Atasi Sampah, Ini Terobosan DLH Pemkot Ternate

Ujicoba Porous Landfill di Halaman Kantor DLH Kota Ternate yang diperagakan M. Syarif Tjan.

TERNATE, NUANSA – Sampah masih menjadi masalah besar di Kota Ternate. Pemerintah Kota (Pemkot) harus putar otak untuk mengatasinya. Sebab, sampah yang tak teratasi dengan baik akan membawa dampak buruk pada lingkungan, termasuk terjadinya banjir.

Kini, Pemkot meluncurkan lagi satu program yang dinamai zero waste (sampah nol). Dinas Lingkungan Hidup (DLH) adalah penggeraknya. Program baru ini dalam rangka mencari solusi penanganan sampah dengan melakukan inovasi dan terobosan yang tepat untuk menyukseskan salah satu program prioritas Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman yakni pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat.

Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungn pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate, Syarif Tjan mengatakan, untuk soal sampah, pihaknya terus melakukan langkah-langkah revolusioner dan inovatif yang bertujuan mengurangi sampah di Kota Ternate, mulai dari hulu sampai hilir dengan berbasis pada partisipasi masyarakat sebagaimana yang diharapkan Wali Kota Ternate.

“Skema kumpul, angkut dan buang sudah saatnya kita tinggalkan. Kita harus beralih pada skema penanganan sampah zero waste. Salah satu upaya yang kami lakukan adalah untuk mengatasi sampah organik yang dihasilkan rumah tangga yang kian meningkat volumenya adalah dengan meluncurkan  program yang diberi nama ‘Mama Mengangguk’ (membuang sampah, sambil menabung pupuk),” jelas Syarif pada Nuansa Media Grup (NMG), Senin (13/6).

Menurut Syarif, untuk mendukung program ‘Mama Mengangguk’, pihaknya  menerapkan inovasi Porous landfill’, dimana sampah organik yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga seperti sisa makanan, sayuran, dan sampah organik lainnya, akan ditanam dipekarangan rumah untuk selanjutnya dibuat pupuk kompos dengan menggunakan metode Porous Landfill.

“Pengolahan sampah organik rumah tangga menjadi pupuk kompos melalui metode Porous Landfill adalah cara yg sangat sederhana untuk meminimalisir produksi sampah rumah tangga yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Takome,” ujar Syarif.

Lebih jauh, ia menjelaskan, proses Porous Landfill cukup mudah diterapkan di dalam pekarangan rumah. Ini karena membutuhkan lahan yang tidak terlalu besar. Pengolahan sampah organik rumah tangga, kata Syarif, menjadi pupuk kompos melalui Porous Landfill, yakni cara penggalian lubang pekarangan rumah dengan diameter 25 centimeter dan kedalaman 1 meter, yang selanjutnya sampah organik rumah tangga seperti sisa sayuran, kulit buah buahan, dan sisa makanan. Selanjutnya dibuang pada lubang tersebut dan diberi tanah penutup secukupknya untuk diproses secara aerob untuk menghasilkan pupuk kompos.

“Kalau skema penanganan sampah dengan model ini bisa terealisasi secara maksimal, maka problem sampah organik di Kota Ternate akan terjawab. Kita tahu setiap hari Kota Ternate menghasilkan sampah sekitar 130 ton sampah. Di dalamnya ada 80 ton sampah organik yang dihasilkan dari rumah-rumah warga. Dengan skema ini, sampah organik yang 80 ton perhari itu bisa dituntaskan dari sumbernya tanpa harus dibuang ke TPA Takome,” katanya.

Masih menurut Syarif, untuk penerapannya DLH berfungsi sebagai penyedia fasilitas pembuatan Porous Landfill. Petugas DLH, sambungnya, akan mendatangi rumah-rumah  masyarakat untuk membuat Porous Landfill dengan menggunakan alat land drill. Untuk satu lubang porous landfill bisa dikerjakan dalam waktu 5 menit.

“Jadi sangat efektif dan efisien dalam pengerjaannya. Juga daya tampung sampah organik per lubang Porous Landfill diprediksi bisa sebulan. Agar program ini bisa maksimal, maka kami akan melibatkan pihak Kecamatan, Kelurahan, RW dan Pihak RT se-Kota Ternate,” pungkas pria yang disapa Gubang itu. (tan/rii)