Opini  

Jurus Menstabilkan Harga dengan Beras SPHP, Jaminan Pangan Masih PHP

Nurhikmah.

Oleh: Nurhikmah

____________

PROGRAM pemerintah dalam menstabilkan harga pangan melalui beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) kembali menuai sorotan. Program ini dianggap tidak menyelesaikan akar persoalan mahalnya harga beras yang terus menghantui rakyat, terutama kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Di tengah gejolak ekonomi dan daya beli yang terus tergerus, langkah pemerintah justru dinilai sebagai solusi tambal sulam yang belum menyentuh esensi problem pangan nasional.

Dilansir dari situs satudata.badanpangan.go.id/ (10/09/2025), Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa pemerintah memperluas distribusi beras SPHP guna menstabilkan harga beras yang melonjak di pasaran. Dalam keterangannya, distribusi beras SPHP telah menjangkau hingga 390.000 ton sejak awal tahun 2025. Ia menyebutkan bahwa upaya ini dilakukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam menjaga keterjangkauan harga beras untuk masyarakat luas.

Namun demikian, kenyataan di lapangan berkata lain. Banyak masyarakat mengeluhkan ketersediaan beras SPHP yang terbatas, kualitasnya yang menurun, serta efek stabilisasi harga yang tidak merata di seluruh daerah. Harga beras tetap melambung di sebagian besar pasar rakyat. Hal ini menandakan bahwa meskipun SPHP digencarkan, ketahanan pangan nasional masih bersifat semu atau sekadar PHP (Pemberi Harapan Palsu).

Jika ditelaah lebih dalam, masalah ini bukan hanya sekadar pasokan dan distribusi, melainkan sistemik-lahir dari sistem ekonomi kapitalisme yang bertumpu pada kepentingan pasar dan korporasi, bukan kepentingan rakyat. Lantas, bagaimana Islam sebagai agama dan ideologi politik memandang persoalan pangan, terutama dalam konteks stabilisasi harga dan jaminan ketercukupan pangan rakyat?

Stabilisasi Harga Pangan dalam Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme menjadikan negara sebagai regulator, bukan penanggung jawab utama pemenuhan kebutuhan rakyat. Dalam konteks pangan, negara hanya berfungsi sebagai pengatur pasar—tidak sebagai penjamin pangan. Maka tidak heran, ketika harga beras naik, negara hanya hadir melalui instrumen sementara seperti operasi pasar, subsidi terbatas, atau program seperti SPHP.

Lebih lanjut, penguasaan rantai distribusi pangan oleh swasta menjadikan harga kebutuhan pokok sangat bergantung pada mekanisme pasar. Negara justru sering menjadi pihak yang tunduk pada kepentingan korporasi besar dalam urusan pangan. Akibatnya, petani tetap merugi saat panen raya, dan rakyat tetap kesulitan membeli beras ketika harga melonjak.

Pendekatan SPHP pun sejatinya hanya menambal krisis, bukan mengatasinya. Sebab dalam sistem kapitalisme, kebijakan negara tidak dibangun atas asas kemaslahatan umat, tetapi lebih condong pada kalkulasi ekonomi dan stabilitas politik. Sementara itu, kebutuhan dasar seperti pangan menjadi barang komersial, bukan hak asasi yang wajib dipenuhi negara.

Islam Menjamin Kedaulatan dan Stabilitas Pangan

Dalam pandangan Islam, negara adalah pihak yang bertanggung jawab langsung dalam memastikan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan, terpenuhi dengan baik dan merata. Rasulullah SAW bersabda:

“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Islam tidak memposisikan pangan sebagai komoditas yang diatur oleh pasar, melainkan sebagai hak rakyat yang wajib disediakan oleh negara. Oleh karena itu, negara dalam sistem Islam (Khilafah) akan menerapkan kebijakan strategis jangka panjang untuk menjamin stabilitas harga dan keterjangkauan pangan.

Beberapa kebijakan Islam dalam menjamin ketahanan dan stabilitas pangan adalah:

Mengelola langsung lahan pertanian dan irigasi. Negara membuka akses kepada petani dan menjamin kemudahan bertani, termasuk distribusi pupuk, bibit, dan alat produksi.

Mengatur sistem kepemilikan tanah secara syar’i. Islam melarang praktik penelantaran tanah dan monopoli lahan oleh korporasi atau individu dengan kekuatan modal besar.

Menjamin distribusi pangan yang merata. Islam mendorong distribusi yang adil dengan peran aktif negara sebagai penanggung jawab, bukan sekadar regulator.

Mengelola harga sesuai kebutuhan rakyat, bukan pasar. Negara dapat menetapkan harga eceran tertinggi (HET) yang adil bagi produsen dan konsumen, serta membentuk cadangan pangan nasional sebagai antisipasi krisis.

Jaminan Pangan Bukan Sekadar Janji

Realitas saat ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme gagal menjamin kebutuhan pokok rakyat. Negara hanya hadir saat terjadi gejolak harga, itupun dengan solusi instan yang tak menyentuh akar masalah. SPHP yang dijadikan alat stabilisasi hanyalah bentuk intervensi sesaat, bukan solusi struktural. Jaminan pangan dalam sistem kapitalisme ibarat angin surga yang hanya singgah saat krisis lalu menghilang tanpa kejelasan.

Sementara itu, Islam telah memberikan sistem menyeluruh yang mampu menjamin kebutuhan dasar rakyat secara permanen, bukan insidental. Negara Islam (Khilafah) tidak mengenal konsep subsidi sebagai belas kasihan, melainkan sebagai kewajiban syar’i yang melekat pada peran negara. Dalam sistem Islam, negara bukan sekadar pembuat kebijakan, melainkan pelaksana langsung pemenuhan hajat rakyat.

Penutup

Sudah saatnya umat menyadari bahwa persoalan pangan bukan hanya masalah distribusi atau pasokan, melainkan masalah sistem. SPHP hanya akan menjadi PHP selama sistem kapitalisme tetap menjadi pijakan utama dalam pengelolaan negeri ini. Islam datang tidak hanya sebagai agama ritual, tetapi juga sebagai sistem kehidupan yang mengatur urusan rakyat dengan adil dan menyeluruh. Dengan kembali pada aturan Allah SWT, jaminan kesejahteraan, termasuk pangan, bukan lagi sekadar mimpi atau janji. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)