Polmas  

HIPMI: Empat Paslon Gubernur Malut tak Punya Strategi Pengembangan UMKM yang Konkret

Logo HIPMI. (Istimewa)

SOFIFI, NUANSA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara menggelar debat terbuka perdana untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara di Sofifi, Selasa (12/11).

Debat bertajuk “Penguatan Daya Saing Ekonomi Daerah Melalui Pengembangan Sosial Budaya”, ini diikuti oleh empat pasangan calon, yakni paslon nomor urut 1 Husain Alting Sjah-Asrul Rasyid Ichsan, nomor urut 2 Aliong Mus-Sahril Thahir, nomor urut 3 Muhammad Kasuba-Basri Salama, dan nomor urut 4 Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe.

Empat paslon gubernur telah memaparkan visi misi serta program prioritasnya. Salah satu subtema yang dibahas yaitu soal ekonomi. Namun, warga Malut merasa belum puas dengan paparan empat paslon terkait strategi pengembangan UMKM.

Ketua HIPMI Kota Ternate, Fitrah Akbar Muhammad, mengatakan keempat pasangan calon tidak mampu memaparkan program pengembangan UMKM yang konkret dan berjangka panjang, justru hanya berbicara dalam tataran normatif.

“Terkait pengembangan UMKM, keempat paslon tidak ada yang memaparkan langkah konkret dan berjangka panjang. Semua bicaranya hanya dalam hal-hal yang bersifat normatif,” ujar Fitrah.

Sebagaimana diketahui, investasi pertambangan di suatu daerah harus melibatkan UMKM (pengusaha) lokal sebagai bagian dari proses bisnisnya, akan tetapi mayoritas tambang di Maluku Utara tidak melaksanakan hal tersebut dengan baik.

“Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah daerah adalah perlindungan dan advokasi ke pertambangan agar melibatkan UMKM lokal, karena 80-85 persen UMKM yang terlibat di tambang itu semua UMKM dari luar Maluku Utara,” tuturnya.

Selain itu, kata dia, kalau spesifik berbicara UMKM sektor pengolahan yang kurang adalah dukungan pemerintah dalam menghadirkan rumah produksi atau pabrik bersama, sehingga semua produk olahan UMKM bisa memiliki standar produksi sesuai dengan aturan BPOM.

“Masalah lain UMKM lokal adalah soal registrasi BPOM yang sulit didapatkan, karena keterbatasan rumah produksi atau pabrik bersama, sedangkan sudah menjadi standar BPOM bahwa sterilisasi tempat produksi salah satu indikatornya,” ucapnya.

“Kemudian, bagaimana bantuan-bantuan UMKM itu harus tepat objek dan tepat subjek, karena selama ini Pemerintah Provinsi Maluku Utara selalu melakukan kekeliruan dalam pemberian bantuan usaha. Kenapa UMKM kita stagnan dan tidak berkembang, karena bantuan yang diberikan pemerintah keliru secara objek dan subjek, harus ada bentuk verifikasi dan validasi dengan melibatkan berbagai pihak yang kompeten di bidangnya,” pungkasnya. (tan)

Exit mobile version