TERNATE, NUANSA – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Maluku Utara bekerja sama dengan pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Wilayah Maluku Utara menggelar kegiatan psikoedukasi dan konseling stop kekerasan pada perempuan dan anak, di Kelurahan Bastiong Karance, Kota Ternate, Minggu (12/11).
Kegiatan ini diawali dengan psikoedukasi selama 15 menit sebagai pengantar materi di awal kegiatan, kemudian dilanjutkan dengan sesi konseling kelompok dan konseling individual di lokasi. Peserta yang hadir pada kegiatan ini sekitar 30 orang, di antaranya orang tua dan anak.
Kekerasan yang terjadi terhadap anak dan perempuan tanpa kita sadari sering dilakukan oleh orang orang dewasa. Padahal mereka adalah orang yang memiliki tugas sebagai pelindung anak dan perempuan yang paling utama. Parahnya sebuah survei menyatakan 60 % wanita (ibu) lebih sering melakukan kekerasan dari pada laki-laki (ayah).
Begitu pula dengan tindak kekerasan terhadap perempuan, yang dimana kebanyakan yang menjadi pelaku adalah orang-orang yang berada paling dekat dengan mereka, seperti ayah dan juga suami. Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa kekerasan terhadap anak lebih banyak dilakukan oleh seorang ibu, di antaranya adalah stres dan juga kenangan masa lalu yang suram.
Kekerasan terhadap anak dan perempuan itu dapat menyebabkan berbagai macam dampak negatif, di antaranya ialah fisik maupun psikis. Bahkan kekerasan terhadap anak dan perempuan itu memiliki dampak yang sangat berbahaya, yaitu dapat menyebabkan kematian terhadap korban.
Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terutama terjadi terhadap anak-anak. Anak adalah anugerah yang tak ternilai yang dikaruniakan oleh Tuhan pada setiap pasangan manusia untuk dipelihara, dilindungi, dan dididik dengan baik.
Bentuk dan Penyebab Kekerasan pada Perempuan dan Anak
a. Kekerasan psikis. Misalnya: mencemooh, mencerca, menghina, memaki, mengancam, melarang berhubungan dengan keluarga atau kawan dekat/masyarakat, intimidasi, isolasi, melarang istri bekerja. b. Kekerasan fisik. Misalnya memukul, membakar, menendang, melempar sesuatu, menarik rambut, mencekik, dll.
Kekerasan ekonomi. Misalnya: tidak memberi nafkah, memaksa pasangan untuk prostitusi, memaksa anak untuk mengemis, mengetatkan istri dalam keuangan rumah tangga, dan lain-lain.
d. Kekerasan seksual. Misalnya: perkosaan, pencabulan, pemaksaan kehendak atau melakukan penyerangan seksual, berhubungan seksual dengan istri tetapi istri tidak menginginkannya.
Penyebab terjadinya kekerasan ada dua yaitu, pertama faktor internal terdiri dari psikologis (emosi dan masalah mental), gangguan hormonal dan otak, modeling (perilaku meniru). Kedua, faktor eksternal terdiri dari ekonomi, budaya, lingkungan (rasa sakit, cemburu pada pasangan), selingkuh, masalah seksual, kebiasaan alkohol (adiksi),
Masalah dengan anak dan PHK/Pengangguran Dampak Terjadinya Kekerasan:
a. Kurang bersemangat atau kurang percaya diri.
Gangguan psikologi sampai timbul gangguan system dalam tubuh(psikosomatik), seperti: cemas, tertekan, stress, anoreksia (kurang nafsu makan), insomnia (susah tidur, sering mimpi jelek, jantung terasa berdebar-debar, keringat dingin, mual, gastritis, nyeri perut, pusing, nyeri kepala.
b. Cidera ringan sampai berat, seperti: lecet, memar, luka terkena benda tajam, patah tulang, luka bakar.
c. Masalah seksual, ketakutan hubungan seksual, nyeri saat hubungan seksual, tidak ada hasrat seksual, frigid.
d. Bila perempuan korban kekerasan sedang hamil dapat terjadi abortus/keguguran.
Kekerasan pada Anak
• Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran.
• Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala- gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome.
• Barker mendefinisikan child abuse (kekerasan pada anak) merupakan tindakan melukai berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.
Faktor-faktor penyebab kekerasan pada anak
Gelles Richard. J mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu
a. Pewarisan kekerasan antar generasi (intergenerational transmission of violance) banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya.
b. Frustasi
c. Gangguan mental. Contoh kasus korban kekerasan pada anak : terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada anak yang mendapatkan perhatian/kasih sayang yang cukup dengan anak yang mendapatkan child abuse yang terlihat dari kecemasan anak.
Cara mencegah Kekerasan pada Perempuan dan Anak
1. Membuat poster dan menempelkan sticker di lingkungan kelurahan dan sekolah.
2. Membuat video motion di sarana transportasi dan kampanye pencegahan kekerasan pada perempuan dan anak
3. Menghubungi pihak berwajib yaitu pengaduan di UPTD PPA yang tersedia di setiap wilayah dan kepolisian. (tan)