarin kita telah bersama-sama menyelesaikan hajatan tersebut sebagai salah satu prinsip dari demokrasi yakni pemilihan umum presiden dan wakil presiden serta DPR dan DPD dari pusat hingga daerah, dan beberapa bulan ke depan kita juga menghadapi pilkada serentak di seluruh kabupaten kota. Hal ini menunjukan bahwa peralihan kekuasaan sudah berada di depan mata.
Praktek politik di bangsa ini sudah kita rasakan secara bersama baik dari tahun-tahun sebelumnya maupun pemilihan yang baru saja kita lewati beberapa bulan lalu, carut-marutnya begitu terasa para kandidat berlomba-lomba untuk menyusun strategi mereka untuk merebut kekuasan begitu fulgar, dalam hal ini tidak ada yang bermasalah, karena semua orang punya hak untuk menyusun strategi dalam menggapai sesuatu yang ia inginkan.
Namun, problemnya bahwa sering kita temukan dalam proses tersebut mengabaikan kepentingan orang banyak dan melegalkan praktek-praktek yang melenceng dari nilai-nilai demokrasi yang ada dan jauh dari perpolitikan yang etis. Disamping itu, ada kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang terabaikan.
Kita bisa lihat dalam konteks Maluku Utara, ada setumpuk masalah yang seharusnya diselesaikan oleh kepala daerah di masa akhir periode ini sebagai representasi dari janji politiknya pada tahun kemarin ia mencalonkan sebagai kepala daerah. Namun karena para pemimpin-pemimpin kita sibuk konsolidasi sehingga masalah yang ada terabaikan, beberapa kepala daerah yang ingin melanjutkan ke masa periode berikutnya, terlihat wara-wiri ke sana kemari mencari jaringan ke partai politik sehingga masalah yang ada di daerahnya terabaikan, begitu saja.
Sebagian warga yang terus meneriakkan soal akses jalan, listrik, jembatan, dan fasilitas untuk menunjang kehidupan keseharian mereka terus diabaikan, karena kepala daerah sibuk menghias diri membuat kegiatan-kegiatan seremonial yang sifatnya sangat politis, tujuannya untuk mengait suara di pemilihan yang akan datang.
Beberapa bulan yang lalu di akhir-akhir masa jabatanya, Gubernur Maluku Utara terpaksa di sergap KPK dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang serta melibatkan beberapa pemangku kebijakan yang ada di Maluku Utara, hingga hari ini kasus tersebut masih terus diproses KPK dan masih banyak para petinggi di daerah yang akan terlibat.
Di tengah-tengah kasus dugaan korupsi dan pengabaian sebagian kepala daerah dengan program mereka yang tentunya manya-nyat hati kita sekalian, kembali kita dikabarkan dengan beberapa pemukiman warga yang berada di halmahera terendam banjir akibat dari pada luapan air yang begitu keras, karena seluruh pohon-pohon yang menahan lajunya air tersebut telah dibabat habis oleh para korporasi asing. Seluruh tanah yang dihuni masyarakat adat yang berada di sana terpaksa harus hilang, ekosistem laut maupun darat dicemari oleh limbah-limbah dari industri ekstraktif yang beroperasi secara masif. Polusi dari perusahaan yang ada membuat warga setempat tidak nyaman dengan lingkungan sekitar. Ironinya, tidak ada sikap tegas dari pemerintah daerah untuk mengevaluasi para korporasi. Yang ada mereka seolah-olah mengabaikan persoalan yang ada, bahkan hadir dengan dalil pembelaan terhadap korporasi yang ada. Betapa buruknya potret pemimpin kita di akhir masa kepemimpinan mereka. Ini menunjukan bahwa pemimpin kita hari ini tidak ada keseriusan dalam mengurus daerah ini.
Di masa-masa akhir jabatan kepemimpinan, mereka bukan meninggalkan rekam jejak yang baik, malah meninggalkan rekam yang buruk. Hal ini menunjukan bahwa pemimpin kita hari ini dalam masa-masa kepemimpinan mereka ada praktek-praktek buruk yang sengaja dijalankan demi kepentingan mereka semata.
Tinggal beberapa bulan ke depan kita akan menjemput momentum pemilihan kepala daerah secara serentak, dan suara-suara kita yang akan menentukan nasib daerah ini lima tahun ke depan. Momentum ini tentunya akan menjadi langkah awal dalam melihat wajah daerah ke depan, apakah ada perubahan yang signifikan atau sama seperti keadaan yang ada sekarang. Tentunya ini menjadi tanggung jawab kita secara bersama, jika menjadi pemilih, marilah kita sama-sama memilih figur yang benar-benar mau mengakomodir segala kepentingan masyarakat secara bersama, begitu pun sebaliknya apabila kita menjadi figur yang akan bertarung merebut kursi kekuasaan maka ke depan jadilah pemimpin yang tidak hanya mengumbar janji manis.
Yang menjadi penegasan di sini bahwa jadilah pemilih yang bijak, jangan jadi pemilih yang pragmatis. Kalau kita menjadi pemilih yang pragmatis maka yang lahirnya nanti para pemimpin yang kapitalis yang sibuk mengurus diri pribadi dan mengabaikan kepentingan rakyat banyak. Hari ini kita telah rasakan secara bersama hasil dari pilihan kita di lima tahun kemarin, maka cukup sudah ini menjadi pelajaran kita secara bersama. (*)