SOFIFI, NUANSA – Pada tahun 2016 lalu, Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba mengeluarkan surat keputusan (SK) penerbitan 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Fatalnya, Proses 27 IUP tersebut diterbitkan ternyata menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku.
Satu tahun kemudian, masalah 27 IUP illegal tersebut beredar dan diketahui publik luas. Tepat pada Agustus 2017, sejumlah anggota DPRD Provinsi Malut mengusulkan untuk digagas Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket. Alasannya, lantaran Gubernur Abdul Gani Kasuba melakukan kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Rapat DPRD ketika itu pada akhirnya menyepakati penggunaan Hak Angket sesuai surat keputusan DPRD nomor 160/20/tahun 2017 tentang persetujuan penggunaan Hak Angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Gubernur Abdul Gani Kasuba.
Adapun pelanggaran yang diduga dilakukan Gubernur Malut. Pertama: sebanyak 10 SK Gubernur tentang peningkatan IUP eksplorasi ke IUP produksi. Kedua: ada empat SK Gubernur tentang persetujuan IUP eksplorasi. Ketiga: satu SK Gubernur tentang perpanjangan IUP operasi produksi. Keempat: tujuh SK Gubernur tentang persetujuan pencadangan atau penciutan wilayah. Kelima: Sembilan SK Gubernur tentang pembatalan atau pencabutan keputusan Bupati. Keenam: satu SK Gubernur tentang persetujuan revisi peta kordinat IUP operasi produksi.
Selama penyelidikan dilakukan, Pansus DPRD memeriksa sejumlah saksi, termasuk tiga orang penting yang memiliki kapasitas dalam penerbitan IUP. Tiga orang penting yang maksud adalah, Nirwan MT. Ali (saat itu Kepala BPMP. PTSP Malut), Salmin Djanidi (saat itu menjabat Karo Hukum Pemprov) dan Maftuch Iskandar Alam yang saat itu menjabat Plt Kepala Bidang Pembinaan Usaha Mineral dan Batubara Dinas ESDM Malut.
Pansus yang ketika itu dipimpin Sahril Marsaoly dan Sahril Taher, sempat memintai keterangan mantan Kepala ESDM Pemprov Malut, Rahmatia Rasyid. Rahmatia mengaku, ia tidak pernah penandatangani dan memproses kajian teknis untuk 27 IUP. Pasalnya, ia dinonjobkan sebelum dokumen kajian teknis itu diterbitkan.
Pertimbangan teknis tertanggal 14 Januari 2016 yang merupakan dasar penentuan kelayakan dikeluarkannya IUP, ternyata dibuat dan ditandatangani oleh Maftuch Iskandar Alam. Anehnya, Maftuch ketika itu ternyata masih berstatus sebagai pegawai di Kabupaten Halmahera Selatan. Itu diakui Kepala BKD Pempov Malut.
Selain itu, ada yang menarik dengan pengakuan Nirwan MT. Ali dan Salmin Djanidi. Kedua pejabat Pemprov Malut tersebut mengakui bahwa proses perizinan usaha pertambangan tidak melalui BKPM. PTSP Malut. Padahal, sangat jelas dalam peraturan Gubernur Malut nomor 3 tahun 2016 tentang pelimpahan sebagian kewenangan di bidang perizinan kepada BKPM Malut pada pasal 2 ayat (1) yang menyebutkan, obyek perizinan yang dilimpahkan sebagian kewenangannya kepada BKPM. PTSP Malut.
Pada akhirnya, Pansus Hak Angket merekomendasikan: bahwa Gubernur Maluku Utara sebagai Kepala Daerah telah melakukan kebijakan di bidang penanaman modal yang sangat penting dan strategis serta berdampak luas kepada masyarakat, daerah dan negara. Terhadap 27 pemegang IUP dengan permasalahannya masing-masing, maka Gubernur Abdul Gani Kasuba diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Adapun peraturan yang diduga dilanggar keras oleh Gubernur Abdul Gani Kasuba, yakni Undang-Undang RI nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara. Tidak hanya itu, Pansus Hak Angket juga menyebut Gubernur Malut dengan sengaja tidak mentaati hasil koordinasi supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Ternate pada 9 Januari 2014 tentang deklarasi penyelamatan sumber daya alam Indonesia.
Deklarasi ketika itu ditandatangani Panglima TNI, Ketua KPK RI, Kapolri, Jaksa Agung. Isi dari deklarasi itu menegaskan: mendukung tata kelola sumber daya alam Indonesia yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Mendukung penyelamatan kekayaan sumber daya alam Indonesia. Melaksanakan penegakan hukum di sektor sumber daya alam sesuai kewenangan masing-masing.
Gubernur Abdul Gani Kasuba juga tidak mematuhi tujuan dan sasaran koordinasi supervisi tentang mendorong terciptanya tata kelola pertambangan minerba yang efektif, melaksanakan penataan izin usaha pertambangan dan melaksanakan kewajiban keuangan bagi pelaku usaha pertambangan minerba. (kov)