Hukum  

KPA, PPK dan Pihak Lain Dalam Proyek Disarpus Malut Harus Diperiksa

Iskandar Yoisangaji

TERNATE, NUANSA – Dugaan masalah proyek pembangunan depo arsip milik Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Disarpus) Pemprov Maluku Utara (Malut), kini menjadi perhatian publik luas, setelah ditelaah Kejaksaan Tinggi (Kejati). Proyek dua tahap ini anggarannya sebesar Rp 1,8 miliar lebih. Kali ini giliran praktisi hukum Iskandar Yoisangaji yang angkat bicara.

Dosen sekaligus advokat Maluku Utara itu menuturkan, dugaan masalah proyek tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum, karena ini berkaitan dengan penggunaan anggaran negara/daerah. Aparatur hukum harus mencaritahu dengan melakukan pemeriksaan atas masalah tersebut, apakah ada kerugian negara ataukah tidak. Kemudian juga harus dicari tahu ada peristiwa pidana ataukah tidak.

“Proyek ini diduga ada keganjalan, semua pekerjaan itu harus disesuaikan dengan kontrak, dan dalam kontrak itu telah tertuang dengan jelas tenggang waktu pekerjaan, misalnya Jika masa kontrak selama 120 hari terhitung sejak 14 Juli 2022. Dan berakhir pada 11 November 2022, Namun sampai Oktober 2022 ini, proyek dengan nilai Rp 1,8 miliar itu tidak terlihat, dan yang baru terlihat adalah fondasi ini yang patut dipertanyakan,” ujarnya.

Menurut Iskandar, selain KPA (kuasa pengguna anggaran) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada kegiatan tersebut juga harus berani menjelaskan, apa kendalanya hingga proyek ini tidak dapat berjalan. PPK juga bertanggung jawab, karena kontrak atas pekerjaan ini dibuat oleh PPK. “Kemudian proyek ini kan telah disoroti oleh Kejaksaan Tinggi Maluku Utara melalui pernyataan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Malut, kami berharap Kejati Malut bisa menyelesaikan masalah ini dengan melakukan pemeriksaan kepada pihak terkait agar masalah ini menjadi terang dan memperoleh kejelasan atas proyek tersebut,” tegasnya mengakhiri. (ano/rii)