LABUHA, NUANSA – Organisasi lintas iman menggelar talkshow bertajuk “Eco-Literacy: Kepemimpinan Kaum Muda Lintas Iman dalam Perubahan Iklim melalui Keadilan Gender” bertempat di Canga Matau Kebun Karet, Kabupaten Halmahera Selatan, Sabtu (21/6). Kegiatan ini bertujuan memperkuat peran pemuda lintas iman dalam menghadapi krisis lingkungan dan memperjuangkan keadilan gender.
Kegiatan ini diinisiasi oleh berbagai organisasi lintas iman, komunitas pemuda, serta didukung oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber penting, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halmahera Selatan, Asyiyah Maluku Utara, dan Ketua TP PKK Halmahera Selatan.
Sebanyak 35 peserta dari berbagai organisasi, termasuk Muhammadiyah, GMKI, PKK, pemuda Katolik, dan Osis, menyampaikan deklarasi dukungan terhadap penyelesaian pengelolaan sampah di Halmahera Selatan sebagai bentuk komitmen bersama. Talkshow ini juga menjadi ruang dialog antara peserta dan narasumber mengenai pentingnya pendidikan lingkungan, keadilan iklim, ecofeminism serta peran perempuan dalam menghadapi krisis iklim.
“Kegiatan ini berfokus pada pemuda dan perempuan lintas agama, dampak dari perubahan iklim dari seluruh dunia itu tidak memilih siapa yang akan kena dampak, tidak akan memilih agama apa yang akan kena dampak, akan tetapi semua bisa kena dampak dari perubahan iklim,” ujar Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan, via zoom.
Menurutnya, krisis lingkungan dan perubahan iklim kini menjadi tantangan utama yang dihadapi Indonesia. Melalui talkshow dan field trip ke pesisir pantai Labuha serta Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Halmahera Selatan, para pemuda dan perempuan lintas iman diajak melihat langsung permasalahan lingkungan, khususnya isu pengelolaan sampah.
“Melibatkan pemuda dan perempuan lintas iman dalam aksi nyata sangat penting untuk menciptakan solusi inklusif dan berkelanjutan. Kolaborasi ini juga memperkuat solidaritas antar kelompok agama dalam menjaga bumi,” ujar Koordinator Program SMILE Halmahera Selatan, Fadila Syahril.
Sementara itu, perwakilan DLH Winarni Mustafa menjelaskan, pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) di Desa Marabose, merupakan sampah yang berada di TPA yang diangkut 18 desa dari tiga kecamatan, yakni Kecamatan Bacan, Bacan Timur, dan Bacan Selatan. Itulah kenapa, petugas di TPA bekerja sesuai jam kerja. Selain itu, di TPA juga terdapat mesin pencacah dan mesin press sampah.
“Pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir belum maksimal, tetapi kami punya tempat pengolahan, ada buangan yang besar itu pemilahan kami, plastiknya kami pilah di situ, sebab petugas lapangan kami mengikuti jam kerja kantor, hari sabtu juga libur. Selain itu juga memiliki mesin pencacah plastik dan press plastik,” jelas Winarni.
Senada, Asyiyah Maluku Utara, Tati Sumiati menambahkan kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan dan memilah sampah harus dimulai dari diri sendiri dan dipraktekkan dalam rumah tangga, sebab sampah rumah tangga menjadi bagian dari tangung jawab bersama.
“Jika tidak bisa mengubah lingkungan sekitar, minimal kita harus memulai dari kita terlebih dahulu, dan di mulai pemilahan sampah organik dan non organik dari dalam rumah agar tidak bercampur,“ ucap Tati.
Ketua TP PKK Halsel, Rifa’at Al Sa’adah, menerangkan perubahan iklim merupakan sebuah urgensi yang harus dipahami, dan Eco Literasi merupakan salah satu isu krusial. Baginya, pendekatan individu berfokus pada tindakan dan kesadaran pribadi, individu yang memahami dampak perubahan iklim cenderung mengambil langkah-langkah kecil, seperti mengurangi limbah atau menggunakan transportasi ramah lingkungan.
“Tidak ada kata terlambat untuk memulainya, jadi tingkatkan diri sendiri terlebih dahulu lalu tularkan kepada keluarga yang ada di rumah, memperkenalkan bagaimana cara membuang sampah yang baik dan benar, minimal kita menyadarkan orang yang ada di sekita kita terlebih dahulu,” tandas Rifa’at. (tan)