Daerah  

PUPR dan Perkim Malut Tunggak Utang Puluhan Miliar

Kantor Gubernur Maluku Utara. (istimewa)

SOFIFI, NUANSA – Jumlah utang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut), terbilang cukup besar. Utang yang belum dibayar Pemprov Malut terhitung dari tahun 2013 hingga 2020. Khusus untuk tahun 2020 saja Pemprov memiliki utang sebesar Rp 110 miliar lebih.

Jumlah Rp 110 miliar itu belum termasuk utang tahun sebelumnya, yakni dari tahun 2013 hingga 2019. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang paling banyak menyumbang utang pada tahun 2020 adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Berdasarkan pengakuan pihak PUPR, utang mereka sebesar Rp 64 miliar lebih.

Pengakuan pihak PUPR, berbeda dengan yang dicatat BPKPAD yakni sebesar Rp 56 miliar lebih. Fakta ini ditemukan tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Malut untuk laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur yang sudah menuntaskan tugasnya sekira tiga pekan lalu.

Pansus juga menemukan lemahnya kegiatan perencanaan dan pengawasan program fisik di PUPR. Hal itu akhirnya berdampak buruk terhadap fungsional dan kualitas pekerjaan. Pansus juga berharap agar dilakukan evaluasi secara ketat dan menyeluruh terhadap proses pengadaan barang dan jasa konsultan perencanaan dan konsultan pengawasan.

Dinas PUPR juga diharapkan taat pada peraturan pengadaan barang dan jasa dan peraturan pengelolaan keuangan daerah, sehingga tidak menimbulkan utang yang tidak lazim. Gubernur Malut juga diminta segera melakukan evaluasi kinerja Dinas PUPR, terutama pembengkakan nilai utang tahun 2020. Selain itu, Inspektorat diharapkan segera melakukan pengujian nilai utang tahun 2020 di PUPR.

Perkim

Setelah PUPR, OPD yang berada pada urutan kedua utang terbanyak pada tahun 2020 adalah Dinas Perumahan dan Kawasan Permukinan (Perkim). Hanya satu tahun saja, yakni tahun 2020, Perkim menunggak utang sebesar Rp 22 miliar lebih. Selain memiliki utang yang besar, Perkim diminta Pansus DPRD agar taat pada peraturan pengadaan barang dan jasa dan peraturan pengelolaan keuangan daerah, sehingga tidak menimbulkan utang yang tidak lazim.

Pansus juga menilai pengawasan PPK terhadap kualitas pekerjaan masih sangat lemah, juga termasuk masih lemahnya kemampuan menyelesaikan pekerjaan pihak ketiga. Setelah ditemukan sejumlah masalah tersebut, Pansus meminta Gubernur agar mengevaluasi OPD tersebut, terutama soal pembengkakan utang 2020. Selain itu, inspektorat juga diharapkan agar melakukan pengujian nilai utang tersebut. (kov)