Opini  

Momentum Maulid Nabi: Meneladani Nabi dan Kepemimpinannya

Oleh: Wisya Al-Khadra

______

TAK terasa kita sudah memasuki bulan Rabiul Awal, bulan yang senantiasa dinanti oleh ummat Islam. Bulan istimewa, karena pada bulan ini lahirlah sosok mulia yaitu baginda Nabi Saw. Maka tak heran, pada bulan ini kaum muslim senantiasa menyambutnya dengan penuh euforia dengan memperingati momentum Maulid Nabi Muhammad saw, kelahiran sosok agung nan mulia yang diutus Allah Swt. untuk seluruh umat manusia. Peristiwa Maulid Nabi Saw adalah momentum penting bagi umat Islam untuk mengenang kelahiran sosok manusia termulia pembawa risalah Islam dan rahmat bagi seluruh alam.

Ummat Islam dalam peringatan Maulid Nabi merayakan dengan penuh antusias baik dalam bentuk perayaan sholawatan, pengajian, bersedekah maupun berdzikir dan berdoa bersama. Jika kita perhatikan, antusias dan perhatian kaum muslim terhadap momentum peringatan maulid Nabi diakui sebagai salah satu bentuk ekspresi kecintaan dan kerinduan yang amat dalam mengenang sosok baginda Nabi Saw. Mengingat kelahiran Nabi Saw bukanlah merayakan ulang tahun beliau, namun sebagai upaya memfokuskan kembali mata batin kita pada sosok manusia yang paling berjasa dalam peradaban kaum muslimin. Tidak lain agar kita menjadikan beliau Saw sebagai satu-satunya contoh dan suri teladan terbaik dalam menapaki roda kehidupan di dunia ini.

Namun, sungguh sangat disayangkan jika momentum ini hanya dijadikan sebagai peringatan tidak membekas dalam aspek kehidupan. Begitu banyak kaum muslim yang jauh dari teladan Nabi, sebagian mengaku mencintai dan merindukan beliau, namun justru jauh dari syariat yang di bawah Nabi Saw. Begitu banyak kaum muslim keras memusuhi sesama muslim, namun sebaliknya mereka justru berlemah lembut dan berkasih sayang terhadap orang-orang kafir sebagaimana yang dilakukan pada kedatangan Paus pada 3-6 September lalu. Begitu antusiasnya sebagian dari kaum muslim tak luput para pejabat dan jajaran pemerintah dalam penyambutannya bahkan sampai meminta berkatnya, namun terhadap pengajian Islam begitu mudah membubarkan dengan tuduhan radikal. Begitu banyak muslim terutama para pemegang kekuasaan dan kepemimpinan yang setiap peringatan Maulid Nabi Saw mengajak masyarakat untuk mencintai beliau, tetapi mereka sendiri menolak penerapan syariat Islam bahkan mendiskriminalisasikannya.

Jelas ini bertentangan dengan yang diperintahkan Nabi Saw. Dalam Al-Qur’an, tidak ada seorang Nabi yang dipuji begitu tinggi, melebihi Nabi Muhammad Saw. Nabi disebut sebagai teladan terbaik yakni sebagai role model dalam kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT. “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan ia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).

Bahkan tak sedikit yang meneladani beliau hanya pada aspek spiritual semata, namun tidak dalam aspek bernegara. Padahal kita diperintahkan Nabi untuk berhukum seluruhnya dengan hukum yang Allah turunkan. Wujud kecintaan pada Rasulullah adalah dengan mengikutinya dan meneladaninya secara kaffah (menyeluruh) tanpa memilih dan memilah mana yang sesuai dengan hawa nafsu atau tidak, baik yang berkaitan dengan aspek ibadah, pakaian, muamalah, ekonomi, sanksi maupun bernegara. Hari ini, bahkan hampir di seluruh dunia seluruh hukum yang diterapkan dalam mengatur negara berhukum dengan sistem kufur demokrasi, bukan sistem yang dicontohkan Nabi Saw. Jelas ini bertentangan dengan perintah Allah bahwa menjadikan Rasulullah Saw sebagai satu-satunya hakim dan pemutus perkara di antara mereka. Sebagaimana firman Allah SWT “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa: 65).

Sungguh sangat disayangkan, kaum muslim dalam memutuskan segala urusan di antara mereka justru menggunakan sistem yang bukan berasal dari Allah Swt. Mereka diatur dan dipimpin oleh kepemimpinan kufur, bahkan tak sedikit dari mereka yang masih percaya pada pemimpin saat ini yang tidak berhukum dengan sistem Islam dalam mengatur urusan mereka. Para memimpin saat ini hanya sibuk mempertahankan kekuasaan serta memperkaya diri sehingga segala upaya dilabrak dan dilanggar hanya untuk tetap berkuasa. Begitu sulit mencari dan menemukan sosok pemimpin ideal yang didambakan yang sesuai dengan yang dicontohkan Nabi Saw di sistem sekuler saat ini.

Nabi Saw diutus tidak sekadar kedudukannya sebagai Nabi, namun juga sebagai pemimpin untuk seluruh manusia. Rasulullah menyebarkan dan mendakwahkan Islam serta menerapkannya dalam segala lini kehidupan. Maka sudah seharusnya kita kembali kepada seluruh syariat yang diperintahkan Nabi Saw, baik dalam perkara ibadah maupun yang termasuk syariat kepemimpinan.

Momentum Maulid Nabi Saw sudah selayaknya menjadi bahan refleksi tentang pentingnya mengembalikan kepemimpinan Islam. Sejarah menunjukkan bahwa kepemimpinan Islam yang ditunjukkan oleh beliau dan dilanjutkan oleh para khalifah setelahnya telah membawa umat manusia pada model kehidupan yang ideal dan didambakan setiap orang di sepanjang zaman.

Sosok kepemimpinan manusia paling mulia ini juga diakui oleh dunia Barat. Dr. Michael H. Hart, penulis buku The 100, A Ranking of The Most Influential Person in History, menulis, “Pilihanku untuk menempatkan Muhammad di urutan pertama dalam daftar orang yang paling penting dalam sejarah mungkin akan mengejutkan pembaca. Namun, dialah satu-satunya manusia dalam sejarah yang merengkuh keberhasilan tertinggi dalam bidang agama dan dunia. Dia adalah satu-satunya yang telah menyelesaikan pesan agama dengan sempurna, menggariskan aturan-aturannya dan diimani oleh seluruh bangsa ketika dia hidup. Selain agama, dia juga mendirikan negara sebagai media menyatukan suku-suku dalam satu bangsa, menyatukan bangsa-bangsa dalam satu negara dan meletakkan dasar-dasar kehidupan agama. Dialah yang memulai misi agama dan dunia serta menyempurnakannya.” Begitu juga Sir George Bernard Shaw, (26 July 1856—2 November 1950), Tokoh Irlandia, Pendiri London School of Economics, juga berkata, “Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian rupa hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia.”

Begitu banyak pengakuan yang disampaikan para pakar sejarah dan politik dunia tentang role model kepemimpinan Nabi Saw yang tak tertandingi. Begitu pun soal idealitas kepemimpinan para khalifah setelahnya. Pengakuan tersebut cukup untuk menunjukkan bahwa kepemimpinan Islam berhasil muncul sebagai kepemimpinan ideal karena tegak di atas landasan akidah yang sahih dan distandardisasi oleh syariat yang berasal dari Allah SWT. Nabi Saw dan para khalifah setelah beliau telah mempraktikkan dan memberikan teladan model kepemimpinan Islam ini dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga negara. Juga mulai dari aspek ibadah, akhlak, muamalah, hukum dan sistem sanksi, hingga pertahanan dan keamanan negara.

Berbeda dengan pemimpin-pemimpin sekarang di negeri-negeri Islam. Kehadiran mereka justru melanggengkan kekuasaan kufur. Mereka memerintah dengan standar sekuler yang jauh dari syariat Islam. Bahkan tak sedikit para pemimpin di negeri ini tega dan zalim terhadap rakyatnya sendiri dalam berbagai kebijakannya. Aspek dan standar yang mereka gunakan adalah sistem kufur sekuler yang mementingkan kekuasaan dan materi. Tak peduli derita ummat, berbagai hukum ditabrak dan dilabrak demi melanggengkan kekuasaannya.

Maka sudah seharusnya kita mengembalikan kembali role model kepemimpinan yang dicontoh oleh Nabi dan para khalifah setelahnya dalam sistem hukum yang benar. Saat ini tidak ada role model kepemimpinan ideal yang ditunjukkan oleh para penguasa negeri ini bahkan di seluruh negeri-negeri Islam. Kepemimpinan Nabi Saw adalah role model terbaik yang berlanjut dalam bentuk kepemimpinan Khilafah. Oleh karena itu, pada momentum Maulid Nabi Saw ini, penting bagi kita untuk kembali menggelorakan semangat perjuangan dalam mengembalikan kepemimpinan Islam dan mengupayakan tegaknya kemuliaan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Wallâhu a’lam bi ash-shawwâb. (*)