Hukum  

Terkait Kasus BPRS, Kejari Halmahera Selatan Pertanyakan Hasil Audit BPKP

Kepala Kejari Halmahera Selatan, Ahmad Patoni. (Amrul/NMG)

LABUHA, NUANSA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Selatan mempertanyakan hasil audit atau temuan kerugian negara dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Kredit Macet pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Saruma yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Maluku Utara dan koordinator pengawas (Korwas).

Kepala Kejari Halsel, Ahmad Patoni, mengatakan kasus tersebut sudah ada pengembalian kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku Utara.

“BPKP mengatakan ada kerugian Rp8 miliar, sedangkan hasil BPKP Malut itu mengatakan korwasnya sudah ada pemulihan. Jadi pertanyaan saya kenapa Kepala BPKP Malut dengan korwasnya berbeda, tanyakan ke sana. Ini mana yang benar sih?” ujarnya.

Ia menegaskan, untuk sampai pada proses penetapan tersangka atau penahanan, tentu harus dilihat dari bukti-bukti yang kuat. Apalagi kasus BPRS saat ini masih dilakukan pendalaman setelah ada petunjuk dari Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.

“Hasil gelar perkara ke Kejati itu suruh di dalami lagi, karena itu terkait ada perbankannya, kemudian uangnya sudah dikembalikan semua. Jadi kerugian negara gak ada, sudah dipulihkan,” tutur dia.

Sehingga pihaknya beralasan untuk kemudian melakukan penahan tindakan tipikor, minimal paling utama adalah bagaimana kerugian negaranya.

“Yang pertama, perbuatan melawan hukum (PMH), kedua kerugian negara. PMH kalau kerugian negara gak ada, ya gak bisa. Kalau dua-duanya udah masuk, baru naik. Di sini PMH-nya ada, tetapi kerugiannya gak ada” ujar mantan JPU kasus penyiraman air keras Novel Baswedan ini.

Kejaksaan Negeri saat ini sedang melakukan pendalaman, sehingga pihaknya belum dapat menyimpulkan apakah kasus tersebut dihentikan atau diteruskan.

“Pendalaman yang kami lakukan saat ini, misalkan pemeriksaan ahli keuangan negara, bagaimana kerugian negara itu. Kemudian ahli perbankan bagaimana? Terkait kasus korupsi yang sudah dikembalikan, sudah dipulihkan, apakah menurut ahli keuangan negara itu bisa diteruskan proses pidananya? Kenapa, karena ketika mengenai perkara itu menggunakan keuangan negara lagi,” jelasnya.

Dalam penjelasannya, ia mengutip pernyataan Presiden Prabowo dan menteri hukum mengenai kerugian negara pada suatu kasus korupsi. Di mana kerugian negara harus dikembalikan.

“Ini kan pimpinan di atas sudah posisi seperti itu, kasus BPRS Saruma pada posisi yang sama. Kalau misalnya BPRS itu kami harus mengambil atau memutus dengan bijak, apakah naik atau dihentikan,” kata dia.

Di sisi lain, ia mengatakan jika kasus korupsi BPRS sandaran hukum yang digunakan adalah Undang-undang Perbankan, maka kasus tersebut diserahkan ke OJK, sebab bukan kasus tipikor.

“Kalau Perbankan, ya penyidikannya kami serahkan saja kepada OJK, karena bukan tipikor,” pungkasnya.

Kejati Maluku Utara Beri Petunjuk

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara memberikan sejumlah petunjuk ke Kejari Halmahera Selatan terkait kasus dugaan TPPU kredit macet pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Saruma. Sejumlah petunjuk tersebut keluar setelah dilakukan ekspose perkara baru-baru ini.

Ini diakui Kasi Pidsus Kejari Halsel, Ardan R Prawira pada Nuansa Media Grup (NMG). Menurutnya, berdasarkan petunjuk dari Kejati itu, pihaknya akan melengkapi sejumlah bukti dan selanjutnya dibuat gelar perkara.

“Kami akan jalankan proses hukum sesuai dengan petunjuk Kejati. Apa saja petunjuknya saya tidak bisa sampaikan, karena masuk dalam pokok perkara. Kami telah berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini, apalagi sudah masuk tahap penyidikan” tegasnya.

Ardan juga membantah anggapan publik bahwa kasus BPRS ini akan dihentikan. Kata dia, sejauh ini penyidik terus melakukan pendalaman, termasuk melengkapi petunjuk Kejati Maluku Utara.

“Jadi belum ada keputusan apakah dihentikan atau dilanjutkan. Yang jelas kami akan terus melakukan pendalaman. Kalau soal pengembalian kerugian yang dilakukan kontraktor Farid Abae, itu kami belum bisa masuk,” ujarnya.

Ia menambahkan, proses pengembalian kerugian negara dilakukan dua tahap, pertama saat proses hukum masih penyelidikan dan tahap kedua ketika proses hukum sudah masuk penyidikan.

Sekadar diketahui, informasi yang dihimpun menyebutkan, pinjaman ratusan miliar di BPRS tersebut diduga sebagiannya digunakan untuk kepentingan pilkada Halmahera Selatan periode sebelumnya dan akhirnya terjadi temuan hingga Rp15 miliar. (rul/tan)