DARUBA, NUANSA – Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai menegaskan postur belanja dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD tahun anggaran 2026 disusun dengan lebih memihak terhadap masyarakat setempat. Hal ini guna menjamin pemerataan kesejahteraan, meski pemerintah pusat melakukan penyesuaian dan pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) secara nasional.
Plt Kaban Litbang Bappeda Morotai, Ahdad Hi Hasan, menyampaikan Pemkab Morotai tetap konsisten menerapkan prinsip anggaran berbasis kinerja dan keberpihakan kepada masyarakat dengan mengalokasikan belanja yang berdampak langsung, khususnya kelompok rentan.
“Meskipun semua daerah di Indonesia mengalami penurunan transfer dari pusat, Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai tetap memprioritaskan belanja yang berpihak kepada masyarakat, terutama masyarakat rentan,” ujar Ahdad, Senin (24/11).
Ahdad menerangkan, indikator keberpihakan tersebut tercermin dalam komposisi belanja KUA-PPAS 2026 yang telah diajukan ke DPRD. Dari total belanja Rp754,58 miliar, sebesar Rp509,62 miliar dialokasikan untuk kelompok belanja operasi yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja subsidi, serta belanja hibah.
“Selain itu, belanja bantuan sosial yang ditujukan untuk melindungi masyarakat rentan mencapai Rp21,79 miliar, yang merupakan angka tertinggi sepanjang Morotai menjadi kabupaten,” terangnya.
Menurutnya, penurunan TKD tidak mengurangi komitmen bupati dan wakil bupati untuk mengalokasikan anggaran yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia juga meluruskan terkait pemahaman publik bahwa belanja pegawai bukan hanya berkaitan dengan kesejahteraan ASN, tetapi juga menjadi instrumen fiskal yang memiliki multiplayer efek pada perekonomian lokal.
“Dua ribu lebih PNS Morotai dan seribu lebih PPPK di Morotai yang menerima gaji dan tunjangan, 99 persen membelanjakan pendapatannya di pasar lokal. Artinya, perputaran uang dinikmati petani, pedagang, nelayan, dan pelaku UMKM. Semakin besar perputaran uang di masyarakat, semakin kuat daya dorong ekonomi daerah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ahdad menjelaskan, belanja daerah tahun 2026 diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, mencerminkan kebijakan fiskal yang inklusif dan berorientasi pada hasil. Ahdad juga memaparkan tren belanja publik dalam tiga tahun terakhir, di mana pada tahun anggaran 2025, total belanja tercatat Rp793,01 miliar, dengan belanja operasi untuk sektor publik mencapai Rp500,9 miliar dan belanja pegawai Rp251,55 miliar. Sementara subsidi, hibah, dan bansos tercatat Rp6,34 miliar dengan sisanya digunakan untuk belanja modal.
Pada tahun anggaran 2024, total belanja mencapai Rp951,26 miliar dengan belanja operasi Rp587,6 miliar, belanja bansos Rp270 juta, hibah Rp33 miliar, dan subsidi Rp3 miliar. Sedangkan pada tahun anggaran 2023, total belanja berada pada angka Rp872,6 miliar dengan belanja operasi Rp488,9 belanja bansos Rp720 juta, subsidi Rp3,44 miliar, dan hibah Rp343 juta.
“Dari tren tersebut, belanja 2026 lebih berorientasi pada kepentingan publik serta mendorong sirkulasi uang yang lebih merata di tingkat lokal, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkeadilan, dan menyejahterakan,” tegasnya.
“Dari gambaran tersebut terlihat bahwa postur belanja 2026 benar-benar memprioritaskan kepentingan publik dengan harapan perputaran uang yang semakin merata dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang adil dan sejahtera,” sambungnya mengakhiri. (ula/tan)










