LABUHA, NUANSA – Hari masih sore ketika pesawat yang membawa Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, mendarat di Kabupaten Halmahera Selatan, Sabtu (6/9). Agenda utama kedatangannya sebenarnya adalah menghadiri resepsi Hari Ulang Tahun ke-90 Gereja Protestan Maluku (GPM) di Lapangan Samargalila, Labuha, yang dijadwalkan malam hari. Namun, seperti peribahasa sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, Sherly tak membuang waktu.
Bukannya menunggu hingga acara seremoni dimulai, ia memilih turun langsung meninjau program pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di beberapa titik. Dusun Rawa Badak di Desa Amasing Kota Utara menjadi persinggahan pertamanya.
Di sana, pemandangan yang tersaji justru membuat langkahnya terhenti. Rumah penerima bantuan sudah kosong, sebagian bangunan bahkan telah dibongkar. Namun, pekerjaan terhenti lantaran pekerja dan pemilik rumah belum sepakat soal upah 10 persen dari bantuan Rp50 juta untuk rumah dan Rp25 juta untuk dapur yang disediakan pemerintah.
Sherly tak menutupi kekecewaannya. Dengan nada tegas ia menegur Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) yang direkrut Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim).
“Kita ingin menyelesaikan masalah, bukan menambah masalah,” ujar Sherly.
Menurutnya, kesepakatan antara pemilik rumah dan fasilitator adalah hal mutlak. Tanpa hitam di atas putih, pembongkaran seharusnya tidak dilakukan.
“Buat kesepakatan jelas dulu. Bersedia—baru bongkar,” tegasnya.
Program RTLH, jelas Sherly, bukan sekadar proyek pembangunan fisik. Ia merupakan adaptasi dari Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kementerian PU yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya yang masuk kategori prasejahtera. Karena itu, masalah sekecil apapun di lapangan harus dicarikan jalan keluar, bukan dibiarkan menumpuk.
“Kalau ada kendala, sampaikan ke saya. Kita hadirkan solusi, bukan menumpuk masalah,” tegasnya.
Ditemani Wakil Bupati Halmahera Selatan, Helmi Umar Muchsin, Sherly melanjutkan kunjungan ke Desa Mandaong, Bacan Selatan. Di sana, ia kembali turun tangan—kali ini dengan sentuhan yang lebih hangat. Bersama Helmi, ia menyerahkan langsung bahan bangunan RTLH untuk keluarga Marhadi Lambehe.
Marhadi, yang tinggal bersama istri dan tiga anak di bawah satu atap rumah sempit, menyambut dengan mata berbinar. Kehadiran seorang Gubernur dan Wakil Bupati di halaman rumahnya bukan sekadar seremoni. Ada harapan nyata yang dibawa bersama tumpukan semen, pasir, dan material bangunan itu.
Sherly pun berbincang dengan keluarga Marhadi, mendengarkan cerita mereka tentang rencana pembangunan rumah yang segera dimulai. Senyum dan doa terucap, mengiringi langkah para pemimpin daerah itu meninggalkan lokasi.
Hari itu, Sherly bukan hanya Gubernur yang hadir di panggung perayaan ulang tahun gereja. Ia hadir juga di tengah denyut hidup warganya—mengingatkan bahwa tugas seorang pemimpin bukan berhenti di panggung seremoni, tetapi memastikan setiap program benar-benar menyentuh dan menyelesaikan persoalan masyarakat di akar rumput.