NUANSA, WEDA – Ketua MAKAYOA Lingkar Tambang, Ardi Mahdi, mengkritik keras penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Maluku Utara yang dinilai tidak mencerminkan realitas ekonomi daerah.
Ardi menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang mencapai 33,19% didominasi oleh kontribusi sektor nikel, sehingga kesejahteraan buruh melalui Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) seharusnya berbanding lurus dengan angka tersebut.
“Pertumbuhan ekonomi kita luar biasa karena nikel. Oleh karena itu, UMSK harus ditetapkan berbanding lurus dengan pertumbuhan tersebut. Kami menilai pembahasan UMK kemarin tidak menggunakan formula yang sesuai dengan PP No. 49 Tahun 2025,” tegas Ardi Mahdi dalam keterangannya.
Ardi juga menyayangkan sikap dua serikat buruh yang terlibat dalam pembahasan UMP. Menurutnya, perwakilan tersebut tampil lemah dan gagal memperjuangkan hak-hak pekerja.
“Kami merasa mereka tidak mewakili buruh secara keseluruhan dan hanya mementingkan kepentingan sepihak,” lanjutnya.
Terkait kondisi di lapangan, MAKAYOA Lingkar Tambang meminta Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah untuk tidak hanya terpaku pada putusan UMP yang hanya naik 4,25%.
Ardi menambahkan, angka 4,25 % menandakan UMP Malut berada di angka Rp 3.552.000, sementara berdasarkan indikator kebutuhan hidup layak (KHL) masyarakat Malut berada di angka Rp 4.431.000.
“Oleh karena itu, kami mendesak agar dalam pembahasan UMSK mendatang, angka yang ditetapkan harus jauh lebih tinggi guna menjamin keadilan bagi buruh di sektor tambang,” pungkas Ardi. (red)
