Demo PT IWIP, Mahasiswa Suarakan Kerusakan Lingkungan di Halmahera Tengah

PB-FORMALUT Jabodetabek saat aksi di depan kantor pusat PT IWIP di Jakarta. (Istimewa)

JAKARTA, NUANSA – Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB-FORMALUT) Jabodetabek menggelar aksi di depan kantor pusat PT IWIP di Jakarta, Rabu (7/8). Aksi tersebut memprotes masifnya aktivitas tambang nikel di Halmahera Tengah yang mengakibatkan bukaan lahan dalam skala besar hingga terjadinya banjir.

Ratusan mahasiswa asal Maluku Utara itu menegaskan, curah hujan yang tinggi bukan faktor utama penyebab banjir, tetapi akibat dari deforestasi di kawasan lingkar tambang yang terbilang masif.

Koordinator aksi PB-FORMALUT, Vinot, menyampaikan problem banjir di Halteng akhir-akhir ini tidak sekadar menjadi wacana biasa, tetapi menjadi fakta yang menghawatirkan bagi masyarakat Halteng, terutama banjir bandang yang melanda Halteng sejak 20-23 Juli 2024 harus diidentifikasi.

“Halmahera Tengah kerap dilanda banjir besar sejak hutan tergerus, tentu memiliki relasi kuat terkait adanya kawasan industri tambang nikel yang juga memungkinkan melalui hipotesa menjadi penyebab utama,” ujar Vinot.

Sehingga, pemberlakukan prinsip-prinsip kemanusiaan terhadap warga negara yang dilanda banjir, harusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat. Apalagi proyek-proyek infrastruktur Indonesia ini diaktifkan rezim terkini yang dianggap strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah melalui dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 yang berturut-turut diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017, Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018, dan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020.

Bagi Vinot, PSN yang digarap pemerintah pusat gagal total. Hal itu dibuktikan dengan banjir yang merendam ratusan rumah, fasilitas umum, dan infrastruktur vital lainnya menyebabkan banyak kerugian material yang signifikan. Banjir juga memberi dampak negatif di dalam aktivitas sehari-hari masyarakat, tetapi yang terlihat hanya berupa bantuan evakuasi.

“Lantas bagaimana dengan kerusakan rumah warga, apakah pemerintah akan mengabaikanya dan membiarkan begitu saja. Di saat yang sama, agresivitas eksploitasi di sektor tambang telah menampakan wajah aslinya, di mana prinsip-prinsip kemanusiaan diabaikan. Hal ini bisa dilihat dari abainya pihak perusahaan tambang yang beroperasi di Halteng,” ujar Vinot.

“Kemudian, informasi juga mencuat adanya dugaan kuat yang menjadi penyebab utama banjir bandang, yaitu jebolnya tanggul di Km 15 yang dimiliki PT IWIP. Jika benar, seharusnya PT IWIP bertanggung jawab,” sambungnya menegaskan.

Karena itu, massa aksi mendesak pemerintah pusat lewat Presiden Joko Widodo menindak tegas perusahaan tambang yang terbukti melakukan kerusakan ekologi di Halteng.

Pemerintah pusat juga diminta segera melakukan moratorium industri pertambangan nikel di Halteng, terutama PT IWIP yang masuk dalam kebijakan proyek strategis nasional.

Selain itu, massa aksi juga meminta PT IWIP meningkatkan keselamatan kerja (K3) demi kemanusiaan saat tiba banjir bandang melanda Halteng dengan memberlakukan libur kepada tenaga kerja (karyawan).

“Kami juga mendesak kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera melakukan investigasi khusus, guna mengkroscek penyebab banjir bandang dan beri saksi tegas pada perusahaan tambang di Halteng yang diduga menjadi penyebab utama. Kemudian, perusahaan tambang harus menaikkan upah tenaga kerja lokal,” tegas Vinot. (tan)