TERNATE, NUANSA – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Maluku Utara (Malut) melakukan audit anggaran hibah Perusda Bahari Berkesan tahun 2019 senilai Rp 5 miliar. Audit tersebut untuk memastikan apakah ada kerugian negara atau tidak.
Mantan Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Bahari Berkesan, Muhammad Hasan Bay dimintai keterangan oleh BPKP pada Selasa (15/3). Ia menjalani pemeriksaan hingga beberapa jam. Muhammad Hasay Bay keluar dari kantor Kejaksaan Tinggi (kejati) sekira pukul 17.00. Tampak di tangannya Muhammad Hasan Bay memegang sejumlah berkas. “Saya dimintai klarifikasi sebagai pemegang saham BPRS. Hanya itu saja yang mereka (BPKP) panggil saya,” katanya.
Korwas Bidang Investigasi BPKP Maluku Utara, Muhammad Riyanto mengatakan, Muhammad Hasan Bay dimintai keterangan sebagai Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Bahari Berkesan. Riyanto mengaku, klarifikasi itu adalah bagian dari tahapan audit pencarian kerugian negara tetapi belum dihitung. “Belum dihitung, baru klarifikasi aja,” katanya.
Sementara itu, informasi yang dihimpun wartawan Nuansa Media Grup (NMG) menyebutkan, selain anggaran Rp 5 miliar itu diduga dikorupsi, penyaluran hibah dari Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate ketika itu diduga tanpa didasari rekomendasi dan pertimbangan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Pemkot hanya sebatas menghibahkan anggaran ke Perusda tanpa merinci peruntukan hibah tersebut ke beberapa badan usaha Perusda.
Lantaran Pemkot, melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tidak menyertakan surat petunjuk berupa rekomendasi dan pertimbangan, sehingga menyaluran hibah dari Perusda ke beberapa badan usaha, terbilang asal-asalan.
Sekadar diketahui, pada tahun 2019 Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate melakukan penyertaan modal ke Perusda sebanyak Rp 5 miliar. Anggaran tersebut disalurkan ke tiga anak perusahan, yakni PT BPRS Bahari Berkesan senilai Rp 2 miliar, PT Alga Kastela senilai Rp 1,2 miliar dan Apotek Bahari Berkesan senilai Rp 1,8 miliar. (tr1/rii)