Polmas  

Kisruh Tauhid-Jasri Ditanggapi Akademisi

TERNATE, NUANSA – Tidak harmonisnya hubungan Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman dengan Wakil Wali Kota (Wawali) Jasri Usman, mulai dibahas di mana-mana. Kisruh Tauhid dan Jasri menjadi pembahasan serius di sejumlah tempat, termasuk di kampus. Kedua pasangan ini baru dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada 26 April 2021 lalu.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Dr Helmi Alhadaar menanggapi buruknya komunikasi dan koordinasi Tauhid dan Jasri, sehingga berdampak pada hubungan yang tidak harmonis.

Menurut Helmi, pasangan dengan akronim Tulus ini sejak proses pencalonan lalu sudah kelihatan dipaksakan untuk dipaketkan. “Awalnya Tauhid digandengkan dengan Nursia. Tetapi karena ada kondisi politik yang berubah, sehingga muncul kompromi antara Tauhid dan Jasri, di mana Tauhid sudah diusung Partai NasDem dan Jasri memiliki PKB,” jelasnya.

Tauhid-Jasri juga pasangan yang paling terakhir dipaketkan dalam proses pencalonan Wali Kota dan Wakil Wali Kota lalu, yang tentu berbeda dengan tiga pasangan lainnya, di mana mereka sudah dari awal mendeklarasikan diri sebagai pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

“Dari awal memang sudah kelihatan Tauhid dan Jasri ini kesannya dipaksakan untuk berpasangan. Pada akhirnya berdampak pada tidak efektifnya komunikasi yang terbangun dari keduanya, karena keduanya memiliki kepentingan masing-masing,”ujar Helmi.

Jasri yang diusung PKB dan Tauhid yang diusung NasDem, kata Helmi, tentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Selain itu, pasti ada kompromi politik Tauhid-Jasri ketika pertama kali pemaketan. Kompromi itu kemungkinan ada hubungannya juga dengan pembagian kekuasaan di birokrasi. Jika kompromi-kompromi tersebut tidak terwujud, tentu akan menimbulkan masalah.

“Karena munculnya benturan kepentingan, lalu tidak ada kemampuan mengolah komunikasi, akhirnya melahirkan hubungan tidak cakap di permukaan publik,” tuturnya.

Masih menurut Helmi, setelah melihat keluhan Jasri yang sudah beredar luas ke publik bahwa ia tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, maka bisa saja Tauhid mengabaikan harapan-harapan Jasri. Di sisi lain, Tauhid tidak memiliki kemampuan membangun komunikasi dan negosiasi yang baik.

Tauhid, Helmi menilai, cenderung menggunakan gaya komunikasi komando. Padahal, mestinya Tauhid sudah harus peka melihat situasi yang muncul di birokrasi. Satu hal yang harus disadari Tauhid, bahwa komunikasi adalah hal penting untuk membuat pemerintahan lebih terbuka dan responsif, termasuk juga kepada masyarakat.

“Konflik Tauhid dan Jasri ini sudah pasti berdampak pada roda pemerintahan di Pemkot Ternate. Kalau ini dibiarkan hingga berlarut-larut, maka akan menimbulkan masalah besar. Apalagi program 100 hari kerja juga kelihatannya tidak maksimal, seperti penanganan sampah dan air. Belum lagi masalah covid-19,” kata Helmi menegaskan.

Ia menambahkan, Tauhid yang tidak memiliki kemampuan mengolah komunikasi yang baik, termasuk untuk merangkul Jasri, sudah pasti akan membuat orang nomor satu Pemkot Ternate itu mengalami kesulitan suatu saat nanti. Kasus dugaan korupsi anggaran Hari Olahraga Nasional (Haornas), juga pasti mempengaruhi konsentrasi Tauhid.

“Kita semua berharap masalah yang muncul ini cepat selesai, karena ini menyangkut citra Wali Kota. Jasri juga harus lebih bijaksana mengedepankan kepentingan publik. Kalau kisruh ini tidak selesai, Tauhid akan alami kebangkrutan politik, karena tidak dewasa mencermati fenomena yang ada. Masalah ini sensitif yang pasti membuat pendukung per lahan-lahan meninggalkan Tauhid, karena buruknya komunikasi politik yang ia bangun,”harap Helmi mengakhiri. (ano/kov)