Oleh: Ahmad Talib
Guru Besar Perikanan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dan Ketua Yayasan PUKAT-MU, Wakil Ketua Persatuan Ahli Pangan Indonesia (PATPI) Cabang Ternate
_________________
KEHADIRAN ulat atau larva dalam makanan umumnya menandakan proses dekomposisi atau pembusukan yang tidak terdeteksi. Konsumsi makanan yang sudah terkontaminasi ulat atau telur serangga dapat berisiko menimbulkan berbagai efek terutama pada kesehatan. Beberapa waktu lalu ada kasus yang menimpa produk MBG yang diperuntukkan oleh siswa-siswi di Kota Ternate, kasus tersebut bahkan mendapat respons dari pemerintah pusat dengan berkunjungnya Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Dante Saksono Harbuwono ke Kota Ternate. Beliau bahkan memberikan tanggapannya terkait sejumlah persoalan yang terjadi dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Ternate, termasuk dugaan keracunan 17 siswa SMK Negeri 5 dan temuan belatung di MTsN 1 Ternate. Dalam kunjungan tersebut sempat melihat dapur produksi serta peralatan yang digunakan pada prinsipnya semua memenuhi syarat. Namun perlu dipahami bahwa kasus belatung dan dugaan keracunan merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari pengolahan pangan yang tidak higienis. Produk pangan merupakan bahan pangan yang mudah sekali mengalami kerusakan (highly perishable food).
Oleh karena itu, faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan bahan pangan dan menjadi zona bahaya perlu diwaspadai. Danger zone adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan rentang suhu yang memungkinkan pertumbuhan bakteri patogen pada pangan. Suhu danger zone adalah antara 4,4°C hingga 60°C (40°F hingga 140°F). Dalam rentang suhu ini, bakteri patogen dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat, sehingga meningkatkan risiko keracunan pangan. Rentang suhu yang memungkinkan pertumbuhan bakteri patogen pada pangan adalah dengan memahami bahaya danger zone dan cara menghindarinya sehingga mengurangi risiko keracunan bahan pangan.
Seiring dengan hal tersebut, maka salah satu cara untuk memastikan produk pangan tersebut aman adalah dengan penyimpanan pada suhu yang aman. Rentang suhu yang memungkinkan pertumbuhan bakteri patogen pada produk pangan diantaranya adalah; (1) Pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella, E. coli, dan Campylobacter dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat pada suhu danger zone; (2) Risiko keracunan pangan jika tidak disimpan pada suhu yang aman, maka risiko keracunannya dapat meningkat; (3) Dampak kesehatan yang menyebabkan keracunan pangan dapat menyebabkan gejala seperti diare, muntah, sakit perut, dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Cara menghindari danger zone di antaranya adalah mengatur suhu; (1) Suhu adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen; (2) Waktu penyimpanan pangan pada suhu danger zone juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri pathogen semakin lama pangan disimpan, maka semakin besar risiko keracunan pangan; (3) Kelembaban juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen karena kondisi lembab lebih rentan terhadap pertumbuhan bakteri patogen serta; (4) pH juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen, karena bakteri patogen lebih suka tumbuh pada pH yang netral atau sedikit asam.
Tips untuk menghindari danger zone di antaranya adalah; (1) Gunakan termometer untuk memantau suhu pangan; (2) Simpan pangan pada wadah yang tertutup dan diberi label; (3) Jangan meninggalkan pangan pada suhu kamar terlalu lama serta (4) Pastikan pangan dipanaskan hingga suhu yang aman sebelum disajikan.
Dampak danger zone pada produk pangan di antaranya (1) Pertumbuhan bakteri patogen sangat memungkinkan pertumbuhan bakteri patogen pada pangan, sehingga meningkatkan risiko keracunan pangan; (2) Kerusakan pangan juga dapat menyebabkan kerusakan pangan, seperti perubahan tekstur, warna, dan rasa.
Dengan memahami konsep danger zone yang lebih luas maka kasus-kasus yang terjadi pada produk makanan bergizi gratis (MBG) dapat diminimalisir sehingga tidak terjadi lagi kasus belatung dan keracunan di Kota Ternate. Beberapa bakteri yang tumbuh pada produk pangan dalam danger zone antara lain: (1) Salmonella, bakteri ini dapat menyebabkan gejala seperti diare, muntah, sakit perut, dan demam. Salmonella dapat ditemukan pada pangan seperti daging ayam, telur, ikan dan produk susu; (2) Escherichia coli (E. coli): Bakteri ini dapat menyebabkan gejala seperti diare, sakit perut, dan demam. E. coli dapat ditemukan pada pangan seperti daging sapi, produk susu, dan sayuran; (3) Campylobacter: Bakteri ini dapat menyebabkan gejala seperti diare, sakit perut, dan demam. Campylobacter dapat ditemukan pada pangan seperti daging ayam, produk susu, dan air. (4) Staphylococcus aureus: Bakteri ini dapat menyebabkan gejala seperti muntah, diare, dan sakit perut. Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada pangan seperti daging, produk susu, dan makanan yang diproses. (5) Clostridium perfringens: Bakteri ini dapat menyebabkan gejala seperti diare, sakit perut, dan demam. Clostridium perfringens dapat ditemukan pada pangan seperti daging, produk susu, dan makanan yang diproses.
Bahaya jika dikonsumsi. Jika pangan yang terkontaminasi bakteri patogen dikonsumsi, maka dapat menyebabkan berbagai gejala dan penyakit, seperti: (1) Keracunan pangan seperti diare, muntah, sakit perut, dan demam dapat terjadi dalam beberapa jam setelah mengonsumsi pangan yang terkontaminasi; (2) Penyakit yang parah seperti pada kasus, keracunan pangan dapat menyebabkan penyakit yang parah, seperti gagal ginjal, sepsis, dan bahkan kematian; (3) Dampak jangka panjang seperti gangguan kesehatan kronis dan penurunan kualitas hidup.
Pencegahan. Untuk mencegah keracunan pangan, penting untuk: (1) Mengontrol suhu pangan simpan pada suhu yang aman, yaitu di bawah 4,4°C (40°F) atau di atas 60°C (140°F); (2) Mengawasi waktu penyimpanan pangan dan tidak disimpan terlalu lama pada suhu danger zone; (3) Menggunakan peralatan yang aman serta pastikan peralatan yang digunakan untuk menyimpan dan mengolah pangan bersih dan aman; (4) Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani pangan. Dengan memahami bahaya keracunan pangan dan cara pencegahannya, kita dapat lebih baik dalam menjaga keamanan pangan dan kesehatan tubuh.
Rekomendasi
Produk pangan merupakan produk yang mudah sekali mengalami kerusakan. Oleh karena itu diperlukan ketelitian, kepedulian serta kedisiplinan dalam mengolahnya karena kontaminasi produk pangan kapan saja bisa terjadi. Pemilihan bahan baku yang berkualitas, proses pengolahan yang tepat, tempat pengolahan yang sesuai standar, personal hygiene para karyawan, wadah yang digunakan sesuai standar, maka peluang kecil terjadi kontaminasi baik secara langsung maupun cross contamination. Kasus siswa keracunan dan belatung yang terjadi pada produk MBG di Kota Ternate merupakan kesalahan yang masih bisa diperbaiki di masa yang akan datang. Peran pemerintah daerah dalam mengawal program MBG merupakan harga mati, perlu melakukan upaya pembinaan, pelatihan dan penyiapan SDM serta rasa tanggung jawab bagi pengelola. Tidak ada kata terlambat untuk berbenah jika ada kesalahan prosedur cari titik kritisnya temukan masalah dan cari solusinya. Jika terdapat problem pada pemilihan bahan baku, maka perlu memilah dan memilih bahan baku yang berkualitas, sedangkan jika terdapat kesalahan pada proses penyimpanan maka danger zone atau zona bahaya yang memungkinkan pertumbuhan mikroba perlu ditekan. Dan jika terdapat problem pada packaging atau jalur distribusi maka perlu diperbaiki, tidak ada kata terlambat untuk menyiapkan bahan pangan yang berkualitas untuk mempersiapkan generasi emas 2045. Kita tidak mau anak-anak kita tidak mau mengonsumsi MBG karena kesalahan kecil mereka rela menahan lapar karena trauma atau mereka enggan makan karena makanannya kurang variatif. (*)