Daerah  

DPRD Halbar soal Bayi Meninggal saat Persalinan: Ini Kelalaian RSUD Jailolo

Suasana rapat dengar pendapat kasus bayi meninggal saat persalinan.

JAILOLO, NUANSA – DPRD Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, mengklaim bahwa bayi yang meninggal saat proses persalinan pada Rabu (15/2) lalu, adalah kelalaian pihak RSUD Jailolo, Halbar.

Itu disampaikan saat Komisi III DPRD Halbar menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama keluarga korban dan pihak RSUD Jailolo terkait penjelasan kronologi penanganan kelahiran hingga menyebabkan bayi tersebut meninggal dunia.

Sekretaris Komisi III DPRD Halbar, Fandi Ibrahim, saat memimpin rapat tersebut menemukan dua keterangan yang bertolak belakang antara pihak RSUD dan pihak keluarga korban.

Pasalnya, berdasarkan keterangan yang disampaikan Dirut RSUD Jailolo dr. Novimaryana Drakel dan dokter Devi, selaku spesialis kandungan, bahwa pasien dalam keadaan sulit melahirkan dan mengakibatkan kaki bayi sudah berada di depan pintu rahim terjadi di rumah sebelum dilarikan ke RSUD.

“Dokter Devi saya mau tanya, apakah saat bayi dilarikan ke rumah sakit itu kaki bayi sudah keluar?” tanya Fandi dalam rapat itu.

“Iya,” singkat dokter Devi.

Mendengar pernyataan itu, Fandi langsung memberikan kesempatan kepada pihak keluarga korban untuk memberikan keterangan. Suami pasien, Nasarudin, langsung menampik keterangan dokter Devi.

“Istri saya pecah ketuban dan kaki anak saya keluar di pintu rahim itu terjadi di RSUD Jailolo bukan di rumah. Jadi yang saya permasalahkan selama pagi itu keadaan istri saya sungguh memprihatinkan. Ibu Dirut dan petugas rumah sakit tidak tahu posisi dokter Devi, sedangkan pihak puskesmas mengetahui itu,” kesal ayah 4 anak itu.

“Ketika diketahui posisi bayi lagi sungsang, maka diperintahkan untuk rujuk ke Tobelo. Dalam perjalanan sebelum sampai Sidangoli, saya dapat telepon dari saudara saya yang di puskesmas Jailolo, bahwa dokter Devi ada di Jailolo kenapa harus rujuk ke Tobelo,” sambungnya.

Ia mempertanyakan kenapa petugas kesehatan di RSUD tidak mengetahui bahwa dokter Devi sudah ada di Jailolo, sementara pihak puskesmas Jailolo lebih mengetahui duluan. Bahkan informasi yang didapatkan juga, dokter Devi tengah membuka poliklinik, sedangkan jarak antara poliklinik tempat persalinan dan IGD tidak terlalu jauh. Kemudian, mengapa mengatakan miskomunikasi dengan jarak yang mudah ditempuh itu.

Selain itu, Nasarudin mengaku, bahwa petugas di rumah sakit juga meminta biaya rujukan sebesar Rp1,5 juta untuk menumpangi ambulans ketika hendak merujuk istrinya ke RSUD Tobelo.

“Saya telepon ipar saya untuk tanyakan ke petugas rumah sakit terkait harga sewa ambulans. Setelah dapat info, dia kasih kabar harganya 1,5 juta. Itu di luar dari perawat yang mendampingi istri saya. Setelah itu saya telepon Pak Kabag Umum untuk bantu saya dan kabag langsung hubungi Dirut,” paparnya.

Berdasarkan keterangan demikian, Fandi menganggap bahwa hal ini memang murni merupakan kelalaian petugas kesehatan di rumah sakit, sehingga perlu untuk dilakukan pembenahan agar tidak terjadi hal serupa di masyarakat Halbar secara umum.

“Masalah rumah sakit bukan masalah yang baru sekarang dikeluhkan, namun sudah terjadi berulang kali. Untuk Ibu Dirut, ini menjadi satu kasus yang memang harus diperhatikan, karena bagi saya ini bukan miskomunikasi tapi ini kelalaian. Jadi untuk Ibu Dirut nanti SOP-nya harus lebih dimaksimalkan,” tegas Fandi.

Menurut Fandi, jika kelalaian kemarin tidak segera diatasi dan dipaksakan tetap menuju Tobelo, maka bisa jadi take off dua nyawa sekaligus yaitu ibu dan bayinya. Sehingga itu, kasus ini harus menjadi pelajaran bagi pihak RSUD Jailolo. Karena itu, ia mewanti-wanti kepada Dirut RSUD Jailolo, untuk membenahi sistem pelayanan. (adi/tan)