Opini  

Demokrasi Mengubah Ulama Jadi Koruptor

Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
Pemerhati Umat

___

TENTU kalian sudah tahu apa yang hendak dibahas. Ya, kita akan membahas soal Gubernur Maluku Utara, KH. Abdul Gani Kasuba, yang dijaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin, 18 Desember 2023. Awalnya diduga melakukan jual beli jabatan. Namun, setelah diperiksa kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek infrastruktur. Klikhalmahera.com (20/12).

Kasus ini pertama melibatkan tiga kepala dinas, namun ternyata berjalannya waktu pemeriksaan terdapat 18 tersangka. Termasuk di antaranya Direktur PT. Harita Nikel. Ada juga berita yang mengejutkan adalah uang 2,2 miliar dipakai untuk pengobatan Gubernur. Hal tersebut disebutkan KPK dalam pemeriksaan. Okebaik.com (20/12).

Kasihan melihat gubernur yang merupakan seorang ulama dan sudah tua, namun di akhir masa kepemimpinannya harus berakhir di penjara. Ia juga telah menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh warga Maluku Utara. Selama menjalani tugasnya, ia sempat mengeluarkan kata tidak sanggup dalam mengurusi masalah RSUD Chasan Boesoirie.

Demokrasi Rusak dan Merusak

Demokrasi adalah sistem pemerintahan kufur yang di dalamnya penuh keburukan. Demokrasi meletakkan kedaulatan tertinggi ada pada rakyat. Namun, dalam penerapannya tidak demikian. Mengapa? Karena rakyat sudah diwakilkan oleh DPR dan pejabat lainnya. Walhasil rakyat makin sengsara, sedangkan pejabat (wakil rakyat) hidup enak dengan upah yang fantastik. Masih ingat dong upah DPR yang disampaikan Mimi KD (Krisdayanti) yang sempat viral?.

Aturan dalam demokrasi juga tidak mempertimbangkan kesejahteraan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan disahkan UUD yang menzalimi rakyat seperti Omnibus Law. Dimana di dalam aturan tersebut membuat para buruh terzalimi sehingga setiap hari buruh selalu demo. Namun, setiap demo meminta hak mereka tidak pernah mereka dapatkan.

Dari gambaran demokrasi wajar jika ia mampu mengubah ulama menjadi koruptor. Gubernur Malut merupakan tokoh ulama yang disegani umat namun karena terjun dalam demokrasi membuat ia rusak. Ulama adalah manusia terbaik dan sebagai panutan karena disebut sebagai pewaris nabi. Akan tetapi ia bisa rusak karena demokrasi. Ia menggunakan uang rakyat untuk pengobatannya, ia juga melakukan suap, semua itu jelas haram dalam Islam, yang tentu ia sebagai ulama mengetahuinya. Namun, godaan demokrasi begitu kuat membuat ulama tidak lagi berpegang teguh pada agama dalam menjalankan kepemimpinan. Mengapa demikian? Karena demokrasi berasaskan sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan juga politik.

Salah satu tokoh terkenal dan juga calon wakil presiden, Mahfud MD pernah berkata bahwa “malaikat saja masuk sistem parlemen keluar jadi iblis”. Kata-kata ini bukan sebuah lelucon namun begitulah demokrasi. Jadi siapapun yang masuk di dalamnya maka ia akan rusak karena sistem demokrasi memang rusak.

Oleh sebab itu, demokrasi harus dibuang dan diganti dengan sistem pemerintahan terbaik. Sistem pemerintahan terbaik tersebut pernah dicontohkan oleh manusia terbaik di muka bumi yakni Rasulullah Saw. Kemudian diikuti oleh para Khulafaur Rasyidin. Sistemnya tidak memisahkan agama dari politik dan hidup, sehingga para pemimpin terdorong menjadi pemimpin yang baik karena dorongan keimanan.

Ganti Demokrasi dengan Khilafah

Setiap ideologi memiliki sistem pemerintahannya masing-masing. Dimana kapitalisme memiliki demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Sedangkan Islam juga memiliki sistem pemerintahan yang disebut khilafah atau imamah. Khilafah tidak merusak para pemimpin, dibuktikan dalam sejarah peradaban manusia bahwa pemimpin-pemimpin terbaik dunia seperti Umar bin Khattab lahir dalam khilafah.

Khilafah meletakkan kedaulatan tertinggi pada syara. Aturan-aturan yang dibuat juga tidak bisa diambil dari sumber selain Alquran dan Sunnah. Maka wajar setiap aturannya mewujudkan kesejahteraan rakyat, dikarenakan Islam membenci kezaliman.

Para khalifah menjalankan kepemimpinan dengan baik. Mereka takut berbuat zalim karena ganjarannya siksaan Allah. Tidak pernah ditemukan pejabat dalam khilafah yang korupsi, terlebih lagi di masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Khalifah meminta dicatat semua harta pejabat negara sebelum dan selama menjabat dicek, jika ada penambahan maka dikembalikan ke Baitul Mal (kas negara). Walaupun uang yang didapat itu dari bisnis yang halal. Mengapa Umar melakukan demikian? Karena ia berpandangan bahwa pejabat rakyat harus melayani rakyat bukan mencari untung dari rakyatnya.

Para khalifah tidak diberi upah yang besar seperti presiden. Hanya diberi tunjangan untuk penuhi kebutuhan mereka dan keluarga. Akan tetapi dalam pelaksanaan tugasnya penuh dengan tanggung jawab. Sudah tidak diberi upah lalu harus mengurangi umat dengan segala problematikanya, siapa yang mau menjalankannya? Tentu mereka yang ikhlas dan mengharapkan ridha Allah SWT.

Jika dibandingkan dengan saat ini tentu beda jauh bukan? Sudah diberi upah besar dan tunjangan yang fantastik pula tetapi masih saja korupsi. Dari sini bisa dilihat mana sistem pemerintahan terbaik dan terburuk.

Untuk itu, tak pantas lagi kita mempertahankan demokrasi yang telah tampak kerusakannya. Tidak cukupkah melihat ulama menjadi koruptor oleh demokrasi? Padahal ia paham agama. Bagaimana jika yang memegang kepemimpinan bukan ulama? Tentu akan makin rusak. Buktinya bisa dilihat di negara ini tujuh kali berganti presiden, namun masih jauh dari sejahtera. Bahkan dua periode pun tak mampu bawa perubahan baik. Begitu juga gubernur Maluku Utara tiga periode, namun masyarakat Maluku Utara masih jauh dari sejahtera. Wallahu alam. (*)