Oleh: Riyanto Basahona
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ternate
___________
MALUKU Utara adalah provinsi yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari pertambangan, perikanan, hingga komoditas lokal seperti kelapa, cengkih, pala, sagu, pisang, dan kasbi. Sayangnya, potensi ini sering kali hanya jadi wacana politik. Alih-alih memanfaatkan kekayaan tersebut untuk kesejahteraan rakyat, banyak calon kepala daerah malah menawarkan janji-janji “gratis”. Retorika “gratis” ini seolah menutupi kegagalan pemerintah dalam memberdayakan sumber daya alam demi pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan rakyat. Yang gratis mungkin menarik perhatian, tapi di sisi lain ia menciptakan ketergantungan, kemalasan, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam menghadapi tantangan ekonomi yang sebenarnya.
Di balik janji “gratis” ini, ada ironi besar yang perlu kita sadari. Maluku Utara tidak seharusnya menggantungkan ekonomi masyarakatnya pada kebijakan yang instan dan sementara. Menggratiskan fasilitas tertentu, seperti pendidikan atau kesehatan, mungkin baik dalam jangka pendek. Namun, masyarakat butuh solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan. Sumber daya alam yang berlimpah ini seharusnya menjadi landasan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, bukan malah membuat mereka bergantung pada fasilitas gratis yang tak bisa dijamin kontinuitasnya.
Alih-alih berfokus pada janji “gratis”, calon kepala daerah seharusnya menunjukkan bagaimana mereka akan mengelola kekayaan alam untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Misalnya, sektor perikanan dan komoditas lokal dapat dikembangkan melalui industri pengolahan yang akan menyerap tenaga kerja lokal. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya mengandalkan bantuan pemerintah, tetapi juga memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam ekonomi daerah. Selain itu, pengelolaan yang efektif terhadap pertambangan dan komoditas lainnya juga dapat menambah pendapatan daerah yang pada akhirnya meningkatkan anggaran untuk layanan publik tanpa harus bergantung pada “gratis”.
Janji “gratis” yang terlalu sering ditekankan dalam kampanye politik tidak hanya mengorbankan potensi pembangunan ekonomi, tetapi juga membentuk mentalitas masyarakat yang selalu bergantung pada bantuan pemerintah. Dengan ketergantungan semacam ini, masyarakat menjadi kurang produktif dan kehilangan motivasi untuk berkembang. Mereka mulai melihat pemerintah sebagai satu-satunya penyedia segala kebutuhan, sementara mereka sendiri enggan berusaha lebih keras. Padahal, kemandirian ekonomi adalah kunci dari kemajuan masyarakat yang sejahtera dan berdaya saing.
Kekayaan alam Maluku Utara, jika dikelola dengan baik, bisa menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain mengurangi pengangguran, kebijakan ini juga mengurangi tingkat kemiskinan. Calon kepala daerah harusnya menyadari hal ini dan mengutamakan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya lokal. Jika masyarakat memiliki akses pada pekerjaan yang layak, mereka tidak perlu mengandalkan janji “gratis” yang hanya sesaat dan tidak solutif. Justru dengan kebijakan yang berfokus pada penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan masyarakat, rakyat akan merasakan manfaat yang lebih nyata.
Dengan demikian, masyarakat dapat menyadari bahwa pekerjaan yang layak dan kesempatan ekonomi jauh lebih penting daripada janji “gratis” yang sifatnya sementara. Kepala daerah yang bijak akan mampu mengarahkan sumber daya alam untuk menciptakan nilai tambah dan peluang kerja. Dengan memaksimalkan sektor pertambangan, perikanan, dan komoditas lokal, maka ketergantungan masyarakat pada bantuan “gratis” dapat dikurangi. Sebagai gantinya, mereka akan memiliki kebanggaan dan kemandirian dalam menghidupi diri sendiri dan keluarganya.
Jika calon kepala daerah serius memikirkan kesejahteraan masyarakat, mereka harus mampu melepaskan masyarakat dari mentalitas ketergantungan. Mereka perlu mengubah fokus dari kebijakan “gratis” menjadi pembangunan ekonomi berbasis sumber daya lokal yang akan berimbas jangka panjang. Dengan begitu, masyarakat Maluku Utara dapat hidup lebih mandiri, berdaya saing, dan akhirnya mampu meraih kesejahteraan yang mereka idamkan.
Pada akhirnya, tawaran “gratis” hanya memberikan kesenangan sesaat, tetapi tidak menjawab kebutuhan masyarakat secara mendalam. Kesejahteraan bukanlah sesuatu yang instan, melainkan hasil dari proses panjang yang melibatkan kerja keras dan pengelolaan yang bijak terhadap potensi yang dimiliki. Sudah saatnya calon kepala daerah berhenti mengandalkan janji manis “gratis” dan fokus pada pengembangan ekonomi yang bisa menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan kualitas hidup rakyat. (*)