SOFIFI, NUANSA – Pemerintah Provinsi Maluku Utara saat ini diperhadapkan dengan beban utang hingga triliunan rupiah. Utang tersebut di antaranya utang pihak ketiga dan Belanja Bagi Hasil (BBH) kabupaten/kota.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Malut, total utang Pemprov mencapai Rp2,4 triliun, dan telah berhasil merealisasikan sebesar Rp1,5 triliun, dengan rincian utang DPA Induk 2024 sebesar Rp303,07 miliar (realisasi 100%), utang perubahan 2024 senilai Rp401,57 miliar (realisasi 71%).
Kemudian, utang DBH kabupaten/kota Rp583,25 miliar (realisasi 53%), BBH kabupaten/kota 2024 Rp279,72 miliar (realisasi 27%), multiyears Rp562,75 miliar (realisasi 69%), dan Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Rp274,96 miliar (realisasi 74%) .
“Dari total utang tersebut, realisasi pembayarannya hingga saat ini mencapai Rp1,56 triliun,” ujar Kepala BPKAD Malut, Ahmad Purbaya, Jumat (10/1).
Mantan Kepala Inspektorat ini mengatakan, penyelesaian utang menjadi prioritas utama sesuai arahan Pj Gubernur Samsuddin Abdul Kadir.
“Kami telah menyurati seluruh pimpinan OPD untuk mengutamakan pengajuan pembayaran utang ke BPKAD, terutama menjelang akhir tahun 2024,” ucapnya.
Langkah ini, kata dia, merupakan bagian dari upaya membangun kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah.
Dengan penyelesaian utang secara bertahap, diharapkan Pemprov Maluku Utara mampu menciptakan stabilitas fiskal yang lebih baik di masa mendatang.
Di samping itu, pihaknya sangat berharap DBH dari pemerintah pusat senilai Rp410 miliar dapat direalisasikan 100 persen. Namun, pihaknya telah mendapat laporan di tahun 2025, bahwa pemerintah pusat bakal menyuntik dana senilai Rp180 miliar.
“Utang tetap menjadi prioritas pemerintah daerah. Jadi ketika adanya kepala daerah yang baru, nanti tidak terbebani lagi utang yang lebih besar,” pungkasnya. (ano/tan)