Opini  

Pelecehan Terhadap Anak Terus Terjadi, Kok Bisa?

Oleh: Khaizuran

_______________________
KASUS pelecehan seksual terhadap anak bak gunung es yang menyimpan segudang persoalan pelecehan seksual, khususnya pada anak di bawah umur. Bahkan, mirisnya aparat penegak hukum yang seharusnya mengayomi, melindungi justru turut menjadi tersangka.

Melansir dari kompas.com, kepala Biro Penerapan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, salah satu korban pelecehan seksual eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharm Lukman adalah seorang anak berusia 6 tahun. Beliau juga menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan ada 4 orang korban pelecehan dan 3 di antaranya merupakan anak di bawah umur. (Kompas.com, 13/03/2025).

Berdasarkan data hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 yang diluncurkan oleh Kemen PPPA menunjukkan bahwa sekitar 11,5 juta anak atau 50,78% anak usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan di sepanjang hidupnya. Bahkan dalam satu tahun terakhir, terdapat 7,6 juta anak mengalami kekerasan.

Buah busuk sistem sekuler

Keberadaan aparatur negara seharusnya menjadi tameng bagi masyarakat. Bahkan melindungi mereka dalam segala bentuk kejahatan, bukan justru terlibat di dalamnya. Melonjaknya kasus pelecehan juga menunjukan bahwa yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh kesalahan oknum semata, melainkan masalah sistemis.

Berulangnya kasus-kasus seperti ini adalah akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme yang menjadi peraturan dan standar hidup dalam berperilaku. Alhasil banyak di antara kaum muslim menjadi sekuler dan liberal, mereka merasa bebas melakukan apapun tanpa terikat aturan syariat.

Ide kebebasan berperilaku yang diagungkan ini menjadi alasan bagi mereka agar bebas berbuat apa saja, mereka lebih mengedepankan syahwat tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Selain iu, sanksi hukum yang mandul dan tidak memberikan efek jera bagi para pelaku pelecehan seksual.

Hal ini menunjukan bahwa sistem kehidupan sekuler yang diterapkan saat ini adalah rusak dan merusak. Tanda rusaknya sistem kehidupan adalah ketika manusia tidak lagi mengarahkan potensi naluri dan akalnya sesuai dengan syariatnya.
Ditambah lagi sistem pendidikan yang sekuler yang menyampingkan agama dari kehidupan. Bukan pondasi kehidupan tidak mampu mencetak generasi yang berkepribadian Islam, justru mencetak generasi yang dibalik gelar dan jabatan yang tinggi mereka tidak memiliki kesadaran dalam menjaga kehormatan diri dan orang lain.

Islam menyolusi

Islam adalah agama yang memiliki seperangkat aturan yang sempurna dan paripurna, sehingga mampu mengatasi segala bentuk persoalan umat manusia, termasuk masalah pelecehan atau kekerasan seksual.

Penerapan aturan Islam secara sempurna kecuali adanya negara yaitu khilafah, sebab khilafah adalah institusi penerapan Islam kaffah. Islam memiliki seperangkat cara untuk mengatasi masalah kekerasan seksual.
Ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan sistem Islam yang dilakukan negara menjadi langkah konkret mengatasi pelecehan seksual. Mekanisme ini bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah.

Pertama, dimulai dari sistem pendidikan Islam, konsep pendidikan Islam berdasar pada akidah Islam sehingga generasi yang lahir adalah generasi yang memiliki pola pikir yang bersandar pada pemikiran Islam dan pola sikap yang selalu terikat dengan hukum syara. Mereka tidak mudah melakukan maksiat karena mereka sudah terbayang betapa besarnya pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Kedua, khilafah menerapkan sistem pergaulan yang mana mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, baik sosial maupun privat. Seperti perintah kewajiban menutup aurat atau hal-hal yang merancang seksualitas, sebab rangsangan yang mempengaruhi naluri seksual (gharizah an-na’u) banyak datangnya dari luar. Laki-laki dan perempuan boleh berinteraksi pada hal-hal yang dibolehkan oleh syariat.

Ketiga, khilafah menerapkan sistem sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan seksual. Seperti pemberlakuan sanksi bagi pelaku pemerkosaan berupa had zina yaitu dirajam hingga mati jika pelakunya sudah menikah dan jika pelakunya belum menikah maka dijilid atau dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun .

Keempat, khilafah mampu melindungi masyarakat dari pemikiran (konten) rusak dan merusak media hanya difungsikan sebagai sarana dakwah dan propaganda yang menunjukan kemuliaan Islam dan mengedukasi umat dengan syariat Islam. Penerapan aturan Islam yang kaffah ini secara langsung membentuk masyarakat Islami sekaligus menjadi kontrol sosial dengan ber amar ma’ruf nahi munkar. Mereka saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan. Semua ini bisa dijalankan dan dapat diselesaikan ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam segala aspek kehidupan kita. Wallahu’alam. (*)