PPKM ‘Mencekik’ Pendapatan Pedagang Kelas Bawah di Maluku Utara

Lokasi penjualan buah di Kota Ternate

TERNATE, NUANSA – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), mungkin saja mencegah menyebaran virus Corona (Covid-19). Tetapi di sisi lain, PPKM justru mencekik ekonomi masyarakat. Situasi seperti itu kini terjadi di Maluku Utara (Malut). Yang merasakan betul dampak PPKM adalah pedagang dan pemilik warung makan dengan kapasitas menengah ke bawah.

Selama PPKM, di mana termasuk aktivitas masyarakat pada malam hari dibatasi, pendapatan pedagang kelas menengah ke bawah turun jauh. Pengalaman itu dialami Arsad, penjual buah di Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara. Pria yang sudah 10 tahun berjualan buah ini mengaku, ketika PPKM di Kota Ternate diterapkan, pendapatan per hari Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.

Tentu saja itu berbeda dengan sebelum PPKM diterapkan, di mana pendapatnnya bisa mencapai Rp 2,5 juta per hari. “Karena buah ini kami beli, baru kami jual. Kalau hanya Rp 500 hingga Rp 1 juta, bukan balik modal, tetapi kami rugi. Apalagi buah ini daya tahannya tidak lama. Jadi memang kondisi ini sangat sulit,” akun Arsad.

Kondisi yang sama dialami Febri, pemilik warung makan di Kelurahan Mangga Dua, Ternate Selatan. Menurutnya, disaat PPKM, warung makannya hanya buka hingga pukul 22.00. Sebelumnya dibuka 24 jam. Hal itu berdampak pada pendapatannya. “Selama ini kami belum dapat surat dari pemerintah. Tapi kami juga takut kalau mau buka 24 jam. Takutnya jangan sampai kena sanksi,” ujarnya.

Tidak hanya di Ternate, situasi yang sama menimpa pedagang di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara (Halut). Marwiah, salah satu penjual buah di Tobelo mengaku pendapatn per hari dari hasil jualan buah dari Rp 800 per hari, kini menjadi Rp 300 ribu. “Waktu jualan dibatasi ini kami setengah mati. Saya baru merasakan begitu. Dan petugas selalu razia, jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa. PPKM ini pendapatan saya hanya Rp 300 ribu,” akunya.

Kasmari juga mengalami hal yang sama. Akibat pendapatannya yang menurun drastis, pemilik warung makan Arti Moro ini terpaksa mengorek tabungannya untuk membayar gaji Sembilan karyawannya. “Pendapatan saya sebelum PPKM itu di atas Rp 5 juta per hari, tapi sekarang Rp 3 juta. Kalau begini terus, bagaimana saya bisa bayar gaji karyawan.

Ya, terpaksa saya pakai tabungan,” tuturnya. Ia menyarankan pemerintah fokus razia di tempat hiburan malam, bukan warung makan atau tempat jualan lainnya. Karena justru di tempat hiburan malam itulah kerumunan terjadi. Kondisi buruk yang dialami pedagang kelas menengah ke bawah bukan hanya terjadi di Ternate dan Halmahera Utara, tetapi terjadi juga di kabupaten/kota yang diberlakukan PPKM.

Pandangan Akademisi

Dr Aziz Hasyim

PPKM yang berdampak pada kehidupan ekonomi masyarakat kelas menangah ke bawah, mendapat resposn Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Dr Aziz Hasyim. Ia mengatakan, PPKM yang diterapkan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran Covid-19 merupakan sebuah langkah yang mestinya mempertimbangkan banyak aspek. “Namun di atas dari itu adalah adanya ketegasan pemerintah daerah dalam pemberlakuan setiap kebijakan yang diambil,” sarannya.

Ketegasan yang dimaksud Aziz, tidak sekadar dengan parade Satgas Covid-19 untuk melakukan razia masker dan pemberlakuan jam malam. Itu hanya salah satu dari sekian varian yang menyertai dalam penanganan pandemi. Tetapi yang lebih penting adalah ketegasan dalam membangun skema penanganan pandemi pada satu sisi dan di sisi lain adalah mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan masyarakat (aspek ekonomi).

Pasalnya, ketika mengabaikan pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka akan muncul permasalahan baru. Itu bisa dilihat dari sikap penolakan PPKM di beberapa daerah, di mana bisa saja menjadi cerminan dari adanya stress sosial yang sedang berlangsung di masyarakat. Aziz menjelaskan, hal itu bisa terjadi lantaran stok pemenuhan kebutuhan mereka mengalami scarcity (kelangkaan), sementara sumber pendapatan mereka tidak menopang akibat pembatasan aktivitas.

“Saran saya, dibutuhkan skema yang jauh lebih ideal dengan mempertimbangkan aspek-aspek penting lainnya. perlu juga dilakukan evaluasi yang menyeluruh terkait dengan kebijakan dan langkah-langkah penanganan pandemi yang dilakukan selama ini,” jelasnya. Lanjut Aziz, jika pemerintah benar-benar mendorong kebijakan hibernasi, maka harus menjamin stok pemenuhan kebutuhan tercukupi.

Tetapi kalau menggunakan kebijakan penanganan pandemi, namun tidak mengabaikan kepentingan ekonomi, maka pemerintah juga perlu merumuskan skema terbaiknya seperti apa. “Saya juga menyarankan Satgas Covid-19 harus lebih banyak memberikan edukasi yang sejuk kepada masyarakat. Misalnya dengan menjelaskan tentang pentingnya menjaga imunitas,” pungkasnya. (fnc/udi/rii)