Oleh: Arlen Kattlen Bena
Kader GMKI Cabang Ternate
_________
TAK seperti zaman sebelum R. A. Kartini di mana para perempuan tidak diperkenankan untuk menempuh pendidikan, di era sekarang ini banyak wanita dapat mejalankan pendidikan dengan leluasa sebagaimana para laki-laki. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun sekelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan.
Pendidikan adalah proses penting untuk membawa seseorang menentukan keberadaannya di sebelah mana pada sebuah puncak pencapaian atau dengan pengertian lain bahwa pendidikan mempunyai peran penting bagi seseorang: semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi akhlak dan adab yang dimiliki seseorang tersebut.
Pendidikan sering kali diyakini merupakan batu loncatan seseorang ke dalam dunia kerja, namun kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan harapan setiap orang yang menempuh pendidikan sampai ke bangku perkuliahan demi mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka. Nyatanya ada sebanyak 1 juta lebih orang sarjana di Indonesia yang menganggur menurut data dari Badan Pusat Statistik di tahun 2025.
Dalam angka jumlah sarjana yang pengangguran sebanyak ini tidak tertera pasti berapa banyak perempuan dan berapa banyak laki-lakinya, namun perempuan memiliki potensi lebih besar untuk sulit mendapatkan pekerjaan.
Alasan yang menyulitkan perempuan untuk mendapatkan pekerjaan adalah adanya persyaratan tambahan yang sebenarnya tidaklah penting seperti tinggi badan, berpenampilan menarik, dan status pernikahan. Kemudian selain persyaratan tambahan yang tak begitu penting tadi, ada juga alasan lainnya yaitu beban ganda yang berarti jika perempuan sudah berkeluarga bekerja maka perempuan tersebut memiliki dua beban yaitu bekerja dan mengasuh keluarga. Semua hal tersebut dijadikan alasan karena ditakuti akan adanya masalah komitmen dalam bekerja.
Jika pendidikan adalah kunci seseorang memasuki dunia kerja maka banyak perempuan tak kalah untuk mendapatkan posisi-posisi bagus di dunia pekerjaan. Namun apabila kunci masuk ke dunia kerja bukanlah pendidikan, apakah pendidikan tinggi yang dimiliki seorang perempuan menjadi sia-sia? Tentu tidak, mengapa? Karena jika pendidikan tinggi yang didapatkan seorang perempuan tak membuahkan hasil di pekerjaan maka pendidikan tersebut akan menjadi bekal berguna bagi seorang perempuan untuk mengasuh anaknya di masa depan.
Untuk itu, kita perlu meningkatkan kesetaraan akses pendidikan bagi perempuan sejak dini; memperluas pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan industri; mendorong dunia kerja agar menerapkan sistem yang ramah perempuan seperti jam kerja fleksibel dan cuti melahirkan yang layak; memperkuat dukungan keluarga dan lingkungan sosial agar perempuan dapat berkarier tanpa meninggalkan tanggung jawab domestik; menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak menilai perempuan dari penampilan atau status; memperkuat peran pemerintah dalam membuat kebijakan afirmatif gender; serta menanamkan nilai bahwa pendidikan bukan hanya untuk mencari pekerjaan, tetapi juga untuk membentuk kepribadian, meningkatkan kepercayaan diri, dan mempersiapkan perempuan menjadi pendidik terbaik bagi generasi berikutnya. (*)