Polmas  

Bawaslu Diminta Awasi dan Tindak Tegas Pemasangan APK tidak Sesuai Regulasi

Alfian M Ali. (Istimewa)

TERNATE, NUANSA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Maluku Utara diminta melakukan pengawasan dan penindakan atas pemasangan alat peraga kampanye (APK) partai politik dan bacaleg yang tidak sesuai regulasi.

Berdasarkan perubahan pasal 276 ayat (1) UU Pemilu dan Pasal 27 ayat (1) PKPU 15/2023 tentang Kampanye Pemilu, ditentukan bahwa pemasangan alat peraga di tempat umum untuk calon DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan sejak 25 hari dan untuk pasangan Capres-Cawapres 15 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap sampai dengan dimulainya masa tenang.

“Apabila dipasang sebelum 15 hari atau sebelum 25 hari sejak penetapan DCT, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap larangan kampanye sebelum masa kampanye pemilu,” ujar Alumni SKPP Bawaslu Maluku Utara, Alfian M Ali kepada Nuansa Media Grup (NMG), Selasa (31/10).

Kemudian, dalam hal pemasangan alat peraga (baliho/spanduk) sebagaimana dimaksud dalam perubahan pasal 276 ayat (1) UU Pemilu dan Pasal 27 Ayat (1) PKPU 15/2023 tentang Kampanye Pemilu, wajib dipasang di lokasi yang tidak dilarang yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam kaitannya dengan penetapan lokasi tersebut, sesuai ketentuan Pasal 36 PKPU 15/2023 tentang Kampanye Pemilu ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, yang penetapannya dilakukan setelah berkoordinasi dengan pemerintah daereh setempat.

Atas dasar ketentuan Pasal 36 PKPU 15/2023 tersebut, maka langkah harus dilakukan oleh Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota adalah memastikan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

“Sehingga kalau sudah ditetapkan, maka Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota patut mendapatkan salinan penetapan lokasi pemasangan alat peraga sebagai pijakan untuk menentukan alat peraga mana yang dipasang tidak sesuai dengan lokasi pemasangan,” kata dia.

Dengan begitu, maka setiap alat peraga yang diduga melanggar ketentuan nantinya dapat dijadikan sebagai temuan dugaan pelanggaran pemilu untuk ditangani sesuai dengan mekanisme penanganan pelanggaran pemilu, sehingga apabila terbukti melanggar peraturan kampanye pemilu, maka dapat diteruskan atau direkomendasikan kepada calon atau partai politik peserta pemilu atau instansi lain yang berwenang untuk menindaklanjuti.

“Perlu dipahami bahwa penanganan dugaan pelanggaran pemilu terkait pemasangan alat peraga di Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota mekanismenya tidak sama dengan mekanisme yang ada di pemerintah daerah,” tutur Alfian.

Menurutnya, di Bawaslu Provinsi maupun Bawaslu Kabupaten/Kota dalam menangani pelanggaran alat peraga wajib tunduk terhadap mekanisme penanganan yang diperintahkan oleh Peraturan Bawaslu (Perbawaslu). Pemerintah daerah memiliki peraturan tersendiri yang berkaitan dengan pengawasan dan pengendalian alat peraga politik yang harus ditaati dan laksanakan.

“Di Kota Ternate, misalnya, Pemerintah Kota Ternate memiliki Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 8/2013 tentang pengawasan dan pengendalian alat peraga politik pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pilkada dalam wilayah Kota Ternate,” cetusnya.

Dalam Perwali tersebut, kata dia, pada pokoknya mengatur bahwa Pemerintah Kota Ternate melalui Kesbangpol dan Linmas Kota Ternate berwenang melakukan pengawasan dan pengendalian alat peraga politik, serta menentukan lokasi dan tara cara pemasangan, yang apabila dilanggar akan dikenakan sanksi penertiban dan pembongkaran. Namun, sebelum melakukan penertiban dan pembongkaran terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi terkait.

“Olehnya itu, jika mekanisme penanganan pelanggaran di Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota tidak dilalui dengan sebaik-baiknya sesuai mekanisme dalam Perbawaslu, maka sesungguhnya berpotensi terjadi pelanggaran kode etik. Sebab, sudah banyak yang sebelumnya sudah terbukti melanggar kode etik di DKPP akibat dari suatu kekeliruan dalam memahami aturan,” tandas mantan Ketua PMII Kota Ternate ini. (tr2/tan)