Data Pemprov Lemah, 42 Perusahaan Tambang Tunggak Pajak

Kantor Gubernur Maluku Utara. (istimewa)

SOFIFI, NUANSA – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi untuk Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Maluku Utara, terus menyelami sejumlah masalah yang diduga terjadi di daerah ini. Satu per satu penyimpangan mulai ditemukan. Salah satu masalah yang ditemukan Pansus adalah tunggakan pajak perusahaan pertambangan. Perusahaan-perusahaan itu juga tidak mengantongi izin lingkungan.

Baru saja Pansus LKPJ menerima data 42 perusahaan pertambangan yang beroperasi di Maluku Utara. Setelah ditelah, ternyata perusahaan sebanyak itu tidak membayar pajak kendaraan, balik nama, pajak bahan bakar minyak, rokok dan pajak air permukaan. Masalah ini terungkap ketika Pansus menggelar hearing dengan Dinas ESDM, DPMPTSP, Dispenda, Dinas Lingkungan Hidup dan Disnakertrans.

“Dari 42 perusahaan yang menunggak pajak itu, 31 perusahaan kategori pertambangan, 8 perusahaan industri, satu jasa peratmbangan dan satu lagi kehutanan. Kita sudah cek, memang ada perusahaan yang belum membayar pajak. Pemerintah memang kesulitan memungut pajak, karena tidak ada data,” jelas Ketua Pansus LKPJ, Ishak Nasir pada Nuansa Media Grup, Selasa (7/6).

Menurut dia, sejauh ini pemerintah belum bisa menetapkan besaran pajak yang dibebankan kepada sejumlah perusahaan tersebut, karena pemerintah tidak memiliki data. Berdasarkan laporan Dispenda, ada kendaraan di perusahaan pertambangan yang belum teregistrasi, tetapi sudah dioperasikan, baik itu pada tahapan eksplorasi maupun ekploitasi.

“Ini adalah sebuah pelanggaran. Apalagi tidak membayar pajak berarti sudah dua kali pelanggaran. Yang pertama pengoperasian atas kendaraan tidak sesuai perundang-undangan lalulintas dan yang kedua dari sisi perpajakan tidak dipenuhi oleh mereka selaku wajib pajak,” jelasnya.

Agar ada efek jera, Pansus akan mendesak Gubernur Abdul Gani Kasuba supaya mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang membamdel, agar kedepannya taat aturan. “Saya ingin tegaskan bahwa perusahaan-perusahaan tambang ini harus diberikan batas waktu untuk bisa memenuhi kewajiban karena ini sudah perintah undang-undang. Ini harus dilaksanakan karena hal daerah. Apabila kewajiban pajak diabaikan baik disengaja ataupun lalai sudah berarti menimbulkan kerugian negara itu sendiri,”ujar Ishak.

Politisi Partai NasDem itu mengatakan, perusahaan yang tidak membayar pajak harus disanksi, minimal secara administrasi. “Kalau terus menerus akan mengarah pada tindak perapajakan  ya kita kejar. Pada prinsipnya masalah ini diselesaikan dengan baik. Perusahaan yang tidak menyampaikan datanya berati menghambat pemerintah menghitung kewajiban pajak. Jadi dari data itulah diperlukan untuk menetapkan pajak yang  seharusnya dibayar,”tuturnya.

Teripisah, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Zaenab Alting saat dikonfirmasi, menuturkan, dari sekian perusahaan tambang yang menunggak pajak terdiri dari BPKB, BBNKB, bahan bakar tetap diharuskan membayar pajak walaupun tidak punya izin.

“Perusahaan-perusahaan tambang wajib bayar pajak dan tidak ada izin itu dua hal yang berbeda. jika perusahaan tidak punya izi tidak ada urusan. Dalam UU 28 tahun 2009 itu jelas bahwa kita harus memungut pajaknya,”pungkasnya. (ano/rii)