TERNATE, NUANSA – Kebijakan sekolah gratis tingkat SMA di Maluku Utara ternyata belum sepenuhnya berjalan di lapangan. Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, secara terbuka mengungkap masih adanya sekolah yang memungut uang komite dari siswa, meski pemerintah provinsi telah mengalokasikan Rp31 miliar dana BOSDA untuk menghapus pungutan tersebut.
Fakta itu disampaikan gubernur dalam Forum Kepala Daerah se-Maluku Utara yang berlangsung di Hotel Bela Ternate, Rabu (17/12) di hadapan para bupati dan wali kota dari 10 kabupaten/kota.
Gubernur menegaskan, seluruh SMA di Maluku Utara seharusnya telah bebas dari pungutan komite. Ia meminta masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota segera melapor apabila masih menemukan praktik penarikan iuran sekolah.
Namun, gubernur juga mengungkap persoalan struktural yang menjadi penyebabnya. Di sejumlah wilayah kepulauan seperti Pulau Rao dan Pulau Hiri, sekolah memiliki jumlah siswa yang sangat sedikit dan sepenuhnya bergantung pada guru honorer. Kondisi tersebut membuat dana BOS dan BOSDA tidak cukup untuk menutup biaya gaji guru, sehingga sekolah terpaksa memungut iuran dari siswa.
“Ini tidak boleh dibiarkan. Solusinya adalah penataan komposisi guru ASN dan honorer, supaya beban gaji tidak sepenuhnya ditanggung sekolah,” ujar Sherly.
Selain persoalan pungutan sekolah, gubernur juga menyoroti ketidakakuratan data sosial yang berdampak langsung pada program beasiswa provinsi. Dari target 1.000 mahasiswa penerima beasiswa, realisasi 2025 baru mencapai 540 orang, karena banyak siswa dari keluarga miskin tidak tercatat dalam kategori desil 1–4.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemprov Maluku Utara akan melakukan pemadanan data kependudukan Dukcapil dengan BPS, dan meminta seluruh kabupaten/kota menandatangani nota kesepahaman dengan BPS daerah agar data kemiskinan lebih valid.
Di hadapan para kepala daerah, gubernur menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang mencapai 39,1 persen tidak boleh hanya menjadi angka di atas kertas. Menurutnya, keberhasilan pembangunan harus diukur dari seberapa besar dampaknya terhadap akses pendidikan, pengentasan kemiskinan, dan keadilan layanan publik.
Forum Kepala Daerah ini diharapkan menjadi titik balik bagi pemerintah daerah untuk lebih jujur pada data dan lebih tegas dalam memastikan kebijakan provinsi benar-benar dirasakan masyarakat hingga ke pulau-pulau terluar Maluku Utara. (tan)
