Opini  

Penghargaan Yang Tidak Sepatutnya

Abdul Kadir Bubu.

(Catatan Kedua Untuk Kakanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku Utara)

Oleh: Abdul Kadir Bubu

_____

PEKAN lalu saya menulis opini jilid satu dengan judul yang sama sebagai respons atas kegiatan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Utara di Gamalama Balroom Bela Hotel Ternate tanggal 11 September 2024 dengan tema “Pencanangan Desa /Kelurahan Binaan Menuju Desa/Kelurahan Sadar Hukum”, yang dihadiri 67 peserta mulai dari kepala daerah, camat, lurah dan kepala desa hingga Penjabat Gubernur Maluku Utara. Dalam kegiatan itu, terjadi banjir penghargaan kepada para peserta terdiri dari penghargaan kepada kepala daerah, camat dan lurah sadar hukum. Selain itu juga penghargaan Paralegal Juctice Award kepada 4 lurah, 7 kades dan Penjabat Gubernur.

Tulisan tersebut mengundang polemik di grup WhatsApp yang beranggotakan para Sarjana Hukum oleh karena saya selaku akademisi dinilai menulis tanpa data meskipun tulisan itu merupakan respons atas publikasi penyelenggara kegiatan melalui media online yang ada saat ini. Karena itu dalam catatan kedua ini saya akan fokus pada ketidakpatutan yang dilakukan Kanwil Kemenkumham Maluku Utara dalam memberikan penghargaan, khususnya penghargaan Paralegal Juctice Award.

Penghargaan tersebut diberikan kepada lurah dan kepala desa yang secara normatif tidak dibenarkan meskipun mereka telah diberikan pelatihan. Dalam peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum, Pasal 4 menegaskan bahwa untuk menjadi paralegal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: d. bukan anggota TNI, POLRI, atau Aparatur Sipil Negara; dan c. memenuhi syarat lain yang ditentutan oleh pemberi bantuan hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan data yang ada, paralegal yang mendapat penghargaan berjumlah 11 orang yakni 3 orang lurah dari Kota Ternate yaitu Lurah Akehuda, Lurah Sango dan Lurah Gamalama. Sementara dari Kota Tidore Kepulauan ada Lurah Sirongo Folaraha, kemudian dari Halmahera Selatan ada 4 kepala desa yakni Kedes Papaloang, Kades Sawadai, Kades Kubung dan Kades Mandaong. Sementara dari Kabupaten Pulau Morotai ada 2 kades yakni Kades Yayasan dan Kades Morodadi, ditambah dengan satu kades dari Halut yakni Kades Pitu dan Penjabat Gubernur saat ini, sehingga total yang mendapat penghargaan Paralegal Jutice Award adalah 12 orang. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM sebagaimana terurai di atas, semuanya tidak layak mendapat predikat Paralegal oleh karena dilarang tegas dalam Permen tersebut meskipun sudah mendapat pelatihan. Itulah alasannya sehingga saya menyebut penghargaan yang tidak sepatutnya.

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kepala Desa karena jabatannya dapat bertindak untuk dan atas nama masyarakat desa baik di pengadilan maupun di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat (2) n, dan menyelenggarakan urusan pemerintahan desa lainnya sebagaimana diatur dalam pasal tersebut. Karena itu seorang kepala desa selama menjabat tidak boleh dilekatkan urusan lain atau predikat lain selain urusan yang berkaitan dengan jabatannya. Dengan demikian maka tindakan merekrut kepala desa sebagai paralegal adalah tindakan melawan hukum yang sama derajatnya dengan merekrut lurah sebagai paralegal. Konyolnya, tindakan ini dilakukan oleh mereka yang setiap saat menganjurkan kesadaran dan kepatutan terhadap hukum yakni Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku Utara dan yang lebih konyol lagi yang dilanggar adalah peraturan dari menterinya sendiri.

Atas dasar keadaan di atas, pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh Kakanwil adalah apa sebenarnya motif merektut lurah dan kades sebagai paralegal yang secara tegas dilarang oleh peraturan perundang-undangan? Apakah tidak ada orang lain di Maluku Utara yang mumpuni selain lurah dan kades sehingga jajaran bapak dengan bangga melompati larangan yang ditetapkan oleh Menteri anda sendiri? Bisa jadi mereka yang membidangi tugas ini terlalu lama berada di tempat itu sehingga sudah terjebak dalam kemalasan berpikir. Oleh karena itu, sudah saatnya dievaluasi sehingga tidak mengulang kekonyolan seperti ini.

Bapak Kakanwil Kemenkumham yang budiman, menganjurkan orang lain taat hukum sementara penganjurnya tidak taat hukum dapat dikualifikasi sebagai perbuatan tercela, terlebih di kantor yang bapak pimpin. Oleh karena itu, tulisan ini adalah peringatan menjelang masa ahir jabatan kepemimpinan negara termasuk di dalamnya Kementerian Hukum dan HAM yang tidak lama akan mengalami perubahan nomenklatur yang tentunya kewenangan Kanwil juga banyak mengalami perubahan. Karena itu, Bapak Kakanwil selaku penanggungjawab kegiatan yang belum lama menjabat, hendaknya responsif terhadap keadaan ini dalam rangka perbaikan agar hari-hari bapak lebih panjang dan bahagia dalam jabatan itu. Sampai jumpa lagi dalam catatan berikutnya. (*)