Hukum  

Oknum di BPN Ternate Diduga Terlibat Mafia Tanah

Warga Kelurahan Mangga Dua ramai-ramai ke kantor Kejati Maluku Utara.

TERNATE, NUANSA – Dugaan mafia tanah di Kota Ternate mulai tercium. Locus delicti-nya (tempat kejadian perkara) di Kelurahan Mangga Utara, Kecamatan Kota Ternate Selatan. Oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ternate diduga terlibat dalam praktik busuk ini.

Yang mencium aroma busuk dugaan mafia tanah di kelurahan itu adalah warga setempat. Mereka akhirnya bertandang ke kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara untuk melaporkan masalah tersebut. BPN Kota Ternate diketahui menerbitkan sertifikat kepemilikan lahan atas nama Andi Cakra dengan luas lahan 9.900.33 meter persegi. Menurut warga, lahan tersebut masuk dalam kawasan laut yang ditimbun dan ditempati. Sehingga itu, tidak bisa diterbitkan seritifakat kepemilikan.

Kuasa Hukum warga Mangga Dua, Agus Salim R. Tampilang mengatakan, tindakan yang dilakukan oknum pegawai BPN Kota Ternate dan Andi Cakra dengan menerbitakan serifikat kepemilikan lahan di atas area laut, merupakan perbuatan melawan hukum.

“Kami melaporkan di Kejaksaan Tinggi karena sertifikat tersebut kami sangat diragukan. Menurut kami, laut itu bukanlah objek sertifikat. Sertifikat bisa berdiri hanya dua yaitu di atas bangunan yakni rumah dan di atas tanah bukan laut,”jelasnya pada wartawan Nuansa Media Grup (NMG), Senin (23/5).

Menurutnya, pembuatan sertifikat di atas laut, sangat bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 yang menyebutkan, bahwa objek sertifikat adalah tanah bukan laut. Tindakan yang dilakukan BPN dan oknum terkait juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 61 tahun 2016 tentang daerah sepadan. “Daerah sepadan itu pesisir pantai, tidak dimiliki siapapun,”tutur Agus.

Tidak hanya itu, kata Agus, penerbitan sertifikat ini juga bertentangan dengan UU nomor 7 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau terluar, dimana dalam UU ini menyebutkan bahwa perorangan tidak bisa memiliki pesisir pantai dan pulau-pulau secara pribadi. “Namun anehnya di situ bisa diterbikan sertifikat. Ini bertentangan dengan rancangan tata ruang wilayah kota ternate karena itu adalah laut dan namanya laut tidak bisa terbitkan sertifikat,” sesalnya.

Ia juga meminta Kejati Malut untuk serius mengusut masalah ini, karena ada unsur tindak pidana. Agus juga memaparkan, ada sekitar 50 kapala keluarga (KK) yang menempati area itu, sehingga puluhan warga ini melaporkan dengan dasar lahan tersebut sudah puluhan tahun ditempati.

“Namun pada tahun 2001 ada muncul sertifikat dengan katanya pada tahun 2003 itu sudah dibuat sertifikat oleh Andi Cakra. Hal itu mereka merasa terusir makanya mereka melaporkan supaya mengetahui mekanisme proses sertifikat ini seperti apa,”ujarnya.

Agus menegaskan, warga juga meminta masalah dugaan mafia tanah ini menjadi perhatian khusus pemerintah kota (Pemkot) Ternate, karena  jelas lahan yang di tempati itu adalah lahan warga Kota Ternate yang telah mendiami lahan tersebut.

“Makanya Pemerintah Kota Ternate segera konfirmasi dengan Dinas Tata Ruang Kota Ternate untuk terbitkan sertifikat di situ, dan apakah pertanahan pernah konfirmasi dengan pihak tata ruang atau tidak,” tegasnya.

Sementara Kasi Penkum Kejati Malut, Richard Sinaga saat dikonfirmasi terkait laporan tersebut, belum juga merespons. Sebagaimana diketahui, lokasi penerbitan sertifikat lahan tersebut, ditemapti warga sudah sekian lama dengan membangun rumah panggung di atas air laut. (tox/rii)