LABUHA, NUANSA – Sejumlah distributor sembako di Kabupaten Halmahera Selatan mengaku sepi pembeli menjelang lebaran Idulfitri 1446 H. Padahal harga kebutuhan pokok cenderung stabil. Hingga hari ke 23 Ramadan, daya beli masyarakat makin hari makin menurun.
Salah satu distributor di Halmahera Selatan, Firman Jasmir, mengaku sebelum Ramadan hingga jelang Idulfitri, belum ada lonjakan harga dari beberapa jenis sembako yang menjadi prioritas pembeli (konsumen).
“Kalau gula pasir itu harganya Rp950 ribu per sak, dan Rp20 ribu per kilo. Sementara beras kalau karungnya warna kuning itu Rp370 ribu. Kemudian mentega jenis Amanda seharga Rp340 ribu per dus, dan Blueband Rp570 ribu. Begitu pun terigu, ada yang harganya Rp240 ribu dan Rp250 ribu, sedangkan per kilogram dihargai Rp11 ribu,” jelasnya, Minggu (23/3).
Bahan pokok tersebut, kata Firman, menjadi kebutuhan dasar masyarakat, baik dari pulau-pulau maupun di dalam kota. Sejauh ini tidak ada lonjakan harga karena persediaan stok barangnya masih penuh.
“Beberapa bahan pokok yang disebut tadi paling laris karena ini kan kebutuhan dasar masyarakat. Memang ada bahan-bahan lain juga, tapi ini paling laris baik di hari-hari biasa maupun sepeti puasa Ramadan dan Idulfitri,” katanya.
Selain itu, harga minuman pun sama. Sejauh ini belum mengalami kenaikan harga, seperti minuman Fanta, Coca Cola, Marjan, Suprite, Orson (ABC).
“Ini masih harga tahun lalu, Fanta, Suprite, Coca Cola itu per dus Rp125 ribu dan per botol Rp12 ribu. Sedangkan sirup ABC per dus Rp165 ribu dan per botol Rp15 ribu,” sebutnya.
Meski harga sembako terbilang stabil, tetapi pihaknya mengeluhkan sepinya pembeli. Menurut dia, baru terjadi beberapa hari belakangan ini belum ada lonjakan pembeli.
“Pembeliannya masih belum stabil ini, masih sepi. Saya juga heran, kurang paham kenapa begini. Kalau tahun lalu agak boleh,” ujar dia.
Ia menambahkan, tahun-tahun sebelumnya kondisi pembelinya selalu ramai. Apalagi jelang Ramadan dan Idulfitri selalu terjadi lonjakan pembeli dari berbagai pulau dan dalam kota.
“Apakah ini karena pengaruh efisiensi dari pemerintah pusat hingga berpengaruh ke masyarakat, jadi masyarakat tidak mau belanja karena menghemat, jadi torang (distributor) juga pusing,” ujar Firman.
“Harapannya ada upaya dari pemerintah daerah, kalau seperti ini otomatis uang tidak berputar. Jadi orang mau belanja juga tidak ada uang. Paling-paling petani kopra walaupun harga kopra ya bagus, tapi itu juga hanya orang-orang tertentu saja,” sambungnya.
Terpisah, Kabid Perdagangan pada Dinas Perindag Halsel, Nurbaiti menjelaskan biasanya pembeli atau pengunjung akan ramai tiga hari menjelang lebaran. Selain itu, kata dia, kekurangan pengunjung di pasar itu karena penyebabnya perputaran uang.
“Biasanya jelang tiga atau empat hari lebaran baru ramai pembeli. Kondisi ini juga mungkin faktor perputaran uang yang tidak lancar sehingga berdampak pada aktivitas perbelanjaan,” tandasnya. (rul/tan)