Opini  

Peran Pemerintah dalam Kebijakan Perikanan Maluku Utara 

Oleh: Aprilyadi Agus Marsaoly
Mahasiswa Perikanan dan Kelautan Unkhair Ternate

_________________________

INDONESIA terletak di pusat Segitiga Karang Dunia, dengan wilayah perairan seluas 16 juta kilometer persegi yang menjadi habitat bagi 76% spesies karang dunia, lebih dari 3000 spesies ikan, dan berbagai spesies penyu, mamalia laut, dan hiu. Sumber daya alam dari laut ini sangat penting bagi kondisi perekonomian regional maupun global. Keberadaannya juga berpengaruh pada ketahanan pangan bagi 130 juta penduduk yang hidup di pesisirnya.

Maluku Utara merupakan sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kota provinsi ini terletak di Sofifi. Provinsi ini terletak di bagian timur Indonesia yang resmi terbentuk pada 4 Oktober 1999, yang sebelumnya menjadi kabupaten dari Provinsi Maluku bersama dengan Kabupaten Halmahera Tengah, berdasarkan UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor Tahun 2003. Jumlah penduduk Provinsi Maluku Utara pada pertengahan tahun 2024 mencapai 1.374.859 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebanyak 42 jiwa/km2.

Daerah Maluku Utara memiliki potensi sumberdaya daya alam (SDA) sangat melimpah, hasil alam ini meliputi cengkeh, pala, emas dan nikel yang menjadikan daerah ini sebagai daerah masuk-keluarnya investor besar untuk memperebutkan dan meraih keuntungan. Selain hasil bumi, ada juga hasil alam di bidang perikanan dan kelautan yang punya potensi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi daerah.

Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi, dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya.

Di Indonesia, menurut UU RI No. 31/2004, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 45/2009, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.

Umumnya, perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan pangan bagi manusia. Selain itu, tujuan lain dari perikanan meliputi olahraga, rekreasi (pemancingan ikan), dan mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan atau mengambil minyak ikan.

Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, pengeringan, atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis).

Hanya saja, praktek perikanan tangkap sering menjadi prihatin hari-hari ini. Sebab banyak oknum-oknum nelayan yang dengan sengaja menangkap ikan secara ilegal dan bahkan Sampai merusak (destructive fishing) yang menjadi rumah bagi biota laut. Hal ini melanggar regulasi (IUUF) diduga kuat masih terus terjadi di seluruh perairan Maluku Utara.

Dua praktik perikanan yang tidak terpuji dan dibenci banyak orang ini masih terus ada, karena daerah Maluku Utara adalah salah satu provinsi yang kurang mendapatkan perhatian utuh dalam tata kelola perikanan secara nasional. Hal tersebut dijabarkan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim. Dia menyebutkan bahwa, Maluku Utara menjadi korban dari kebijakan perikanan nasional yang sudah dibuat dan dijalankan Pemerintah Pusat.

Hal itu karena perairan Maluku Utara adalah salah satu paling potensial yang dimiliki Indonesia. Bahkan, perairan Maluku Utara bersinggungan langsung dengan empat Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Keempatnya adalah WPPNRI 714 (meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda), 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau), 716 (Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera), dan 717 (Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik) dan Laut Lepas Samudera Pasifik).

Menurut Abdul Halim, persoalan utama yang sampai saat ini belum dipecahkan, adalah kurangnya pemerintah menerapkan kegiatan pemantauan (monitor), pengendalian (control), dan pengawasan (surveillance) atau MCS sebagai parameter utama di bidang perikanan dan kelautan.

Bukan hanya persoalan itu yang menjadikan Maluku Utara sebagai korban kebijakan dari pemerintah, akan tetapi kehadiran perusahaan pertambangan yang mengambil hasil alam juga menyebabkan kondisi perikanan dan kelautan Maluku Utara semakin terpuruk. Sebab, bekas limbah tambang yang seharusnya ditampung justru dengan semena-menanya di leburkan ke laut.

Pertambangan kualitas air merupakan masalah lingkungan serius karena aktivitas pertambangan sering kali menghasilkan limbah yang mencemari air. Limbah ini dapat berupa bahan kimia berbahaya, logam berat, dan partikel lain yang dapat mencemari sumber air seperti sungai, danau, dan waduk. Akibatnya, hal ini dapat mengancam ekosistem perairan, menyebabkan kerusakan lingkungan, dan berdampak pada kesehatan manusia jika air tersebut digunakan untuk air minum atau keperluan domestik.

Pertambangan telah menjadi salah satu sektor utama dalam perekonomian banyak negara di seluruh dunia. Namun, pertambangan juga memiliki dampak lingkungan yang signifikan, terutama terhadap kualitas air. beberapa sumber pencemaran air oleh pertambangan adalah:

1. Pencemaran Limbah Tambang: Salah satu dampak utama pertambangan terhadap kualitas air adalah melalui limbah tambang. Ketika bahan galian seperti biji logam diekstraksi, limbah yang mengandung logam berat dan zat kimia berbahaya sering kali dilepaskan ke dalam sungai atau sumber air lainnya. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi air dan merusak ekosistem air.

2. Air Asam Tambang: Aktivitas pertambangan sering kali menghasilkan air asam tambang, yang terbentuk ketika batuan sulfida terpapar udara dan air. Air asam tambang sangat asam dan mengandung logam berat seperti besi dan seng, yang dapat merusak ekosistem perairan dan berdampak buruk pada kesehatan manusia jika diminum.

3. Sedimentasi: Penambangan sering kali menghasilkan erosi tanah dan sedimentasi. Lumpur dan partikel lainnya dapat mengalir ke dalam sungai, danau, dan waduk, menyebabkan air menjadi keruh dan mengganggu ekosistem air yang ada.

Untuk itu, pemerintah seharusnya mengambil peran dalam mengurangi dampak pertambangan terhadap kualitas air. Semisalnya, dengan melakukan kebijakan untuk mengurangi dampak pertambangan bagi perairan Maluku Utara, seperti :

1. Teknologi Pemurnian Limbah: Penggunaan teknologi pemurnian limbah yang efektif dapat membantu menghilangkan zat-zat berbahaya dari limbah tambang sebelum dibuang ke dalam lingkungan.

2. Pengawasan Ketat: Pemerintah dan badan pengawas lingkungan harus mengawasi aktivitas pertambangan untuk memastikan bahwa perusahaan pertambangan mematuhi peraturan dan standar lingkungan yang ketat.

3. Restorasi Ekosistem: Setelah pertambangan selesai, upaya restorasi ekosistem perairan harus dilakukan untuk mengembalikan ekosistem air yang rusak.

4. Penggunaan Alternatif Ramah Lingkungan: Mengembangkan teknologi pertambangan yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada bahan berbahaya adalah langkah penting.

Dengan tindakan yang tepat dan perencanaan yang bijaksana, kita dapat mengurangi dampak negatif ini dan menjaga kualitas air yang bersih dan sehat bagi generasi mendatang. Langkah-langkah konservasi dan pengawasan yang ketat sangat penting untuk melindungi sumber daya air kita dalam hal ini yang bertanggung jawab penuh adalah pemerintah. (*)