Oleh: Jesly Potoboda
Sekfung Pendidikan Kader GMKI Ternate
____________________
MENINGKATNYA kasus bunuh diri di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan betapa seriusnya persoalan kesehatan mental di masyarakat. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional Polri, pada tahun 2022 tercatat sebanyak 826 kasus bunuh diri, angka ini naik menjadi 1.350 kasus pada tahun 2023. Sementara itu, hingga Oktober 2024, jumlah kasus telah mencapai 1.023, dan gantung diri menjadi salah satu cara yang paling sering digunakan.
Awal bulan Januari tahun 2025, terdapat rentetan peristiwa maraknya kasus bunuh diri. Salah satu yang paling mencuri perhatian publik adalah seorang TNI yang gantung diri diduga akibat harga mahar yang mahal. Di Kota Ternate, seorang mahasiswi ditemukan meninggal dunia setelah berselisih dengan pacarnya. Adapula seorang pria asal Halmahera Utara yang tewas di gudang, Kelurahan Marikrubu, Ternate.
Ini menggambarkan dukungan sosial menjadi indikator penting untuk menjaga kesehatan mental agar tidak merasa terpuruk atau bahkan depresi terhadap kondisi ini.
Banyaknya kasus kematian dengan cara bunuh diri mencerminkan ada tekanan batin yang dirasakan seseorang tanpa mengenal profesinya, misalnya seseorang dengan latar belakang militer, tukang ojek, bahkan mahasiswa. Adapun indikator penyebab keputusan fatal itu diambil tentu dengan berbagai alasan yang berbeda-beda mulai dari tuntutan hidup, pendidikan, masalah asmara hingga melemahnya nilai spiritualitas karena relasi yang jauh dengan sang Pencipta.
Selain itu, persepsi masyarakat terkait isu kesehatan mental masih menjadi penghalang besar bagi mereka yang membutuhkan bantuan. Ini disebabkan mereka yang memiliki gangguan mental, frustasi, depresi akibat beratnya beban hidup, seringkali disalahartikan dengan frasa “Lemah” atau tidak mampu mengelola hidup mereka. Padahal mereka justru membutuhkan dukungan dan empati dari orang terdekat. Akibat dari lemahnya komunikasi dan interaksi dengan orang terdekat, sehingga mereka merasa terisolasi dan tidak memiliki tempat untuk mencurahkan isi hati dan berdampak pada keputusan fatal yang dilakukan dengan cara bunuh diri.
Untuk meminimalisir maraknya kasus bunuh diri, perlu kerja sama semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan edukasi tentang Kesehatan Mental yang tersistematis dan menyeluruh di berbagai profesi dan kalangan usia, termasuk mengubah persepsi bahwa yang mengalami gangguan kesehatan mental adalah mereka yang membutuhkan dukungan sosial. Di sisi lain, keluarga dan komunitas juga memiliki peran penting untuk memberikan empati sehingga menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi individu yang mengalami frustasi.
Tanpa kita sadari adanya kasus bunuh diri yang kian merajalela ini seperti satu bentuk sinyal bagi kita semua. Penanganan Kesehatan Mental harus menjadi skala prioritas utama demi mencegah kehilangan nyawa yang seharusnya bisa dihindari. Dengan pendekatan yang lebih intens dan dukungan yang memadai antar sesama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat secara mental dan emosional di kalangan masyarakat. (*)