Hukum  

Kejati Diminta tidak Main-main dengan Dugaan SPPD Fiktif DKP Pemprov Malut

Hendra Kasim.

TERNATE, NUANSA – Semenjak diproses hukum penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut), dugaan SPPD fiktif di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Maluku Utara mulai disorot publik. Praktisi hukum Maluku Utara, Hendra Kasim mengapresiasi Kejaksaan Tinggi yang telah memintai keterangan Kepala DKP Abdullah Assagaf beberapa hari lalu. Meski begitu, kata Hendra, penanganan perkara dugaan SPPD fiktif tahun 2020-2021 tersebut terkesan lambat.

Menurut dia, dugaan SPPD fiktif di DKP Pemprov Maluku Utara itu harus diusut serius, hingga ada tersangkanya. Jika Kejaksaan Tinggi serius, maka dugaan SPPD fiktif di OPD lain bisa terungkap dan tentu ada efek jera. Proses hukum dugaan SPPD fiktif terkesan lambat. Jika penyidik Kejaksaan Tinggi peka, maka lambatnya proses hukum tersebut bisa menimbulkan kecurigaan publik yang macam-macam. “Pada konteks ini Kejati harus hati-hati. Sudah pasti publik memperhatikan setiap langkah Kejati. Proses hukum yang lambat itu pasti menimbulkan kecurigaan. Hati-hati. Kalau tidak mau dicurigai, usut kasus SPPD fiktif secara serius,” tegasnya.

Hendra mengatakan, publik mendukung penuh kepada Kejaksaan Tinggi untuk serius kasus dugaan korupsi, termasuk SPPD fiktif di DKP Pemprov Maluku Utara. ia berharap Kejaksaan Tinggi mampu menuntaskan proses hukum kasus di DKP Pemprov Maluku Utara tersebut. “Ada banyak dugaan korupsi yang Kejati lamban, termasuk soal kasus Perusda Ternate. Soal Perusda ini sudah saatnya penyidik memeriksa mantan Ketua TAPD Ternate yang juga mantan Sekkot Ternate saat itu. Jangan hanya berani usut mereka-mereka yang lemah saja,” tambahnya.

Sekadar diketahui, beberapa hari lalu Kepala DKP Maluku Utara, Abdullah Assagaf telah diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi. Abdullah dimintai keterangan terkait dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas di DKP Maluku Utara tahun 2020-2021. Ditemui wartawan usai pemeriksaan, Abdullah mengaku ia dimintai keterangan terkait laporan dugaan SPPD fiktif tahun 2020 sampai 2021. Meski demikian, ia tidak menjelaskan panjang lebar terkait besaran SPPD fiktif tersebut. “Jadi itu kan laporan saja, nanti segala sesuatu tanya di penyidik,” katanya.

Abdullah mengatakan, ini merupakan panggilan yang kedua, karena pada panggilan pertama tidak hadir. Ia menegaskan tetap kooperatif jika dipanggil lagi. “Nanti segala sesuatu ditindaklanjuti oleh tim,” singkatnya. Terpisah, Kasi Penkum Kejati Malut, Richard Sinaga, juga membenarkan permintaan klarifikasi tersebut. “Hari ini Kadis DKP Malut dimintai klarifikasi,” pungkasnya. (tan)