TERNATE, NUANSA – Rapat dewan pengupahan Provinsi Maluku Utara (Malut) telah selesai dilaksankan. Upah buruh Provinsi (UMP) tahun 2023 naik empat persen atau Rp114.489 sehingga menjadi Rp 2.976.720.
Di dalam pembahasan Dewan pengupahan tersebut dihadiri oleh unsur Pemerintah Provinsi Maluku Utara, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Badan Pusat Statistik (BPS), Akademisi Universitas Negeri Kahirun, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Maluku Utara.
Ketua SPN Provinsi Maluku Utara, Arman Rajak mengatakan, pembahasan UMP tersebut sempat terjadi tarik menarik, tetapi pihaknya (SPN) selalu melihat kepentingan kedua pihak yaitu unsur pekerja/buruh dan pengusaha. Karena dua unsur ini sangat penting dan tidak bisa dipisahkan.
“Terlepas dari itu, kami SPN melihat ada upah sektoral yang di atas UMP, misalnya upah pertambangan emas sebesar Rp 4.298.285, dan upah pertambangan nikel sebesar Rp3.594.536. Dengan demikian perusahaan pertambangan wajib mengikuti upah minimum sektoral (UMS) bukan upah minimum Provinsi,”ungkapnya kepada wartawan Nuansa Media Grup (NMG), Kamis (17/11).
Kata dia, Serikat Pekerja Nasional Provinsi Maluku Utara menegaskan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku Utara bahwa setelah surat keputusan Gubernur diterbitkan terkait UMP tahun 2023, maka Disnakertrans Malut dalam hal ini bidang pengawasan segera turun ke lapangan untuk menindak perusahaan yang bergerak dalam perusahaan di bidang Sektoral agar Wajib mengikuti upah minimum sektoral.
“Kita tau bersama bahwa UMS sudah dihapus dalam UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, tetapi UMS yang perna ditetapkan sebelumnya masih tetap berlaku selama UMS lebih besar dari UMP,” tuturnya.
Lanjutnya, dengan adanya penghapusan upah minimum sektoral dan hak pekerja/buruh lainnya, maka Serikat Pekerja Nasional (SPN) se-Indonesia menolak UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dengan turunannya Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan. SPN Provinsi Maluku Utara akan menyampaikan hasil investigasi terkait perusahaan yang bergerak di bidang sektoral yang tidak mengikuti upah minimum sektoral Provinsi Maluku Utara.
“Kita jangan terlalu fokus pada upah saja, tetapi bagaimana masalah lainnya yang begitu kompleks yang dirasakan oleh pekerja/buruh Provinsi Maluku Utara,”pungkasnya. (gon)