TERNATE, NUANSA – Masih ingat Pasar Ramadan di kawasan Benteng Oranje, Kota Ternate. Pasar yang musiman yang diresmikan Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman tersebut ternyata meninggalkan bekas tidak menyenangkan. Bagaimana tidak, sebanyak 12 lapak pekaian dan lima lapak takjil, diduga dipungut restribusi oleh oknum tertentu.
Hanya saja, siapa pelaku yang melakukan pungutan tersebut tidak diketahui dari instansi mana. Ini dikeluhkan sejumlah pedagang yang sempat berjualan di lokasi Pasar Ramadan. Masalah tersebut sudah sampai ke telingat Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ternate.
Kepala UPTD Pasar Ternate Tengah, Guntur Doa mengaku, dirinya tidak tahu dengan dugaan pungutan di Pasar Ramadan tersebut. “Memang Pasar Gamalama dan Pasar Kota Baru itu masuk wilayah saya, tetapi soal pungutan tersebut saya tidak tahu. Untuk lapak di kampung Ramadan itu di kelola oleh komunitas,” jelasnya.
Pihaknya, kata Guntur, hanya memfasilitasi listrik, tenda dan lainnya, selebihnya, termasuk soal pungutan itu, pihaknya tidak tahu sama sekali. “Kami tidak tahu resktibusi yang dipungut itu. Karena restribusi itu setelah dipungut harus disetor ke bank melalui bendahara Disperindag,” tuturnya. Jika ada pungutan resmi, sesuai dengan peraturan Wali Kota, per lapak membayar Rp 2.000.
Sementara itu, Ketua Komunitas Jaringan Kota (Jarkot) Ternate, Muhammad Rukkah Harisun mengatakan, memang ide awal dibentuknya Pasar Ramadan itu lahir dari mereka, dengan tujuan berkolaborasi dengan Pemkot Ternate. “Kami langsung menggelar pertemuan dengan beberapa instansi terkait di kantor Wali Kota. Kami diminta untuk presentasi. Jadi tidak sebatas berjualan, tetapi ada event, makanya dibuatlah Pasar Ramadan,” katanya.
Setelah pertemuan, telah disepakati Jarkot sebagai penanggungjawab kegiatan Pasar Ramadan. “Kami harus melakukan sesuatu supaya dagangan mereka ini laku. Karena ini mereka dari banyak lokasi yang datang jualan di sini (Pasar Ramadan),” terangnya.
Rukkah mengungkapkan, setiap lapak di Pasar Ramadan dipatok atau dipungut dengan harga Rp 7 juta. Meski begitu, yang bertangungjawab adalah Disperindag, bukan Jarkot. “Awalnya, sesuai dengan yang kami data, ada 30 lapak yang masuk, tetapi ternyata hanya 12 saja yang masuk. Ditambah lagi dengan penjual takjil. Untuk pedagang takjil yang bertanggungjawab itu pak Arif selaku ketua persatuan pedagang Kota Ternate (FP3KT). Sehingga untuk urusan pedagang mau masuk atau tidak bukan lagi urusan kami,” terangnya.
Untuk pedagang takjil, lanjutnya, per lapak dipungut Rp 500 ribu. Pedagang takjil masuk ke lokasi Pasar Ramadan melalui jalur Ketua FP3KT itu. Sedangkan tendanya disiapkan Disperindag. Ia menegaskan, persoalan pungutan atau biaya sewa lapak, baik itu yang Rp 7 juta dan Rp 500 ribu, tidak ada sangkut paut dengan Jarkot. (udi/kep)