TERNATE, NUANSA – Front Marhaenis Sula memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara sebagai saksi dugaan korupsi anggaran belanja tak terduga (BTT) tahun 2021 senilai Rp28 miliar di Pemkab Sula.
Ketua Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Sula, Fandi, mengatakan kedatangan pihaknya di kantor Kejati untuk memenuhi panggilan penyidik.
“Dari beberapa rekomendasi saksi yang kami ajukan, pihak Kejati bidang Pidsus sudah mengantongi terkait beberapa poin bukti yang kita ajukan itu,” ucapnya didampingi Ketua GMNI Sula, Rifki Leko usai diperiksa penyidik, Jumat (14/2)
Menurutnya, yang belum dilakukan pemeriksaan yakni pemilik rumah yang menjadi kantor Partai Bulan Bintang (PBB) dan Sekretaris PBB Sula.
“Pemilik rumah kantor PBB dan sekretaris PPB yang belum mereka kantongi, selebihnya sudah mengantongi data itu,” katanya.
Ia menyampaikan, paling prinsip pihaknya mendesak Kejati Malut untuk tidak tebang pilih dalam penetapan tersangka kasus dugaan korupsi BTT Sula tahun 2021.
Ia juga mengungkapkan, M Yusri selaku Direktur PT Hab Lautan Bangsa sudah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditetapkan menjadi DPO.
“Sudah di-tracking sehingga beberapa alamat baik di Pangkep dan Makassar sudah mereka datangi untuk menelusuri keberadaan Yusri, namun sampai sejauh ini belum ditemukan yang bersangkutan,” jelasnya.
Menurutnya, Kejati Malut harus melakukan terobosan baru mengenai penetapan tersangka yang terlibat pada kasus ini.
“Sehingga tidak tebang pilih dan tidak ada kebal hukum bagi oknum lainnya yang benar-benar terlibat,” harapnya.
Sementara itu, Ketua GMNI Sula, Rifki Leko, menuturkan dalam memenuhi panggilan, pihaknya juga turut menanyakan perkembangan kasus ini.
“Penjelasan pihak Kejati Maluku Utara bahwa sudah ada pemanggilan terhadap oknum anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sula Lasidi Leko, namun beralasan sibuk,” katanya.
Menurutnya, Lasidi Leko mestinya ditetapkan tersangka karena berdasarkan bukti-bukti sidang di pengadilan, para saksi saat memberikan keterangan selalu muncul nama Lasidi Leko.
“Ini menjadi tuntutan keras kami agar segera ditetapkan tersangka, jangan biarkan Lasidi Leko ini kebal terhadap hukum dalam kasus korupsi BTT Sula ini,” tegasnya.
Terpisah, Kasi Penkum Kejati Malut, Richard Sinaga dikonfirmasi membenarkan pemeriksaan tersebut.
“Iya benar ada (pemeriksaan saksi), kita melakukan permintaan keterangan terkait tindak pidana korupsi yang berada di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula,” katanya.
Richard menyebutkan, Front Marhaenis Sula terdiri dari GPM dan GMNI telah memberikan informasi kepada Kejati beberapa hari lalu secara resmi ke PTSP.
Sehingga atas dasar penyampaian tersebut, pihaknya menindaklanjuti apa yang disampaikan, yaitu bukti tambahan terkait kasus BTT Sula.
“Karena ini sudah masuk ranah hukum, mau tidak mau kita harus menindaklanjuti apa yang disampaikan sesuai prosedur itu,” tambahnya.
Menurutnya, benar bahwa yang dimintai keterangan yakni ketua GMNI dan GPM, karena mereka menyampaikan informasi, yang menurut mereka ada kaitannya dengan penanganan perkara yang dilakukan Kejari Sula.
“Sehingga kita menghargai penyampaian tersebut, tapi karena ini masih dalam proses sehingga kita mintai keterangan mereka disampaikan juga secara prosedur yang berlaku,” tandasnya.
Sebagai informasi, kasus dugaan korupsi BTT (Belanja Tak Terduga) anggarannya senilai Rp28 miliar tahun anggaran 2021 yang dikelola oleh dua instansi yakni Dinas Kesehatan sebesar Rp26 miliar dan BPBD Rp2 miliar.
Pada kasus ini, Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula telah menetapkan oknum tersangka yaitu inisial MIH selaku mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), JPS sebagai pihak ketiga dan MB pegawai Dinkes Sula.
Berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate, telah terungkap sejumlah bukti diduga melibatkan pejabat lain dalam kasus ini.
Belakangan M Yusril selaku Dirut PT HAB Lautan Bangsa juga diseret sebagai tersangka dan kini berstatus DPO.
Sedangkan bukti tambahan yang diserahkan front GPM dan GMNI Sula awal pekan ini mencakup berbagai dokumen yang mengindikasikan adanya keterlibatan sejumlah pihak, termasuk bukti chat, pemalsuan dokumen, serta keterlibatan pejabat dan staf dalam distribusi dan pengelolaan anggaran BTT. (gon/tan)