Hukum  

Sejumlah Dugaan Megakorupsi di Malut Diusut

ILUSTRASI KORUPSI

TERNATE, NUANSA – Negara menaruh perhatian serius pada pemberantasan korupsi. Itu sebabnya korupsi ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Meski begitu, praktik korupsi terus saja terjadi, termasuk di Maluku Utara (Malut). Tidak hanya di Pemprov, dugaan korupsi juga tumbuh di kabupaten/kota, sepertinya halnya di Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) dan Kabupaten Pulau Taliabu.

Pada 2017 lalu, anggaran Rp 4,2 miliar yang bersumber dari APBD Kepsul diduga dikorupsi. Duit sebesar itu dialokasikan ke pembangunan jembatan air bugis di Desa Autoponhia. Hanya saja, kegiatan yang dikerjakan PT. Kristi Jaya Abadi itu diduga bermasalah.

Tidak lama kemudian Polda Malut mengusut dugaan korupsi tersebut. Setelah melalui proses hukum yang panjang, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda menetapkan IH, Direktur PT. Kristi Jaya Abadi sebagai tersangka. Selain itu, rekanan atau kontraktor berinisial HT juga ditetapkan tersangka. Namun, tak lama berstatus tersangka, HT meninggal dunia, sehingga proses hukum terhadap HT dihentikan.

Belum lama ini berkas untuk tersangka IH diserahkan ke Jaksa Meneliti Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut. Beberapa hari lalu berkas tersangka IH dikembalikan (P19) ke penyidik Polda untuk dilengkapi. Pengembalian berkas tersangka itu diakui Dir Reskrimsus Polda, Kombes (Pol) Alfis Suhaili. “Kami sudah terima pengembalian berkas dari Kejati. Selanjutnya kami akan lengkapi petunjuk jaksa,” jelas Alfis.

Disamping melengkapi petunjuk jaksa untuk melengkapi berkas tersangka IH, penyidik juga terus melakukan pengembangan penyidikan. Hal itu dilakukan agar memastikan apakah masih ada pelaku lain atau tidak. “Nanti dalam tahap penyidikan kalua cukup bukti akan kita proses,” tegas Dir Reskrimsus.

Taliabu

Sementara di Kabupaten Pulau Taliabu, dana Rp 4 miliar lebih yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa atau yang disebut dengan dana desa (DD), justru diduga ditilep. Dugaan korupsi ini terjadi tahun 2017. Proses hukum berlangsung sudah beberapa tahun. Penyidik Reskrimsus Polda telah menetapkan mantan Kepala Bidang Perbendaharaan dan Kasda Pemkab Taliabu berinisial ATK sebagai tersangka.

Berkas tersangka dalam kasus tersebut sudah sempat diserahkan ke Kejaksaan Tinggi untuk diteliti. Pada 2020 lalu, Jaksa Peneliti Kejati Malut menganggap berkas tersangka belum lengkap sehingga dikembalikan (P19) ke penyidik Polda untuk dilengkapi.

Selain itu, menurut Kombes (Pol) Alfis, penyidik juga menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP). “Penyidik sementara penuhi petunjuk jaksa dan juga terus melakukan koordinasi untuk proses pemenuhan kasus ini,” katanya.

Penyidik dan BPKP juga sudah bersama-sama menghitung kerugian keuangan negara. Sementara ini dalam tahapan finalisasi. Koordinasi antara penyidik dengan BPKP jalan dengan baik. Sambil menunggu hasil audit, penyidik fokus mengumpulkan dokumen penting yang ada hubungannya dengan hasil pemeriksaan untuk dianalisa.

Selama penyelidikan hingga penyidikan, penyidik Polda telah memeriksa sejumlah Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kabupaten Taliabu.

Masalah diproses hukum lantaran diduga terjadi pemotongan DD di 71 desa di Pulau Taliabu. Masing-masing desa dipatok Rp 60 juta. Duit yang dipotong dari DD masing-masing desa itu kemudian ditransfer ke rekening CV. Syafaat Perdana di BRI Unit Bobong pada Sabtu 8 Juli 2017. CV Syafaat Perdana tersangka ATK.

Ternate

Di Kota Ternate juga terjadi dugaan korupsi. Yang sementara diusut Kejaksaan adalah dugaan korupsi anggaran Hari Olahraga Nasional (Haornas) tahun 2018 senilai Rp 7,8 miliar.Sejumlah saksi telah diperiksa dan status kasus sudah dinaikkan ke penyidikan. Artinya, penyidik Kejaksaan telah menemukan dua alat bukti yang cukup, selanjutnya akan ditetapkan siapa tersangkanya.

Belum lama ini Kasi Intel Kejari Ternate, Abdullah menegaskan akan melayangkan surat ke Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman untuk diperiksa sebagai saksi.Kegiatan Haornas yang digelar di Ternate tahun 2018 dengan total anggaran Rp 5,3 miliar, terdiri dari Rp 2,8 miliar APBD dan 2,5 miliar APBN. Lebih dari lima saksi telah diperiksa penyidikan Kejaksaan. Dari saksi-saksi yang diperiksa, sudah termasuk utusan Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Pemprov

Lain di Kepsul dan Taliabu, lain lagi dengan Pemprov Malut. Pada 2019 lalu diduga terjadi praktik korupsi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Malut. Jumlah anggaran yang diduga dikorupsi sebesar Rp 7,8 miliar. Dana sebesar itu harusnya untuk pengadaan Kapal Nautika penangkap ikan dan alat simulator.

Dugaan korupsi yang satu ini sementara diusut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut. Status kasus sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Tiga orang telah ditetapkan tersangka. Mereka adalah IY selaku mantan Kadikbud, ZH selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), RZ selaku Ketua Pokja 1 pada Biro Pengadaan Barang dan Jasa. Awalnya, IR selaku Direktur PT. Tamalanrea Karsatama pun sebenarnya sudah tersangka. Hanya saja, tersangka tersangka IR gugur karena memenangkan praperdilan baru-baru ini.

Penyidik Kejati Malut terus berupaya memperkuat materi penyidikan. Kamis (3/6), penyidik kembali memeriksa ZH, RZ dan IR sebagai saksi.Pemeriksaan tersebut diakui Kasi Penkum, Richart Sinaga. “Benar ada pemeriksaan saksi. Harusnya empat orang yang dipanggil untuk diperiksa, tapi IY berhalangan karena sakit,” jelasnya.

Kejati kelihatannya harus memperkuat penyidikan, setelah kalah praperadilan dari IR. Setelah menang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Ternate, status IR yang awalnya tersangka, resmi dicabut. Penyidik Kejati masih harus menemukan novum (bukti baru) jika ingin menjerat IR kembali.

Sebagaimana diketahui, proyek pengadaan Kapal Nautika di Dikbud Malut itu diperuntukkan di SMK swasta di Kebupaten Halmahera Timur. Sedangkan pengadaan alat simulator ditempatkan di SMK 1 Halmahera Barat, SMK Sanana dan SMK 1 Halmahera Selatan.(tim)