TERNATE, NUANSA – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate membangun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dengan anggaran Rp 1,69 triliun, ternyata tidak disetujui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Alasannya, pengusulan dana untuk pembangunan RSUD sebesar itu diseimbang dengan APBD Ternate yang kecil. Beberapa hari lalu utusan Pemkot Ternate bertemu dengan Kemendagri. Dalam pertemuan itu pihak Pemkot memaparkan banyak, termasuk menyangkut perencanaan. Alhasil, Kemendagri menolak keras.
Bukan hanya Kemendagri, DPRD Kota Ternate juga menolak rencana Pemkot tersebut. DPRD meminta penjelasan Pemkot mengenai skema pembiayaan pembangunan RSUD milik Pemkot sebelum memasuki tahapan pembahasan pembangunan. Wakil Ketua DPRD Kota Ternate, Heny Sutan Muda, mengatakan wacana kerja sama yang digaungkan oleh Pemkot dengan menggandeng PT. Wika untuk pembangunan rumah sakit megah di kawasan reklamasi ini perlu disampaikan ke publik tentang bagaimana sistem administrasi keuangan-nya.
Sebab, selama ini publik mengira PT. Wika yang menggunakan dananya untuk pembangunan tersebut dan kemudian Pemkot mencicil secara berkesinambungan. ”Bagaimana skema administrasi keuangannnya? Apakah menggunakan pinjaman ke SMI ataukah melalui KBPU (kerja sama pemerintah dan badan usaha),” ujarnya mempertankanan.
Menurutnya, jika melalui skema pembiayaan KBPU atau apapun bentuknya, maka sebaiknya Pemkot lebih bijak atau meneliti tahapan administrasi sebelum mempublis suatu program ke ruang publik. Kata Heny, sejak awal PT. Wika sudah digaungkan namanya sebagai pelaksana bahkan mengundang Pemkot maupun DPRD untuk mempresentasikan kegiatan ini. “Pemkot harusnya lebih paham bahwa apapun bentuk kerja sama pemerintah, baik itu melalui skema pinjaman SMI maupun KBPU, semuanya akan bermuara pada proses pengadaan barang dan jasa,” tuturnya.
Proses tersebut, lanjut Heny, belum jalan sampai saat ini. Bahkan sumber dana maupun pagu anggaran pun belum ada. “Karena itu, perlu diluruskan posisi PT. Wika dalam hal ini sebagai apa? Sebagai perencana, pelaksana, atau founding (penyandang dana),” harapnya.
Menurut Heny, jika PT. Wika sebagai pelaksana, maka patut diduga ada pemufakatan jahat di sini dan bisa terjadi pertentangan kepentingan, karena belum ada proses administrasi, tetapi nama PT. Wika sudah didengar sejak enam bulan sebelum pelaksanaan kegiatan pembangunan rumah sakit.
Atas dasar itu, DPRD akan meminta penjelasan Pemkot terkait skema pembiayaan KBPU. Sebab menurut pemahaman DPRD, skema pembiayaan belum disetujui. “Kalaupun sudah disetujui, barulah Pemkot melakukan tahapan tender kegiatan. Karena PT. Wika bukan satu-satunya BUMN yang punya kapasitas melaksanakan pembangunan, masih banyak BUMN lain yang bergerak di bidang konstruksi seperti PT. Nindya Karya, PT. Hutama Karya dan lain-lain,”tegasnya.
Tanggapan Akademisi
Kalangan akademisi juga angkat bicara menyikapi rencana Pemkot Ternate tersebut. Dosen Ekonomi Unkhair Ternate, Dr Muammil Sun’an mengatakan yang direncanakan Pemkot itu merupakan suatu kebijakan yang tentunya menjadi pertanyaan besar bagi publik Kota Ternate. “Pinjaman yang nilainya begitu besar tentunya akan menjadi beban keuangan (APBD) Kota Ternate, terkait pengembalian dengan jangka waktu yang lumayan lama,” ujar Muammil kepada Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (21/9).
Selanjutnya, Muammil mempertanyakan bagaimana nantinya pelaksanaan pekerjaan dalam membangun RSUD tersebut. Tentu dengan nilai proyek yang nilainya lumayan besar harus melalui suatu proses tender terbuka sesuai dengan prosedur. “Demikian juga siapa yang nantinya pelaksana dalam pembangunan RSUD tersebut. Jika PT. Wika sendiri sebagai pelaksana dan founding, hal ini tentu menyalahi prosedur,” tuturnya.
Menurutnya, pinjaman yang nilainya lumayan besar tersebut tentunya harus ada persetujuan Kemendagri. Sebab, hal itu harus sesuai dengan Permendagri yang berlaku serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait pengelolaan keuangan. “Jika dilihat dari kemampuan Pemkot dalam penerimaan PAD, tentunya tidak mendapat persetujuan dalam perolehan pinjaman yang nilainya hingga Rp 1,69 triliun,” cetusnya.
Jika pinjaman tersebut, lanjut dia, dipaksakan untuk disetujui, maka pengelolaan keuangan akan terganggu dalam jangka waktu yang lumayan lama, dan kegiatan pembangunan lainnya bisa saja “macet” dalam jangka panjang.
Lebih lanjut Muammil bilang, kalau keuntungan RSUD tidak mampu dalam pengembalian pinjaman ke PT. Wika, maka dibebankan dalam APBD, sehingga keuangan Pemkot hanya terkuras untuk pembayaran utang. “Jika begitu, maka kegiatan atau proyek pembangunan lainnya bisa saja dikorbankan. Selain itu juga pemerintahan yang selanjutnya akan menanggung utang,” tandasnya.
Respons Pemkot
Meski ditolak Mendagri dan DPRD, Pemkot Ternate ngotot melanjutkan rencana pembangunan itu. Ini terlihat saat rapat bersama bersama antara Pemkot Ternate dengan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Ekonomi Syariah membicarakan pada Selasa (20/9).
Kepala Bagian Kerjasama Setda Kota Ternate, Chairul Saleh mengatakan, rapat itu untuk membicarakan kesiapan pemerintah Kota Ternate bersama dengan PT. PII sebagai salah satu langkah tahapan di mana PII memberikan jaminan bahwa nilai yang diinvestasikan.
Menurutnya, hal ini menjadi penyampaian Wali Kota untuk ke pihak PII dan KNKES agar dijadikan sebagai dasar. Sementara ini pihaknya sedang menyiapkan feasibility study yang dipertimbangkan oleh Gubernur. “Sesuai aturan selama 14 hari, setelah itu baru kita lihat, apakah proses ini ada rekomendasi pertimbangan yang dikeluarkan oleh gubernur sesuai dengan mekanisme ataukah tidak ada,” katanya sembari menyebut jika tidak dilakukan pertimbangan, lanjut Chairul, maka dianggap setuju.
Chairul mengatakan, PT. PII ini di bawah kementerian keuangan yang menjamin semua infrastruktur kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU). Tahapan-tahapan ini agar bagaimana pemerintah harus meyakinkan ke pihak PII, termasuk yang dibutuhkan peraturan daerah untuk mendukung penjaminan. “Kerjasama KPBU itu salah satunya persyaratan di PT. PII. Kenapa dengan PII, karena ketika nanti berakhir pembangunan dan belum ada pelaksanaan pembayaran pengembalian, maka dijamin pihak PII untuk membayar,” terangnya.
Disinggung soal tidak disetujui DPRD terhadap rencana pembangunan RSUD ini, Cahirul tak mau menanggapi. Dia berharap nantinya DPRD akan menhyetujui dengan sendirinya terhadap pembanguann RSUD tersebut.
“Saya no comment. Jangan kita berandai-andai. Pemkot berharap mudah-mudahan DPRD bisa menerima, karena ini persoalan pelayanan kesehatan, apalagi salah satu program prioritas Wali Kota ini menyangkut kesehatan agar melayani masyarakat dengan baik,” tandasnya.
“Kita berharap paling cepat bulan November sudah selesai tahapan dokumen. Kemudian opsi yang ditawarkan pengembalian nilai itu belum pasti. Sebelumnya dari PT. Wika Rp 1,69 miliar per tahun, tapi ada kajian lagi dan diupayakan lagi sekitar Rp 138 miliar,”jelasnya.(tim/tan)