PT WKM Diduga Jual Bijih Nikel Hasil Sitaan, KATAM Malut Ungkap Masalah Ini

Koordinator KATAM Maluku Utara, Muhlis Ibrahim.

TERNATE, NUANSA – Sudah saatnya masyarakat Maluku Utara sadar bahwa masih ada perusahaan tambang yang menggarap potensi nikel di daerah ini dengan cara yang tidak wajar. Jika masyarakat tidak melakukan perlawanan, maka sumber daya alam di daerah ini hanya dinikmati pihak tertentu, tanpa peduli dengan angka kemiskinan di Maluku Utara.

Baru-baru ini ada informasi menarik seputar perusahaan tambang yang patut diketahui publik luas. Ada salah satu perusahaan tambang yang diduga menjual ore nikel (bijih nikel) yang mana ore tersebut sudah disita negara. Informasi yang didapat di lapangan menyebutkan, ore yang disita untuk negara itu sebanyak 300 ribu ton. Belum diketahui secara jelas apakah semua ore yang disita itu sudah dijual oleh salah satu perusahaan tambang tersebut.

Perusahaan tambang diduga menjual ore itu adalah PT WKM. Sementara informasi yang beredar luas menyebutkan bahwa ada 90 ribu ton ore yang sudah dijual, hasil dari penjual ore itu mencapai puluhan miliar. Ore itu dijual pada akhir 2021.

Dugaan masalah ini mendapat respons Konsorsium Advokasi Tambang (KATAM) Maluku Utara. Koordinator KATAM, Muhlis Ibrahim menuturkan, bijih nikel yang dijual itu merupakan hasil sitaan pengadilan yang diserahkan kepada pemerintah daerah.

“Data yang kami dapat ada 90 ribu metrik ton ore nikel yang sudah dijual. Ore itu adalah milik PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT), yang telah siap untuk diproduksi. Namun dalam proses aktivitasnya, Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT KPT yang dikeluarkan oleh Pemda Haltim dicabut oleh Pemprov Malut, kemudian diserahkan kepada PT WKM. Konflik antar kedua perusahaan ini berujung pada putusan Mahkamah Agung (MA), dan PT WKM dinyatakan secara hukum sah untuk mendapatkan IUP tersebut,” ujarnya.

“Kami merasa sangat penting untuk menyuarakan hal ini. Masyarakat Maluku Utara harus pertanyakan 90 ribu ton lebih ore nikel yang telah menjadi aset pemerintah itu. Karena dalam hitungan kami, berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV) bahwa tongkang pengangkut ore, kerugian pemerintah daerah dari penjualan ore nikel itu, diperkirakan berkisar kurang lebih Rp30 miliar,” katanya.

Bukan hanya masalah itu, KATAM juga mempertanyakan dana jaminan reklamasi selama empat tahun. “PT WKM dalam menjalankan aktivitasnya, sejak tahun 2018 hingga 2022, terindikasi belum menyetor dana jaminan reklamasi selama 4 tahun. Dari hasil investigasi kami, Pemerintah Provinsi Maluku Utara lewat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2018, telah menyetujui dan menetapkan dana jaminan reklamasi sebesar Rp13.454.525.148,” tegasnya.

Kata Muhlis, hal tersebut juga tertuang dalam surat Pemerintah Provinsi Maluku Utara Nomor 340/5c./2018, perihal Penetapan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi Tahun 2018-2022. Namun, faktanya pihak PT WKM hanya melakukan sekali penyetoran, yakni pada tahun 2018 senilai Rp124.120.000. “Untuk itu, pemerintah penting untuk menagih dan menindak dengan tegas pihak PT WKM. Bilamana kewajiban tidak dipatuhi, sesuai dengan peraturan yang berlaku,” pungkasnya. (tan)