Hukum  

Birokrasi Terlibat Dugaan Suap Oknum BPK ?, Polda Diminta Telusuri

Iskandar Yoisangaji

TERNATE, NUANSA – Langkah Polda Maluku Utara mengusut kasus dugaan suap, gratifikasi dan tindakan pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oknum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Maluku Utara, mendapat apresiasi publik. “Kalau ini dibongkar hingga siapa-siapa saja pelakunya ditetapkan tersangka, paling tidak ini mengembalikan kepercayaan publik ke institusi Polri,” ujar praktisi hukum Maluku Utara, Iskandar Yoisangaji pada Nuansa Media Grup (NMG), Senin (5/9).

Menurut dia, setidaknya penyidik Reskrimsus Polda mengembangkan penyidikan perkara ini ke oknum-oknum birokrasi yang juga diduga terlibat. Jika nanti terbukti dugaan suap dan gratifikasi ini menyeret kalangan birokrasi, maka dugaan publik selama ini bahwa opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dijual-belikan, terjawablah. “Langkah Reskrimum Polda ini harus diapresiasi. Kami berharap agar kasus ini bisa berjalan hingga selesai jangan kemudian berhenti di tengah jalan. Meskipun ada upaya untuk menarik kembali laporan ini, masyarakat pun tahu jika kasus ini bukanlah delik aduan tetapi delik biasa,” tuturnya.

Iskandar menyarankan dugaan tindak pidana suap dan gratifikasi yang diduga dilakukan oleh oknum BPK perwakilan Maluku Utara ini, harus diusut tuntas. Terhitung sejak tanggal 18 Agustus 2022 lalu status kasus dugaan suap dan gratifikasi serta pencucian uang ini sudah resmi ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, tentu menjadi gambaran kalau Polda serius menuntaskan kasus tersebut.

Lanjutnya, kalau status sebuah kasus sudah penyidikan, maka penyidik telah menemukan adanya peristiwa pidana sebagaimana pasal 1 angka 5 KUHAP, yang menyatakan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Selanjutnya, penyidik mencari dan menemukan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang atas peristiwa pidana, guna menemukan tersangkanya, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 angka 2 KUHAP.

“Perkara ini sudah berjalan sampai pada tingkat penyidikan, itu patut diapresiasi. Kasus yang melibatkan oknum BPK ini harus dibuka secara terang siapa saja yang terlibat karena ini berkaitan dengan gratifikasi, tentunya ada dugaan keterlibatan oknum-oknum dari kalangan pemerintahan,” ujarnya.

Kronologi

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Nuansa Media Grup (NMG), salah satu staf BPK perwakilan Maluku Utara berinisial YA diduga menjadi dalang di balik dugaan suap ini. Beberapa bulan lalu oknum tersebut dipindahkan ke BPK pusat. Pemindahannya itu diduga ada hubungannya dengan masalah ini. YG juga sudah diperiksa pengawas internal BPK.

YA diduga kuat menjadi penghubung perusahaan atau instansi pemerintah yang ingin berurusan dengan oknum di BPK. Urusan perusahaan dan instansi pemerintah tentu saja terkait dengan audit penggunaan keuangan negara. Dalam melancarkan aksinya, YA menjadikan salah satu warga Ternate sebagai tumbal. Orang itu berinisial SS. YA dan SS pertama kali kenal tahun 2020. Masalah ini sudah sampai ke telinga BPK Pusat. YA sendiri sudah diperiksa inspektur pengawasan BPK, termasuk rekeningnya. Dua orang lainnya di BPK perwakilan Maluku Utara juga dimintai keterangan.

Perkenalan keduanya terjadi di bengkel milik SS yang terletak di Ternate. Ketika itu YA memperbaiki mobilnya yang rusak di bengkel SS. Dari situlah, hubungan keduanya mulai dekat. Tak lama kemudian, YA mengajak SS berbisnis mobil bekas. Setelah hubungan bisnis mereka berjalan, tiba-tiba satu per satu orang mengatar uang dengan jumlah yang tidak sedikit di rumah dan bengkel SS. Kaget dengan uang yang diantar kepadanya, SS menanyakan YA. YA sampaikan ke SS agar simpan saja uang yang diserahkan orang yang diketahui sebagai suruhan pengusaha itu.

SS diduga pertama kali menerima uang Rp 800 juta dari PT L pada 18 Januari 2020. Uang itu diantar seseorang berinisial F. Pada 19 Februari 2020, SS kembali menerima uang Rp 750 juta. Yang menyerahan uang ini dari perusahaan yang sama dan juga dibawa oleh F. Ketika itu SS menanyakan ke YA, uang apa yang ia terima itu. YA hanya menyuruh SS mengambilnya saja. Pada 3 Maret 2020, YA menyuruh SS mengambil uang Rp 500 juta di rumah F di Kelurahan Tanha Tinggi. Uang ini masih dari PT L.

Selain itu, pada 20 Maret 2020 SS masih disuruh YA untuk menerima uang dari dua perempuan berinisial A dan U sebesar Rp 850 juta. Uang itu bersumber dari PT I. Selanjutnya, pada 30 Maret 2020 SS masih mengambil uang dari orang sama dan perusahaan yang sama sebesar Rp 250 juta. Setelah itu, pada 13 April, YA menyuruh SS untuk mengambil uang di seorang pria berinisial A sebesar Rp 1,5 miliar. Kemudian pada 17 April YA kembali menyuruh SS uang titipan seseorang berinisial K di dekat Bank Indonesia sebesar Rp 650 juta.

Selanjutnya, 22 April 2020, SS disuruh mengambil uang dari K atas perintah YA sebesar Rp 700 juta. Uang ini diambil di dekat Bank Indonesia. Pada 2 Mei 2020, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial I datang ke rumah SS atas perintah YA. ASN itu membawa uang Rp 900 juta. Pada 28 Juli 2020, SS disuruh YA mengambil uang dari seorang perempuan berinisial I sebesar Rp 920 juta. Uang itu diserahkan di depan Rumah Sakit Medika, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Ternate Selatan.

Tidak sampai di situ, pada 3 Agustus 2020, SS masih disuruh YA untuk mengambil uang dari seorang perempuan berinisial I sebesar Rp 900 juta. Uang sebesar itu diserahkan di kawasan Perikanan, Kelurahan Bastiong, Kecamatan Ternate Selatan. Pada 6 April 2021, di tempat yang sama dan dari orang yang sama sebesar Rp 4 miliar.

Setelah itu, YA memerintahkan SS untuk mengirimkan uang ke sejumlah orang, yakni ke seorang perempuan berinisial A, kemudian seorang perempuan lagi berinisial M. SS juga mengirimkan uang ke YA melalui bank. YA juga mengambil uang cash dari tangan SS. Tak sampai di situ, SS juga disuruh YA untuk mengirim sejumlah uang PT. G. Uang itu diduga untuk pembayar vila. Setelah itu, SS juga beberapa kali didatangi salah seorang security BPK berinisial S untuk mengambil uang atas perintah YA. Uang yang diambil oknum security itu diduga diserahkan ke oknum lain di tubuh BPK.

Dugaan suap yang melibatkan oknum BPK Maluku Utara ini sudah dilaporkan ke Polda Maluku Utara dan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Selain itu, SS juga telah dilaporkan YA ke Reskrimum Polda Maluku Utara atas dugaan penggelapan dan penipuan. SS kini berstatus tersangka. SS juga telah menggugat YA secara perdata di Pengadilan Negeri Ternate. Sebab, SS sudah menggunakan uang pribadinya untuk mengirim uang ke sejumlah orang atas perintah YA dan uang itu belum dikembalikan oleh YA. Perkara perdata di Pengadilan Negeri Ternate sementara dalam proses persidangan. (tim)