Oleh: M. Afrisal l. Jen
_______________
MENJADI seorang guru bukan hanya sekadar tentang menyampaikan materi pelajaran. Akan tetapi Lebih dari itu, karena peran guru adalah menggali potensi-potensi siswa yang dipercayakan kepadanya. Di setiap langkahnya, guru membawa harapan, keyakinan, dan pengabdian yang dalam. Tugasnya tidak hanya sekadar mengajar, akan tetapi juga membentuk karakter siswa, menjadi pendengar, pembimbing, dan penguat, walaupun mungkin saja dia sendiri juga butuh pendengar atau penguat di tengah berbagai masalah yang dialaminya sendiri.
Dalam diam, suara hati guru berkata, “Apakah cukup apa yang kuajarkan hari ini? Apakah anak-anak ini paham, atau hanya mendengar tanpa memahami, Lantas pulang begitu saja? Atau apakah yang kuajarkan selama ini mereka sebatas formalitas hadir dan mengikuti pelajaran serta menghabiskan uang jajan yang diberikan oleh orang tua mereka saja tanpa ada hasil? Tidak jarang, dia merasakan kegelisahan jika ada di antara murid-muridnya yang tampak putus asa atau terabaikan. Di balik senyum dan sapaan hangat, ada banyak kekhawatiran, karena seorang guru ingin setiap anak merasa diterima dan dihargai, serta sukses, meskipun mereka datang dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Guru tahu bahwa dia tidak hanya berhadapan dengan segala tuntutan sekolah atau kurikulum dan rencana pelajaran yang ada. Akan tetapi dia juga harus merangkul keterbatasan fasilitas yang kadang kurang memadai, ruang kelas yang kurang kondusif, dan perhatian yang perlu dibagi. Namun, dia tetap berdiri dengan teguh. Di sela-sela kebisingan kelas, dalam tugas yang kadang terasa monoton, ada kehangatan yang tulus di hatinya, sebuah keinginan agar anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat, cerdas dan sukses
“Bukan hanya angka yang penting,” bisiknya pada diri sendiri, “tapi apakah mereka siap menghadapi dunia, apakah mereka tahu bagaimana menghargai sesama?” Sering kali, seorang guru menyadari bahwa tantangan bukan hanya berasal dari kelas, tetapi dari ekspektasi yang dibebankan kepadanya sebagai pendidik, dia dituntut untuk menjadi sempurna, untuk bisa membimbing setiap siswa, apalagi di era modern 4.0 saat ini, yang penuh dengan berbagai tantangan.
Namun, di balik segala tantangan yang ada, ada kepuasan yang tak terhingga ketika seorang siswa berhasil memahami materi yang diajarkannya, atau ketika mereka datang dan berkata, “Terima kasih, Ibu/Guru.” Suara hati guru, meski kadang bergetar di tengah keraguan dan lelah, selalu menemukan kekuatan baru dalam senyuman siswa-siswanya. Setiap hari adalah perjalanan baru, dan bagi seorang guru, tidak ada hadiah yang lebih besar selain melihat anak-anak yang diajarnya tumbuh menjadi generasi yang lebih baik.
Pada akhirnya, suara hati guru adalah suara penuh kasih, ketulusan, dan harapan. Meskipun sering terbungkam oleh tuntutan dan kesibukan, dia tetap hidup di dalam hati, menjadi semangat yang menguatkan mereka untuk terus mengajar, membimbing, dan memberi. Karena baginya, menjadi seorang guru adalah panggilan jiwa, bukan sekadar profesi belaka. (*)