Opini  

Dana Desa Milik Pejabat atau Masyarakat?

Muhammad Kasim Faisal.

(Suatu Tinjauan Yuridis-Empiris)

Oleh: Muhammad Kasim Faisal

Akademisi STAI Alkhairaat

_______________

HALMAHERA Selatan merupakan suatu kabupaten di provinsi Maluku Utara yang dewasa ini mejadi bahan diskusi oleh kelompok-kelompok aktivis, praktisi, politisi hingga pada akademisi tentang jalannya pemerintahan saat ini. Praktek korupsi dalam kubu pemerintahan di lingkup birokrasi daerah dan desa masih menjadi budaya secara langsung maupun tidak langsung. Praktek korupsi di Kabupaten Halmahera Selatan tidak terlepas pisah dari penggunaan dana desa dari 249 desa yang tersebar di 30 kecamatan, dilihat dari beberapa tinjauan yuridis bahwa undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi dan undang-undang desa yang mengatur tentang penggunaan dana desa.

Kurun waktu 2025, berbagai macam persoalan dana desa menjadi sorotan utama dalam dugan penyalahgunaan (korupsi) dana desa sering tampil di dinding beranda informasi secara online serta terjadi berbagai bentuk gelombang protes dari masyarakat setempat terhadap pemerintah daerah melalui dinas terkait baik itu Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Inspektorat.

Secara pendekatan materil, praktek korupsi dana desa ternyata dilakukan secara sistematis dan terarah serta adanya keterlibatan oknum pemerintah daerah melalui dinas terkait hingga pada mengatasnamakan orang terdekat Bupati Halmahera Selatan. Dikutip dari jurnal Volkgeits Volume 9 yang diterbitkan tahun 2021 yang ditulis oleh Muhammad Zaki (Kadis DPMD Halsel, dkk) tentang “Optimalisasi Peran Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) menggunakan pendekatan metode Yuridis-Normatif” yang di dalamnya menerangkan bahwa APIP merupakan kunci pencegahan korupsi di Kabupaten Halmahera Selatan dengan tinjauan beberapa desa dan Masjid Agung Halmahera Selatan.

Dari hasil analisis tersebut di atas, yang digunakan untuk mengkorelasikan dengan pendekatan sekarang ini seperti terbalik 360 derajat dari kebijakan pemerintah daerah terhadap dugaan penyelewengan dana desa, sebagai tinjauan yuridis normatif beberapa desa di Halmahera Selatan seperti Desa Geti Lama, Desa Tabalema, Desa Air Mangga, Desa Tagia dan beberapa desa yang sekarang ini menjadi sorotan kita bersama. Selain itu, dalam mengamankan korupsi dana desa dari setiap kepala desa ternyata ada keterlibatan oknum dinas terkait serta menikmati penyelewengan dana desa tersebut.

Dikutip dari jurnal yang sama, terdapat sebuah pandangan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, menetapkan bahwa inspektorat daerah bertanggung jawab langsung kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Ketergantungan ini menggerogoti independensi APIP sebagai badan pengawas internal. Karena posisinya yang hierarkis di bawah kepala daerah, APIP seringkali menghadapi kendala dalam memberikan peringatan dini yang objektif tentang potensi korupsi, terutama ketika temuan audit menyangkut kepentingan kepala daerah. Situasi ini bertentangan dengan tujuan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), yang mengsyaratkan pengawasan independen untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas. Kurangnya independensi struktural membatasi kemampuan APIP untuk berfungsi secara efektif sebagai auditor yang netral dan objektif

Dari penjelasan di atas, bahwa keterlibatan saling melindungi oleh oknum dinas terkait terhadap kepala desa yang melakukan penyalahgunaan dana desa yang secara hukum formil termasuk pada unsur pidana korupsi ternyata sering dilakukan sehingga setiap kepala desa yang terlibat penyalahgunaan dana desa seakan kebal hukum dengan dalil “dekat dengan penguasa”.

Olehnya itu, dari suatu tinjauan subyektif pada kebijakan daerah tentang korupsi dana desa saat ini masih lemah dikarenakan terdapat beberapa indikator yang sering terjadi, di antaranya keterlibatan kebijakan DPMD dan Inspektorat lebih takut ke “TIM SUKSES” dibandingkan dengan sumpah jabatan dan kedaulatan rakyat. Selain itu, APIP perlu memperkuat kolaborasi dengan lembaga penegak hukum (APH) dalam menindaklanjuti temuan yang berpotensi meningkat menjadi kasus korupsi. Kerja sama ini tidak hanya menciptakan efek jera tetapi juga meningkatkan integritas pengawasan internal. Dengan mengadopsi strategi ini, APIP diharapkan dapat memaksimalkan perannya dalam pencegahan korupsi dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel di Kabupaten Halmahera Selatan. (*)