(Bergeraklah Mahasiswa)
Oleh: Edy kurniawan
______________
MENGINGAT kembali kebebasan berpikir yang dianjurkan Voltaire, seorang sejarawan sekaligus filsuf yang berpengaruh di Prancis pada saat itu, yang hingga kini masih relevan bagi mahasiswa sebagai instrumen paling krusial agar bisa berani berpendapat. Kebebasan berpikir dan berpendapat yang ditekankan oleh Voltaire adalah hak dasar setiap orang atau individu untuk mengatakan pendapat, tanpa
harus takut diadili dan dikekang
oleh otoritas tertentu.
Pemikiran ini sangat relevan dengan kehidupan sebagai mahasiswa karena kebebasan berpikir dan beropini menjadi landasan utama bagi proses pembelajaran dan fortifikasi intelektual. Dua hal di atas adalah esensi dari pendidikan yang sebenarnya-dimana mahasiswa tidak hanya menerima persoalan tetapi juga lebih berani mempertanyakan dan menciptakan proposisi solutif. Jika kampus benar-benar menjaga this principel, mahasiswa akan merasa dihargai juga kampus akan lebih menjadi demokratis dan inklusif.
1. Kebebasan berpikir dan berpendapat harus menjadi hal utama dalam kehidupan mahasiswa. Tetapi dalam banyak kasus seringkali kampus melarang dihuninya oleh orang-orang merdeka dan justru mereka dikekang habis-habisan juga para birokrat kampus sering mengabstain mereka yang kritis pada hal-hal yang perlu disuarakan, apalagi pembatasan diskusi publik misalnya mahasiswa enggan menyuarakan ketidaksetujuan terhadap kesewenangan dosen dan para birokrat kampus. Saran saya adalah mereka perlu belajar kembali
dari undang-undang no 39 tahun 1999 pasal 68: “setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berpendapat dan berekspresi sesuai hati nurani”.
2. Dualisme antara retorika dan orasi. Kampus mungkin sering mengadakan diskusi bebas dan mimbar bebas namun di lain hal, ketika kritik sudah sampai ke isu-isu sensitif seperti public policy government yang seringkali membuat resah the people. Hal ini menjadi hal yang akan mengintimidasi mahasiswa yang dilakukan oleh mereka yang tak tahan kritik atau bisa dibilang antikritik.
3. Mahasiswa adalah agen perubahan atau bisa juga dibilang pelopor gerakan revolusioner. Karena dianggap sangat militan ketika melakukan ofensif oleh mereka yang duduk santai dan hanya
melakukan karikatur, juga mahasiswa adalah arbiter setelah MA dan MK, meskipun mereka eternal oppositionist yang selalu menjaga establishment mereka yang Ltidak lain adalah idealisme yang
selalu turun temurun bagi kaum pemuda sesuai eksponen tertentu.
Juga mahasiswa adalah pedang utama yang melakukan orientasi emansipasi bagi mereka yang terpinggirkan karena kemiskinan dan perlu menentang adanya alienasi bagi mereka yang selalu kritis setiap saat, akibat dari perlawanan terhadap fabrikasi.
Bagi saya, sebagai sesama mahasiswa
sangat perlu melakukan social movement yang lebih masif agar kuping mereka yang selalu menjadikan para mahasiswa, pemuda, pelajar hanya untuk duduk diam dan belajar. Justru di dalam pendidikan tujuan utamanya adalah memanusiakan
kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak holistik melalui konsientisasi. Juga memerdekakan mereka sebagai pembelajar. Membahas hal ini mengingat juga terkait dengan represif aparat yang
semakin tidak manusiawi, mahasiswa
hanya membawa suara bukan senjata, protes kita tajam tapi tidak melukai.
Mereka yang tendensius dengan pihak borjuis tak akan pernah bersih dari dosa yang mereka nikmati itu. Mereka sebagai
aparat seharusnya bersama kita (mahasiswa, pemuda dan pelajar) untuk melakukan kudeta terhadap para borjuis yang sering meresahkan kaum proletar dalam hal sengketa agraria. Tetapi apalah
daya mereka yang berseragam tidak jauh lebih mirip binatang sirkus yang sering dipukuli oleh majikannya karena tak mau
nurut.
Mereka juga perlu belajar dari undang-undang no 9 tahun 1998 pasal 2 ayat 1: ”setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. (*)