TERNATE, NUANSA – Tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) di kawasan Buku Deru-deru, Kelurahan Takome, Kota Ternate, menghadirkan sejumlah masalah. Hal ini disinggung Komisi III DPRD Ternate saat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, dan Disperkim Ternate, Senin (21/4).
Ketua Komisi III DPRD Ternate, M Syaiful, mengatakan pihaknya memberikan catatan penting kepada tiga OPD terkait tempat proses pembuangan akhir di Kelurahan Takome, yang mana hasil tinjauan DPRD beberapa waktu lalu menimbulkan banyak kekurangan.
“Mulai dari tata cara pengolahan, infrastruktur sampai pada ketersediaan peralatan yang perlu ditingkatkan, termasuk sarana prasarana. Namun menurut kepala DLH, lagi-lagi ini terkendala anggaran,” ujar Syaiful.
Meski begitu, pihaknya meminta pemerintah kota tetap fokus menyelesaikan masalah sampah di TPA, karena sudah melanggar aturan soal membangun rumah.
“Karena ada pemukiman yang sudah berdiri pada radius bahaya di lokasi TPA. Kami komisi III lewat tiga OPD ini perlu keseriusan persoalan penanganan,” katanya.
Kemudian, wakil rakyat juga meminta Pemkot menambahkan alat berat yang beroperasi di TPA, baik buldozer maupun ekskavator. Karena di lokasi TPA hanya satu yang beroperasi, sedangkan tiga lainnya tak berfungsi.
“Itulah yang menghambat proses pengolahan sampah, sehingga perlu dianggarkan. Untuk itu, kami berharap RDP ini harus ditindaklanjuti. Jangan hanya dibahas di atas meja,” ujarnya.
Selain itu, politisi Golkar ini juga menyentil terkait penarikan retribusi sampah. Menurutnya, sebanyak 34 ribu rumah di Kota Ternate harus ditagih biaya per rumah 10 ribu, termasuk di hotel dan lain-lain.
“DLH perlu ada inovasi. Kalau kos-kosan punya biaya retribusi hanya ditarik satu kali, padahal jumlah kamar kos-kosan misalkan 20 kamar walaupun tidak terisi semua, tapi paling tidak ada penarikan secara intens. Itu yang harus dilakukan DLH,” tegasnya.
Baginya, jika penarikan retribusi sampah ini merata, maka kesejahteraan petugas sampah akan seimbang, apalagi pekerjaan ini sangat berat. Terutama petugas pengangkut sampah.
“Di sisi lain, ditemukan bahwa petugas sampah berada di mobil tidak ada BPJS Kesehatan, sehingga kami minta DLH lebih memperhatikan persoalan tersebut,” pungkas, sembari meminta Dinas PUPR segera menindaklanjuti perbaikan jalan lingkar Pulau Moti yang dibangun lima tahun terakhir. (udi/tan)