Daerah  

Duh! Proyek RTH di Halmahera Barat Baru Capai 60 Persen

JULICHE D Baura.

JAILOLO, NUANSA – Pembangunan pengerjaan proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terletak di kawasan Festival Teluk Jailolo (FTJ), Kabupaten Halmahera Barat, baru mencapai 60 persen. Proyek yang dianggarkan melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan pagu anggaran Rp19,8 miliar dan nilai kontraknya Rp19,6 miliar tersebut dinilai lamban.

“Progres pekerjaan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) FTJ itu berada pada 60 persen. Jadi perlu dipercepat karena mungkin tenaga kerja yang kurang dikolaborasi secara baik. Apalagi terungkap tenaga kerja di pembangunan RTH ini setiap Minggu diganti jadi agak terlambat,” ujar Ketua Komisi III DPRD Halbar, Juliche D Baura, usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas PUPR, Senin (27/2).

Proyek RTH saat ini.

Selain itu, Politisi PDI Perjuangan itu mengaku, untuk adendum atau perpanjangan kontrak, sampai saat ini sudah terhitung 58 hari dari waktu yang diberikan 98 hari, sehingga masih tersisa 40 hari pengerjaannya. Karena itu, ada sanksi atas keterlambatan denda yang harus dibayarkan oleh pihak ketiga.

“Untuk RTH Sasadu Lamo tinggal pemasangan lampu, karena sudah selesai 100 persen dengan pagu anggarannya Rp9 miliar. Sedangkan yang belum itu seperti RTH FTJ, gedung Jailolo Convention Center (JCC) dengan pagu anggarannya sebesar Rp11 miliar dan nilai kontraknya Rp10,9 miliar sekian. Kalau kemarin teman-teman Komisi III tinjau untuk gedung JCC ini progresnya ada pada 80 persen. Kemudian saya tanyakan kepada Kadis PUPR, itu bisa tidak dijamin untuk diselesaikan,” katanya.

Kadis PUPR Halbar, Abubakar A. Radjak, mengaku anggaran PEN senilai Rp208 miliar sudah ditransfer ke kas daerah, khususnya PUPR senilai Rp147 miliar oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan sudah 100 persen. Sedangkan untuk RTH FTJ agak terhambat di pasar ikan yang berdekatan dengan RTH, tetapi sudah dibongkar.

Abubakar juga menilai, pekerjaan yang dilakukan kontraktor sangat lambat. Seharusnya alat yang dibeli dari luar daerah seperti material andesit dan lampu sudah dipesan. Namun alasan dari kontraktor yaitu bahannya ada di Surabaya.

“Kalau diadendum 90 hari, maka harus bayar 9 persen dari progres pekerjaan sisanya. Kami juga membuat skema, jadi dibayarkan sesuai progres pekerjaan. Jika si kontraktor membayar denda tidak tepat waktu, maka Aparat Penegak Hukum (APH) sudah bisa masuk,” tegasnya.

“Kalau saya lihat jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk pekerjaan RTH itu kurang. Saya sampaikan ke kontraktor kalau semakin lama pekerjaan itu, operasionalnya semakin tinggi. Ini karena kontraktor terlalu santai. Kemarin saya lihat diambil tukang dari Jailolo Selatan terus dia pulangkan lagi, datang satu Minggu kerja terus pulang. Jadi pekerjaannya lambat karena sering ganti-ganti tukang,” sambung mantan Kadis PUPR Pulau Morotai itu. (adi/tan)

 

Exit mobile version