WEDA, NUANSA – Petinggi partai politik (parpol) disarankan tidak mengeluarkan rekomendasi untuk mengusung Muttiara T Yasin di Pilkada Halmahera Tengah tahun 2024. Hal itu disampaikan Gerakan Aktivis Mahasiswa Maluku Utara (Gemar) saat menggelar aksi di depan kantor KPK, Senin (13/5).
Aksi tersebut mengenai kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran makan minum (mami) dan perjalanan dinas wakil kepala daerah tahun 2022 yang diduga menyeret mantan Plt Gubernur Maluku Utara M Al Yasin Ali.
Selain itu, anak dan istrinya juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi miliaran rupiah tersebut. Istri M Al Yasin bernama Muttiara T Yasin, sedangkan anaknya bernama Astri Tirasahari Yasin Putri.
“Sebagai generasi Halmahera Tengah yang tergabung dalam organisasi ini, tidak rela melihat Halmahera Tengah dan Maluku Utara dipimpin seorang koruptor. Apalagi membiarkan Muttiara T Yasin yang diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi mencalonkan diri dalam kontestan Pilkada Halteng 2024,” ujar koordinator aksi, Rizal Damola.
Selain itu, pihaknya mengajak masyarakat Halmahera Tengah, agar jeli dalam menentukan sikap politiknya kepada siapa mandat kepemimpinan harus diberikan.
“Kami juga menyarankan kepada seluruh pimpinan partai politik yang ada di Halmahera Tengah untuk tidak memberikan rekomendasi partai politik kepada Tiara T Yasin sebelum ada kejelasan penetapan status dari kasus anggaran mami dan Perjadin Malut,” katanya menyarankan.
Menurutnya, Muttiara T Yasin diduga kuat terlibat dalam kasus tersebut. Sehingga itu, pihaknya menyarankan bagi yang sudah memberikan rekomendasi, agar memikirkan kembali secara matang masa depan partai.
“Sebab jika benar-benar Tiara T Yasin terlibat dan ditetapkan sebagai tersangka, lalu ada partai politik yang sudah lebih awal memberikan rekomendasi, maka secara politik akan dapat mempengaruhi suara dan elektabilitas dari partai tersebut. Dan jika ada partai yang memberikan rekomendasi, sama halnya ikut menyodorkan pilihan kepada masyarakat Halmahera Tengah seorang calon pemimpin yang korup,” tandasnya.
Di sisi lain, massa aksi menilai, ada bukti temuan berdasarkan hasil audit Inspektorat Pemprov Maluku Utara, di mana telah ditemukan surat keputusan (SK) pemotongan anggaran perjalanan dinas pada Sekretariat Wakil Gubernur Maluku Utara tahun anggaran 2022 yang diduga ditandatangani oleh Al Yasin yang saat itu menjabat Wakil Gubernur Maluku Utara.
Terlebih lagi dalam temuan Inspektorat, pemotongan tersebut tidak memiliki dasar ketentuan yang dapat melegitimasi adanya SK pemotongan anggaran perjalanan dinas.
Selanjutnya, hasil audit Inspektorat juga telah menemukan transaksi pengeluaran yang bersumber dari dana UP/GU yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp499.362.410. Kemudian dari pengelolaan dana nonbudgeter yang bersumber dari dana pemotongan uang perjalanan dinas dan belanja makanan dan minuman yang diterima pegawai dan pihak ketiga sebesar Rp760.225.186.
Bahkan, untuk pengeluaran atas belanja perjalanan dinas dalam dan luar daerah WKDH tahun anggaran 2022 yang tidak didukung dengan prosedur perlengkapan keabsahan atau otoritas bukti SPT, SPPD, dan lembar visum yang diragukan keabsahan dan kewajarannya senilai Rp1.249.972.844.
“Untuk itu, temuan-temuan Inspektorat Malut tersebut, harus menjadi atensi bagi KPK dan Kejagung untuk mengusut secara tuntas kasus uang mami dan Perjadin Wakil Kepala Daerah Malut T/A 2022,” tegasnya.
Sebagai Lembaga Extra Ordinary Crime, massa aksi menilai KPK dan Kejagung adalah benteng terakhir menyelamatkan bangsa dari koruptor. Karena itu, KPK diingatkan tidak boleh tinggal diam dan tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum di Maluku Utara. (tan)